Chapter I

174 10 0
                                    

Hari Minggu adalah waktu yang pas untuk anggota keluarga berkumpul. Hal tersebut pun sering dilakukan oleh keluarga besar Ishana. Yaps, Ishana adalah seorang gadis belia berusia 16 tahun yang masih berstatus sebagai pelajar SMA. Ia adalah anak tunggal dari Shandy-Papanya dan Widya-Mamanya. Meskipun terlahir sebagai anak tunggal yang nantinya akan mewarisi kekayaan Shandy, tidak membuat Ishana menjadi gadis yang manja dan hidup bermewah-mewah. Ia lebih memilih hidup sederhana, bahkan untuk pindah sekolah saja Ishana lebih memilih untuk bersekolah di SMA biasa, bukan SMA dengan biaya paling mahal atau terkenal bonavit seperti anak-anak orang kaya pada umumnya. Bahkan, Ishana lebih memilih untuk naik angkutan umum atau ojek online jika menuju sekolah. Dan yang lebih membuat kagum, Ishana juga tidak malu berjualan online- yaa walaupun usaha kuliner onlinenya masih dalam tahap merintis, Ishana merasa bangga pada dirinya sendiri. Disaat anak-anak lain memanfaatkan harta kekayaan kedua orang tuanya, Ishana justru sudah mandiri hanya untuk sekedar membeli barang apapun yang Ia suka. Bukan karena tidak mampu beli, tapi Ishana akan lebih bangga jika Ia mampu membeli apa yang Ia ingin dengan uangnya sendiri.

Shandy dan Widya sering sekali menawarkan Ishana untuk menggunakan kartu kredit, jika Ia butuh sesuatu untuk dibeli. Tapi seringkali juga Ishana menolaknya.

"Han, Papa sudah daftarkan kamu ke sekolah baru beberapa Minggu lalu. Dan kemungkinan lusa kamu sudah bisa mulai masuk sekolah" ucap Shandy yang sedang menikmati secangkir teh camomile-nya.

Ishana terkejut dan refleks menoleh ke arah Shandy, kenapa sang Papa tidak memberi tahu dirinya soal sekolah baru. "Loh, Papa kok nggak infoin ke aku dulu. Kalo aku nggak tertarik sama kegiatan yang ada disekolahnya gimana?!"

"Papa sudah fikirkan itu, Han. Ya, Papa rasa sekolah itulah yang sesuai dengan minat kamu"

"Tapi, Papa nggak masukin aku ke sekolah-sekolah elite gitu kan? Aku pengen sekolah di SMA biasa Pah" tanya Ishana sekali lagi.

"Nggak kok, Papa paham apa yang kamu mau. Dalam hal pendidikan, Papa dan Mama nggak mau memaksa kamu untuk ini dan itu. Kamu pasti lebih tau, apa yang kamu butuh dan kamu inginkan. Asal, jangan pernah buat kami kecewa ya dengan pilihan kamu" ucap Shandy seraya memberikan wejangan pada puteri tunggalnya tersebut.

"Iya Paaa, Hana janji nggak akan bikin Papa sama Mama kecewa. Kalau ada hal apapun, pasti Hana bakal cerita kok. Makasih ya Mah, Pah" gadis itu lantas memeluk erat Shandy dan Widya bergantian.

"Oh ya, Papa lupa. Nanti hari pertama sekolah Papa nggak bisa anter kamu, gapapa kan? Soalnya Papa ada meeting penting sama client- atau kamu mau dianter sama Mama ke sekolah?" celetuk Shandy dengan nada mengejek, Lelaki berusia 45 tahun itu tak berhenti terkekeh-kekeh.

Ishana hanya mencibir kesal pada Shandy, memangnya aku mau masuk PAUD celetuk batinnya. "Ihh, nggak lah Pah, lagian juga Mama pasti jaga butik. Ya kan?"

"Mama bisa kok anter kamu, tapi kan kamunya nggak mau kalo di anter ke sekolah, dari kamu SD juga gitu kan?" kini Widya ikut mengejek puterinya, tak ayal membuat Ishana semakin jengkel.

"Bukannya Hana nggak mau dianter ke sekolah sama Papa dan Mama, tapi kan Hana udah gede, bisa jaga diri sendiri. Hana cuma nggak mau nanti temen-temen Hana bilang, Hana anak manja, Hana ini itu" jelas Hana.

"Iya, iya. Mama Papa tau itu kok. Kita berdua percaya sama kamu sayang"

-

Tiba hari ini adalah hari pertama Hana disekolah barunya. Ia begitu terlihat excited mengenakan seragam baru dengan rok motif pattern berwarna abu dengan rompi yang melengkapi. Berdiri didepan cermin selama belasan menit adalah kebiasaannya sebelum berangkat sekolah, seringkali Hana memberikan kalimat-kalimat afirmasi untuk dirinya sendiri, mulutnya komat-kamit didepan cermin dan kadang di akhiri dengan senyum sumringah lalu barulah Ia mengendong ranselnya, siap untuk berangkat ke sekolah.

Hana berangkat sendiri menggunakan ojek online, Shandy sudah pergi sejak pukul 06.30 pagi karena ada meeting, sementara Widya pun sedang bersiap-siap akan berangkat juga ke outlet butiknya yang buka jam 08.00 pagi. Melihat anak gadisnya sudah siap untuk pergi ke sekolah, Widya menyapa dan meminta Hana untuk sarapan terlebih dahulu.

"Anak gadis Mama sudah cantik, sudah mau berangkat kah?" tanya Widya yang sedang mengoleskan selai kacang diatas selembar roti dihadapannya.

"Iya Ma, Papa udah berangkat ya?"

"Papa udah berangkat tadi pagi-pagi banget. Tapi, Papa tadi bilang katanya uang jajan kamu udah di transfer, udah kamu cek?"

"Hmm, udah Ma" Hana melirik arloji berwarna putih ditangannya, sudah pukul 06.50. "Yaudah kalo gitu, Hana juga pamit berangkat ya Ma, takut telat. Soalnya Hana juga belum tau lingkungan sekolahnya kayak apa, Papa cuma kasih tau alamat sama nama sekolahnya aja kemarin"

"Loh, kamu nggak mau sarapan dulu?"

"Gampang Ma, nanti dikantin sekolah juga bisa kok. Yaudah, aku berangkat ya Ma" Hana mencium pipi Widya dan menyalami tangan Mamanya, sebelum akhirnya bayangan Hana menghilang dari pandangan mata Widya.

"Hati-hati yaa Han!!" ucap Widya setengah berteriak.

ON The RoadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang