Bagian 5

156 13 0
                                    

Beberapa pemain sengaja bersembunyi.
Bukan, bukan karena takut. Namun sengaja untuk mengelabui.

Dalam hidup, tidak apa-apa untuk sesekali merasa lemah, sesekali merasa tak berarti. Namun satu yang harus diingat, jangan pernah sekali  pun merasa bahwa dirimu tidak pantas untuk hidup.

Teruntuk kamu, kamu adalah versi terbaik yang pernah Tuhan ciptakan. Kamu berharga dengan apa adanya kamu, kamu sempurna dengan segala kesederhanaanmu.

Kamu, layak untuk bahagia. Di hari ini, hari esok, dan seterusnya.

"Pembunuh!"

"Hahaha, pembunuh pulang aja, deh!"

"Lo nggak pantes kuliah di sini, lo pantesnya kuliah di kuburan!"

"Gue sih malu kalo jadi lo, mending gue mati aja sekalian, daripada harus hidup dengan label pembunuh."

"Ups, pembunuh kan emang nggak punya malu."

Beberapa orang lainnya menimpukki Kala dengan kertas yang digumpalkan. Kala hanya bisa melindungi wajahnya dengan tangan. Gadis itu tak mengerti.

Kala baru saja masuk kelas, ia tidak tahu apakah ada yang salah dengan dirinya hari ini. Tak ada yang membelanya barang satu orang pun. Kala tidak terima diperlakukan seperti ini, tapi ia pun tidak tahu harus melakukan apa.

Saat gadis itu hendak duduk, ia melirik secarik kertas yang ada di mejanya. Entahlah, hari ini hanya kursi paling pojok belakang yang tersisa, sepertinya ini sengaja dilakukan seseorang untuk membuat Kala menderita.

Hei, Kala Alesha Hamilton!
Udah cukup menderita belum hidup lo?
Masih inget chat gue seminggu yang lalu, kan?
Let's say goodbye to the world, dude.

Kala bergidik ngeri membaca sebuat surat yang tiba-tiba saja ada di mejanya. Apakah ini benar-benar orang yang sama dengan orang yang pernah mengiriminya pesan satu minggu yang lalu?

Aneh, Kala jadi curiga kalau orang inilah yang sebenarnya membunuh ibunya. Entah, tiba-tiba saja hal itu masuk ke dalam pikiran Kala.

Siapa sebenernya orang ini? Kala sedang tidak mencurigai siapa pun, ini tidak mungkin Dhika dan tidak mungkin ayahnya. Kala berpikir keras tentang siapa pelakunya sampai tak sadar kalau ternyata dosen mata kuliah pertama sudah berdiri di hadapannya.

"Apa yang sedang kamu lihat sampai tidak memperhatikan saya?" tanya dosen tua itu sinis. Beliau sudah masuk kelas sejak sepuluh menit yang lalu dan melihat Kala yang terus-terusan menatap kertas yang ada di mejanya.

Kala masih belum merespon.

"Kala Alesha!" panggil dosen itu sekali lagi.

Gadis itu terkejut bukan main, pikirannya seketika kosong, ia tak tahu harus merespon apa.

"E-em, saya lagi mikirin kayaknya saya datang tamu bulanan, deh, Mam hari ini. Soalnya nggak enak banget, makanya saya dari tadi nggak fokus," jawab gadis itu asal sembari bisik-bisik karena takut yang lain dengar.

Mam Sera memicingkan matanya, menatap Kala lamat-lamat, mencari sebuah bukti apakah perkataan mahasiswinya itu benar atau hanya beralibi.

"Saya izin ke belakang, ya, Mam."

"Ke belakang mana?"

"Toilet, Mam."

"Itu yang di tanganmu kertas apa? Dari tadi saya lihat kamu fokus ke situ."

KalaWhere stories live. Discover now