Jiro Ramadan.
Rahayu Ningsih.
***
Tribun penonton untuk pertama kalinya sesak oleh anak-anak yang menonton. Bukan hanya para murid, bahkan guru olahraga dan beberapa pelatih dari luar juga turut menyaksikan pertandingan yang baru saja Ningsing dan Jiro sepakati. Sebuah permainan yang akan menentukan siapa jagoan dan siapa yang pecundang.
Ningsing menenggak air mineralnya, menatap Jiro dengan pandangan lurus tanpa ekspresi, sedang yang ditatap ikutan membalas dengan senyum angkuhnya.
Istirahat selesai dan sebelum memukul bola yang ada ditangannya, Jiro melirik sebentar pada papan skor dan rasa takut tiba-tiba datang tanpa permisi.
Bagaimana jika Ningsih yang menang?
19 : 20
Raket berlogo J itu dia genggam erat-erat, dalam hati merapalkan segala doa sebab semua orang juga tau bahwa Jiro sudah menantang orang yang salah.
Servis dilakukan dan pukulan demi pukulan membuat semua yang ada disana ikut menegang. Bahkan Rafa, sahabat sehidup semati Jiro sudah menggigiti kukunya tanpa sadar.
"Wooh!!!" Rafa bangkit bersorak. Jiro mendapat satu poin lagi.
20 : 20
Semuanya terpaku takut saat untuk pertama kali sejak game dimulai, Ningsing mengukir senyum manis. Menakutkan sampai Jiro yang semula berteriak kegirangan, berubah gugup dalam diam.
Wasit kembali melirik bola yang ada ditangan Jiro.
"Match point." ucapan wasit kembali menarik eksistensi semua yang ada disana. Gimnasium yang biasanya sepi itu kini semakin ramai. Murid-murid yang baru saja selesai dengan jam pelajaran mereka, kali ini lebih tertarik dengan aula olahraga daripada kantin untuk mengusir dahaga.
Ningsih semakin memperlebar senyum kala mendapati sosok kak Tara yang ikut melenggang masuk, duduk dibangku terdekat sambil melempar senyum lekat. Dan itu semua tak lepas dari perhatian Jiro. Diam-diam pemuda itu mendengus, mulai ancang-ancang melakukan servis.
"Eaaaa."
"Eaa."
"Wooooooo!"
Semua bangkit bersorak saat bola melesat jauh dari jangkauan Jiro, membuat Ningsih ikutan teriak hingga tanpa sadar melempar raket nya setinggi mungkin. Jiro membatu, terdiam dengan kepalan tangan yang menguat saat tubuh Ningsing langsung berlari kedekapan Tara.
"Hoo!!!" teriak si rambut merah sumringah. Gadis itu berjalan cepat mendekati Jiro, membuat suasana riuh penuh tepuk tangan berubah senyap dalam sekejap.
"You lose." senyum penuh kemenangan terkembang, sementara Jiro sudah membuang pandangannya kearah lain.
Rafa sendiri ikut takut menatap adegan didepannya, takut jika Jiro tiba-tiba mengumpat kasar disaat seluruh pasang mata sedang menatap mereka.
Jiro tidak pandang bulu, jika dia kesal, dia akan memukul siapapun yang ada dalam jarak pandangnya.
Ya, tak terkecuali Ningsih.
Detik dimana gadis itu melenggang keluar dan meninggalkan Jiro yang melotot ditempat nya, detik itu juga sebuah sejarah resmi dimulai.
Dimana seorang Jiro yang jahat dan pecundang berubah baik dan terpandang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Match Point (Jisung)
Fiksi PenggemarNINGSIH BUKAN SEBUAH GAME YANG HARUS JIRO PERMAINKAN. *** Jiro sedang mencoba peruntungan. Menantang Ningsih dan berharap agar gadis itu bisa menjadi pembantu nya selama satu bulan, namun naas, senjata makan tuan adalah yang justru pemuda itu dapatk...