•4• Rananta Indriaya

0 2 0
                                    

"Kita pulang,"Gilang menarik paksa tangan Rana. Tantu saja gadis itu terkejut dengan sikap Gilang.

"Ini acara kaka belum selesai loh,"ucapan Rana tak menghentikan langkah mereka,malah Gilang semakin gencar membawa Rana untuk keluar dari gedung itu.

Rana hanya pasrah dengan Gilang,sudah dikatakan kalau Gilang tak suka dibantah.

Mobil Gilang melaju membelah ramai nya kota malam,tak ada yang membuka bicara,meraka hanya diam satu sama lain. Sebelum akhir nya Rana menyadari jika ini bukan jalan kerumah nya,"Kita mau kemana,ini bukan jalan kerumah Rana?"tanya nya,namun tak mendapat jawaban.

"Ka Gilang mau bawa Rana kemana?" sekali lagi Rana bertanya,masih dengan keheningan laki-laki didepan nya ini. Rana frustasi dibuat nya,Kali ini tangan nya mencoba mengguncangkan tangan Gilang. Bukan jawaban yang didapat dari Gilang, tapi sentakan kasar. Air mata Rana keluar bergitu saja,ia terisak ketakutan.

"Ck, bisa diam ga!" untuk pertama kali nya Gilang membentak gadis disampingnya.

"Takut,"ucap Rana masih dengan isakan nya, tak terdengar jelas. Ia mencoba memutar otak nya untuk bisa bebas,tangan nya meraih handpone didalam sling bag, mencoba menekan acak nomor untuk dihubungi.

Gilang menyadari Rana akan menghubungi orang lain untuk membantu nya, dengan gerakan cepat ia merampas handpone milik gadis itu,dan membuang nya ke belakang,"jangan coba-coba buat hubungin orang lain!"peringat Gilang dengan penuh penekanan.

Mobil hitam milik Gilang berhenti disebuah apartment milik nya,ia turun dan manarik Rana. Gadis itu berusaha berontak namun nihil,kekuatan Gilang lebih kuat dari nya.

Gilang mengempas kasar tubuh Rana dikasur nya. Demi Tuhan dia sangat ketakutan saat ini,meminta tolong pun rasa nya percuma, karna tak ada yang bisa mendengar nya.

Laki-laki itu berjalan ke arah Rana dengan senyum smirk nya,"lo nolak gue tapi kenapa lo mau nerima dia,hah?!" pertanyaan Gilang membuat Rana tersadar, ternyata ini alasan nya.

Gilang terus maju dan merobek lengan baju yang dikenakan gadis itu. Rana menangis sejadi-jadi nya,ia berusaha menghindar tapi tidak bisa.

"TOLONG!"

