Bagian 13

112 9 0
                                    

Bahwa tidak semua perasaan harus diungkapkan. Bahwa tidak semua perasaan harus dibalas.

Cinta itu adalah ketika kamu memberikan sepenuhnya tanpa peduli apakah akan menerima balasan atau tidak. Cinta itu ikhlas, cinta itu mengalir.

Terkadang jatuh cinta tak perlu banyak alasan, bahkan ada beberapa perasaan yang rasanya tidak akan cukup kalau hanya diungkapkan . Karena sejatinya cinta hanya perlu dirasakan.

Kala dan Dhika pulang ke Indonesia hari ini setelah menghabiskan waktu kurang lebih satu minggu di Amerika. Hubungan Kala dengan Reynald sedikit membaik walaupun semua pertanyaan Kala tak dapat terjawab. Setidaknya satu minggu kemarin sudah membuat rindunya terobati.

Delapan jam perjalanan mereka habiskan untuk tidur, sepertinya mereka sudah terlalu lelah. Apalagi besok jadwal perkuliahan sudah mulai padat seperti biasanya.

"La, gue langsung balik ke rumah, ya, ngantuk banget," pamit Dhika saat keduanya turun dari mobil.

"Iya, sama gue juga. Thanks, ya. Sleep well, Dhik."

Dhika berdiri diam di depan pagar rumahnya, menunggu Kala masuk dan memastikan Kala langsung tidur. Hal tersebut dapat dengan mudah dilihat karena Kala akan mematikan lampu kamarnya saat tidur.

Tanpa berlama-lama Kala langsung saja masuk ke rumahnya. Seperti biasa, atmosfir sepi seakan langsung menyeruak masuk ke dalam diri gadis itu. Rumah Kala terlampau sepi, bahkan terkesan seperti tak ada kehidupan.

Kala memasuki kamarnya, menaruh beberapa barang tanpa berniat membereskannya. Setelah semua urusannya selesai, gadis itu langsung membersihkan diri, tak lama kemudian dirinya terlelap dalam lautan mimpi.

Di sisi lain, Dhika sedang bergelut dengan ponselnya. Jujur saja, Dhika sebenarnya sadar bahwa ada seseorang yang mengikuti mereka saat di ruang bawah tanah. Namun sebisa mungkin Dhika menyembunyikan hal tersebut dari Kala.

Lelaki itu membuka rekaman cctv yang dirinya ambil dari ruang bawah tanah mansion Reynald. Namun sial, sepertinya orang tersebut menutupi cctv dengan kain saat sedang menjalankan aksinya. Terbukti dengan hanya adanya rekaman layar hitam.

Dhika mengacak rambutnya frustasi, hal seperti ini sungguh membebani pikirannya, padahl Dhika sudah berniat ingin tidur karena besok dirinya ada jam kuliah pagi.

Mungkin beberapa jawaban tak dapat ditemukan saat ini juga. Tak apa, tidak semua hal harus dipikirkan berlebihan.

***

"Eh, eh, tuh orangnya."

"Oh, yang itu. Iya, iya, gue tahu. Yang katanya pembunuh itu, kan?"

"Yah, elah, hidupnya skandal mulu."

Kala memasang raut wajah bingungnya, dirinya merasa sedang dijadikan bahan pembicaraan. Tak hanya oleh beberapa orang, tapi hampir semua orang di koridor kampus pagi ini. Sebenarnya ada apa?

Seseorang sengaja menabrak bahu Kala lalu menatap gadis itu dengan sinis. Kala yang tidak paham dengan situasi malah menarik lengan seseorang yang baru saja menabraknya.

"Sebenarnya ini ada apa, sih?"

Orang itu menghempaskan cekalan tangan Kala.

"Lo pura-pura bego atau gimana, sih?"

"Gue beneran nggak ngerti kenapa semua orang hari ini natap gue dengan tatapan jijik dan sinis. Perasaan gue nggak habis ngelakuin kesalahan apapun."

"Liat ig lambe kampus sana," ucap orang asing tersebut lalu meninggalkan Kala begitu saja.

Kala langsung saja membuka ponselnya lalu menjelajahi aplikasi Instagram. Karena tak kunjung menemukan, gadis itu mengetikkan nama akun lambe sekolahnya yang sudah ia hafal di luar kepala.

"Hah?!"

Gadis itu terkejut bukan main. Kala langsung menutup aplikasi instagram lalu menelpon Dhika.

"Kenapa, La?"

"Lo udah liat postingan lambe kampus?"

"Postingan yang mana?"

"Yang ada kitanya. Gue nggak tahu siapa yang nyebarin itu. Sumpah ini di kampus semua orang ngeliatin gue sinis banget."

Dhika menggaruk rambutnya yang tak terasa gatal, "Emangnya kita ngapain sampe masuk lambe?"

"Kayanya ini foto salah paham aja, coba deh lo cek postingannya lambe."

"Wait, jangan matiin teleponnya."

Dhika ternganga saat melihat sesuatu yang dimaksud oleh Kala. Dhika yakin orang yang menyebarkan foto ini adalah orang yang sama dengan orang yang mengikuti dirinya dan Kala saat di ruang bawah tanah kemarin.

"Lo dimana sekarang?"

"Lagi di koridor, mau masuk kelas."

"Nggak usah masuk kelas. Sekarang lo ke gedung fakultas seni, kita ketemuan di sana. Kita harus selesain ini sekarang juga, La. Kita nggak bersalah, ini fitnah," ucap Dhika berapi-api.

"Oke, gue ke sana. Lo gue tunggu. Jangan lama, Dhik."

Dhika langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa menjawab apapun. Saat Kala ingin berjalan ke gedung fakultas seni, seseorang menarik tangannya dengan kasar.

"Lo dipanggil rektor, ditunggu sekarang juga," ucap seorang perempuan yang tingginya lebih satu sentimeter dari Kala.

Kala tak menjawab ucapan orang itu. Dirinya bingung harus menghampiri Dhika dulu ke gedung fakultas seni atau langsung menemui rektornya. Sungguh hari ini benar-benar hari yang tak pernah Kala duga. Dipanggil oleh rektor karena sebuah masalah cukup membuatnya ingin mati di tempat walaupun Kala yakin dirinya tak bersalah dan ini hanyalah fitnah.

Drrtt... Drrtt...

"Hallo?"

"Langsung ketemuan di ruang rektor aja."

"Oh, lo udah tahu. Ya udah, ayo."

KalaWhere stories live. Discover now