Suara dentingan sendok dan garpu beradu dimeja makan kediaman keluarga Lasmana,tak ada seorang pun yang membuka pembicaraan. Semua sibuk dengan makanan masing-masing.
"Mami udah daftarin kamu di olimpiade matematika kemarin," suara Lisa,mami Apta menghentikan suapan terakhir nya. Ia terkejut dengan penuturan Mami nya,selalu saja seperti ini. Apta tak suka hitungan,tapi dia selalu dituntut untuk masuk ke dunia itu.
"Kok bisa?"
"Kamu lupa,kalo papi itu donatur tetap disekolah kamu," itu suara Lasmana,papi Apta. Beliau memang orang yang suka berbuat semau nya jika sudah merasa ada kekuasaan.
"Jadi kalian maksa guru pembimbing olimpiade buat masukin aku biar jadi peserta?" Apta sungguh tak habis pikir dengan kelakuan kedua orang tua nya. Mereka terlalu berambisi untuk menjadikan Apta seperti mereka.
"Bukan maksa,kita cuma nyuruh dia buat masukin kamu jadi peserta." Sangkal Lisa menjawab pertanyaan anak nya.
Sama saja, Apta juga tidak yakin kalau orang tua nya tidak memaksa guru itu. Kali ini ancaman apalagi yang didapat pihak sekolah,jika tidak memasukkan Apta sebagai salah satu dari peserta olimpiade,"aku ga mau,aku ga suka matematika."
"Jangan membantah Apta!" Suara Lisa meninggi satu oktaf
"Papi ga akan hukum kamu kalau emang ga mau ikut olimpiade itu," Lasmana menengahi perdebatan istri dan anak nya, "tapi kamu tau kan apa akibat nya buat guru itu?" Sambung Lasmana,mencoba memperingati Apta.
"Ckk,kalian egois," Apta berdecak tanda kecewa. Mengapa ia tak pernah bebas dalam memilih apa yang ia mau,mengapa ia terus menerus dipaksa untuk memenuhi keinginan orang tua nya. Ia jua memiliki pilihan yang ingin dijalani.
Setelah mengatakan itu, Apta berdiri dan langsung berangkat kesekolah tanpa berpamitan terlebih dahulu pada kedua orang tua nya. Biar saja ia dicap sebagai anak yang tak punya sopan santun, papi dan mami nya juga tak pernah mengajarkan nya dalam hal itu. Orang nya tua nya hanya tahu bagaimana cara agar Apta menjadi seperti mereka,walau dengan cara busuk sekalipun. Semua yang berlebihan memang tidak baik.
🌇🌇🌇
Apta berjalan dikoridor kelas dengan santai, tujuan nya kali ini bukan kelas, tapi ruangan seorang guru pembimbing olimpiade. Terus berjalan mengabaikan decak kagum dari siswi-siswi SMA Aruna. Apta termasuk orang yang dikagumi disekolah nya. Selain kemampuan otak nya yang luar biasa,dia adalah anak dari donatur tetap disekolah nya,juga jangan lupakan dengan ketampanan nya. Apta tipe cowok yang bisa berteman dengan siapa saja.
Saat sudah sampai ditempat yang dituju nya, Apta tak langsung masuk. Ia mulai menimbang untuk mengetuk pintu atau tidak. Pasal nya ia merasa malu karna sikap kedua orang tua nya,terlalu memaksa kan keadaan.
Seseorang membuka pintu dan sedikit terkejut dengan kahadiran Apta yang berdiri didepan pintu, "kamu ngapain berdiri disini Apta?"
"Ada yang mau saya bicarakan sama bapa," Apta menjawab sedikit menunduk. Pak Darma mengangguk dan langsung mempersilahkan Apta masuk.
Apta menjilat bibir nya terasa sungkan untuk membahas soal ini. Pak Darma yang tahu akan kemana arah pembicaraan mereka pun mulai berbicara terlebih dahulu, "oh ya Apta,nanti saya beri kamu soal-soal latihan untuk persiapan olimpiade bulan depan."
