Bagian 12

123 5 0
                                    

Sesuatu yang terlihat belum tentu adalah kebenarannya. Terkadang kita terlalu sibuk mencaci, padahal banyak sudut pandang yang belum kita telusuri.

Jangan pernah merasa benar hanya karena kamu melihat secercah kesalahan orang lain. Bersyukurlah, karena saat ini aibmu sedang dijaga Tuhan.

Lihat angin ; ia berjalan tanpa peduli apakah hari ini akan panas atau hujan. Jadi, tetaplah berbuat baik tanpa peduli apakah akan dicaci atau dipuji.

Setelah kejadian memilukan kemarin, hari ini Reynald kembali disibukkan dengan pekerjaannya. Kala pun belum kembali ke Indonesia, gadis itu masih berada di mansion ayahnya bersama Dhika.

Di sinilah pagi ini mereka berada, di ruang bawah tanah yang baru Reynald buat sekitar enam bulan yang lalu. Kala banyak bercerita tentang kejadian semalam.

"Kenapa baru sekarang ya, Dhik?"

"Karena Tuhan mau lo lebih sabar. Hadiah dari sebuah penantian panjang itu hasilnya lebih memuaskan, itu yang lo rasain sekarang, kan?" Dhika tersenyum, jawaban yang selalu menenangkan.

Kala mengangguk, mengiyakan pernyataan Dhika yang menurut Kala akan selalu benar.

"Semalam rasanya gue mau berhentiin waktu biar nggak berjalan dulu, setidaknya sampai gue ngerasa puas dengan hari itu. Hari indah bersama ayah."

Dhika merangkul gadis itu, lalu menatap ke langit-langit ruangan, "Banyak-banyak bersyukur, La, biar Tuhan kasih lo lebih banyak lagi hal menyenangkan yang lo pengen. Kalau lo terus mengutuk hidup lo yang katanya buruk itu, Tuhan nanti malah jadi males sama lo. Takdir yang Dia kasih itu harusnya lo jalani dengan penuh syukur, Dia udah ngasih segalanya gratis, tapi lo masih banyak ngeluh, gimana kalo disuruh bayar? Iya, kan?"

Kata-kata yang sukses menampar Kala. Memang Dhika selalu bisa membuat Kala mengerti banyak hal hanya dengan kata-kata spontan yang keluar dari mulutnya. Lelaki hebat, Kala bersyukur sekali bisa tumbuh bersama Dhika, lelaki yang selalu menuntunnya dan selalu mengingatkannya akan hal-hal kecil yang sebenarnya berharga.

Di sisi lain, Dhika juga sedang bersyukur sekali karena saat ini mendapati sahabatnya dapat tersenyum puas setelah penantian bertahun-tahun lamanya. Kita memang tak pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya, tapi setidaknya untuk hari ini izinkan Dhika turut berbahagia atas kebahagiaan yang Kala punya.

"Kala, awas!"

"DHIKAAA!" Gadis itu refleks berteriak saat kayu yang berada di atas jatuh menimpanya. Untungnya, Dhika dengan sigap mendekap tubuh Kala. Posisinya lumayan ambigu, mungkin orang yang tiba-tiba melihat mereka akan salah paham.

"Awh." Gadis itu meringis saat memegang dengkulnya yang terbentur marmer.

"Lo nggak apa-apa, La?"

Kala mengangguk. Dari ekor matanya ia dapat melihat bayangan seseorang yang tengah lari terburu-buru. Gadis itu menyikut lelaki di sampingnya, memberi kode. Namun Dhika tidak peka dan malah memasang raut wajah kebingungan.

"Why?"

"Gue lihat  sekelebat bayangan seseorang tadi, nggak tahu siapa. Lo lihat nggak?"

"Hah? Nggak, tuh. Perasaan lo aja kali."

"Oke, lupain."

Keduanya pergi meninggalkan ruang bawah tanah menuju ke ruang tamu. Sebenarnya mereka sudah bingung ingin melakukan apalagi di sini, keduanya tak mempersiapkan apapun saat ingin ke Amerika. Padahal seharusnya mereka menyiapkan planning untuk jalan-jalan agar liburan mereka tidak sia-sia.

KalaWhere stories live. Discover now