Pagi di minggu hari. Cuaca cerah. Syukurnya begitu. Kicauan burung dan alunan musik yang terdengar dengan beat yang menghentak juga menambah rasa semangat Jiro untuk segera sampai di aula olahraga.
Dia sudah tersenyum lebar, berpikir kalau Rafa datang untuk menemaninya latihan dan sudah sampai lebih dulu. Namun senyum itu harus pudar saat sesosok gadis dengan rambut merah khas nya berbalik menghadap. Itu gadis yang semalam.
Jiro melirik jam di dinding.
Pukul 07.00 wib tepat dan apa yang dilakukan gadis menyebalkan dan sok tau itu di hari yang masih terbilang sangat pagi? terlebih ini adalah weekend??
"Lo juga disuruh pak Andri buat dateng?"
Ucapannya membuat Jiro tersadar. Jadi dia juga?
Pelan, akhirnya dia kembali melangkahkan kaki. Setelah menjawab dengan anggukan tipis, Jiro berlalu ke sisi lain lapangan setelah meletakkan tas miliknya.
Pikiran nya kembali pada kejadian semalam. Teringat lagi tentang tamparan yang dia lakukan dan sikap santai yang sedang gadis didepannya tunjukkan.
Jiro merasa aneh. Rasanya... entahlah. Tidak bisa dijabarkan namun perasaan terusik mampir dan membuatnya membatin.
Dia.. siapa?
Lamunan itu tak bertahan cukup lama sebab setengah jam kemudian, pak Andri datang dengan puluhan shuttlecock di genggaman. Pria setengah baya itu melempar senyum, dibalas Ningsih dengan sapaan riang dan tegur Jiro yang seadanya.
"Maaf ganggu waktu libur kalian. Tapi berhubung pemilihan akan diadakan sebentar lagi, bapak rasa kalian maklum jika waktunya dipakai sebentar." Pria itu berkacak pinggang setelah meletakkan bola bulu angsa tadi, menatap pada dua murid kesayangan nya secara bergantian.
"Bapak pinjem waktunya dua jam." sambung guru menyenangkan itu. Setelahnya proses latihan pun, dimulai.
Berhubung pemanasan sudah dilakukan baik Ningsih maupun Jiro, kini keduanya langsung fokus mendengar arahan pelatih tentang melakukan smash yang tepat.
Dan sesuai janji, pak Andri langsung undur diri begitu jam menampilkan pukul 9 lewat, menyisakan Jiro dan Ningsih yang lagi-lagi terlibat dalam pertikaian.
"Lo minta maaf tapi lebih mirip debt collector yang lagi nagih utang alias maksa banget." Ningsing tergelak namun bukan tertawa sungguhan, tapi lebih ke arah sindiran tentang ucapan Jiro lima menit lalu.
Raketnya selesai dimasukkan kedalam tas, Ningsih bangkit namun segera ditahan oleh lengan besar Jiro.
Helaan nafas terdengar dan demi Tuhan, Jiro tidak pernah merasa frustasi atas tindakan kasarnya sendiri sampai harus meminta maaf seperti sekarang ini.
Lagi-lagi batinnya dipaksa berteriak.
Dia siapa sampe gue lakuin hal bodoh begini bangsat?!
"Tapi gue beneran minta maaf?"
Ningsing mendengus. Dari nada Jiro kelihatan sekali bahwa pemuda itu ragu dengan tindakannya. Cih.
"Ga butuh kalo ga tulus. Lagian makasih, tamparan lo berhasil nyadarin gue kalo cowok emang sama. Semuanya kaya anjing."
6 juni 2020, hari dimana Jiro sadar bahwa ga semua cewek dimuka bumi terlahir buat jadi sosok yang menye-menye. Ningsih membuktikan saat hari itu Jiro mendapat balasan dari apa yang dia lakukan sehari sebelumnya. Sebuah tamparan. Ningsih membalasnya telak hingga Jiro diam tak bergerak.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Match Point (Jisung)
FanficNINGSIH BUKAN SEBUAH GAME YANG HARUS JIRO PERMAINKAN. *** Jiro sedang mencoba peruntungan. Menantang Ningsih dan berharap agar gadis itu bisa menjadi pembantu nya selama satu bulan, namun naas, senjata makan tuan adalah yang justru pemuda itu dapatk...