"Saya ga mau ikut olimpiade itu pak!"
"Tapi ini permintaan orang tua kamu," pak Darma berbicara dengan mata yang sulit di artikan, seperti ada sebuah tekanan yang berusaha ia sembunyikan.
"Bapak kan tau kalau saya lemah di pelajaran itu,saya ga mau ngecewain bapak dan pihak sekolah nanti," jujur Apta. Dia sudah berusaha sekeras mungkin untuk masuk dan menyukai dunia hitung menghitung, tapi tetap saja ia tak menyukai nya.
Pak Darma menghela nafas berat,ia merasa berada disituasi yang sangat sulit. Ia tahu betul dengan kemampuan Apta,dunia nya bukan disini, "maafkan saya Apta,saya tidak bisa berbuat apa-apa sekarang. Kepala sekolah juga sudah setuju dengan keputusan ini,kamu pasti bisa. Dan saya sendiri yang akan mendampingi kamu belajar nanti."
"Tapi pak---" belum sempat Apta menyelesaikan ucapan nya,pa Darma berdiri dan menepuk pundaknya. Apta tau arti tepukan itu,ia berdiri dan langsung pamit keluar dari ruangan pak Darma.
Apta keluar dengan perasaan kecewa juga bersalah. Kecewa mengapa ia tak bisa memilih apa yang dia mau,dan rasa bersalah karna sudah membuat orang-orang terlibat dengan kekangan hidup nya.
🌇🌇🌇
Apta duduk dibangku taman belakang sekolah,ditangan nya sudah ada beberapa lembar kertas berisi soal latihan olimpiade. Pak Darma memberikan nya disaat istirahat pertama tadi. Sudah terhitung setengah jam lama nya dia duduk disana,kelas nya sedang tidak ada guru yang mengajar, jadilah dia berada disana.
Kepala nya terasa ingin meledak,bahkan hanya dengan melihat angka-angka yang ada dikertas itu saja ia sudah merasa pusing. Ia bisa mengerjakan nya soal itu, walaupun dengan usaha yang lebih dan lebih dari pelajaran yang lain.
"Arghhhh," erang Apta merasa frustasi.
"Ckk,berisik," suara decakan seseorang sedikit membuat nya kaget. Siapa? Ia terus bertanya dan melihat ke sekeliling taman,apa ada orang selain dia? Tapi dia tidak melihat siapa pun disini.
"Ga usah maksain diri kalau ga mampu," ucap orang itu dengan nada datar. Sungguh Apta sangat tidak suka direndahkan,dan siapa cewek didepan nya ini,berani sekali dia merendahkan nya.
Sial,apakah cewek ini mendengar keluhan nya tadi. Jika iya,ia merasa sedikit terancam,pasalnya Apta tidak suka terlihat lemah,ia tidak suka jika orang lain tahu kelemahan nya.
Belum sempat Apta membalas ucapan cewek yang berdiri dibawah pohon besar dekat kursi yang ia duduki tadi,orang itu langsung pergi tanpa merasa bersalah. Untung nya Apta sempat membaca sekilas nama yang tertulis diseragam sekolah cewek itu.
Baru kali ini ada cewek yang terlihat tidak tertarik dengan nya,ia rasa siswi-siswi disekolah ini menyukai nya. Dan baru kali ini juga ada orang yang berani merendahkan nya disekolah ini.
"Zera Radhisty," monolog Apta mengingat nama orang yang berani merendahkan nya, "hmm menarik," sudut bibir nya terangkat,cewek tadi berhasil menarik perhatian Apta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Bersama Senja
Teen FictionZera sudah terbiasa dengan kerasnya dunia luar. Apta yang tak bisa bergerak bebas karna sebuah kekangan. Ganesh hidup dengan semua kepalsuan yang kentara. Rana dengan trauma yang enggan pergi dari kehidupan nya. Mampu kah mereka memenangkan permaina...