"SIAPA PUN TOLONGIN GUE!"
~~~
Rananta terbangun dari mimpi buruk nya,napas nya memburu. Lagi-lagi mimpi terburuk dalam tidur sekaligus hidup nya itu ia alami. Mengapa ingatan itu terus datang,ia hanya ingin lupa lalu sembuh.

Rana menekuk kaki nya,ia ketakutan. Menangis dengan rasa sakit yang selalu membuat nya merasa gila.

"Arghhhh,"teriak Rana dengan frustasi. Bahkan dengan teriakan itu saja rasanya masih ada,takut nya tak kunjung pergi.

Brakk

Pintu kamar nya didobrak, Ratih melihat anak nya terisak diatas kasur. Sangat menyakitkan melihat anak nya seperti itu,"sayang ini mamah sama papah nak,"Ratih menghampiri anak nya, lalu memeluk dengan sayang.

"Udah ya, kamu aman sama kita," Indra ayah Rana menenangkan.

Usapan dikepala Rana membuat nya sedikit tenang, walaupun tak mengurangi ketakutan nya,"aku mau mati aja,"racau Rana tak sadar.

Hati ibu mana yang tak sakit mendengar ucapan itu dari mulut anak nya. Ayah mana yang tak marah melihat anak nya tersakiti seperti ini. Mereka sudah berusaha sekeras mungkin untuk menyembuhkan Rana ke psikiater,tapi tak ada kemajuan. Ingatan itu malah dengan mudah nya datang lewat mimpi.

"Sttt, Rana ga boleh ngomong kaya gitu,"

"Aku kotor,"lirih Rana

"Ga sayang, kamu berharga. Jangan ngomong kaya gitu lagi ya,"kalimat penenang itu sama sekali tak membuat Rana tenang. Kalimat penenang itu tak bisa membuat ketakutan nya hilang.

Mengapa Tuhan menghukumnya seperti ini?

🌇🌇🌇

Rana melihat beberapa pil obat ditangan nya,sebenarnya ia lelah mengonsumsi obat penenang ini hampir setiap hari. Kapan dia bisa tidur nyenyak tanpa obat.

Ia sungguh merindukan ketenangan,ia ingin menutup mata tanpa harus merasakan takut. Ia ingin kembali melihat dunia luar seperti dulu, seperti saat sebelum kejadian itu menimpa nya.

Dia tidak bisa jika terus-terusan hidup seperti ini,setidak nya dia harus sembuh untuk membalas kejahatan orang lain.

Tangan nya mencoba meraih handpone baru yang tak pernah ia sentuh setelah papah nya memberikan itu. Indra sengaja mengganti handpone milik Rana supaya dia tak teringat kejadian satu tahun silam.

Rana tenggelam dalam sosial media yang baru dibuat nya,ia sengaja tidak memakai akun yang dulu digunakan,dengan alasan tidak mau mencari penyakit. Anak perempuan itu membuka akun sekolah nya,rasa nya sudah sangat lama dia tak melihat sekolah nya. Bisa kah ia kembali kesana?

Karna sudah lelah dengan handpone nya, Rana memutuskan untuk pergi ke dapur. Kaki jenjang nya berjalan menuju dapur,terlihat pekerja dirumah nya sedang sibuk membuat kan makan malam.

"Eh non Rana,mau ngapain?"tanya asisten rumah tangga nya saat melihat anak majikan nya didapur.

Rana tersenyum ramah sambil membuka kulkas,"mau ambil minum,"jawabnya lalu duduk dimeja makan.

Cewek itu duduk sambil menunggu kedua orang tua nya untuk makan bersama,ini adalah makan malam pertama bersama meraka setalah kejadian itu. Rana mencoba memulai hidup dengan normal.

Ratih dan Indra tersenyum melihat anak nya ikut makam malam bersama,tak perlu bertanya meraka langsung duduk dihadapan Rana. Mereka bertiga makan dengan tenang,"Rana mau sekolah,"ucap nya sedikit mengejutkan dua orang dihadapan nya.

"Udah hoomscoling kan?"

"Ga mau hoomscoling, Rana mau sekolah normal," terdengar helaan nafas dari Ratih. Bukan nya tidak mengizinkan anak nya sekolah,tapi dia hanya takut,trauma Rana belum sembuh.

"Ga usah banyak mau,jangan nyusahin mulu,"itu bukan suara mamah atau papah nya.

"Ka Angga?"Rana menatap kaka nya dengan sendu,kaka nya masih marah. Kenapa kaka nya marah dengan apa yang tidak ingin diperbuat nya.

"Angga, jangan gitu,"tegur papah nya mengingatkan.

"Gapapa pah,aku emang selalu jadi anak yang nyusahin,"setalah mengatakan itu Rana berlari ke kamar nya.

Sakit sekali rasa nya,orang-orang tak akan pernah menerima keadaanya. Kaka nya benar,dia selalu menyusahkan orang tua nya. Ia tak ingin merepotkan papah dan mamah nya lebih lama lagi karna trauma nya.
Dia harus pergi lalu menghilang dari bumi,agar takut nya juga ikut hilang.

Rana melirik pisau buah diatas nakas nya,harus kah dengan cara itu?

Tidak. Keluarga nya akan semakin dibuat repot jika ia bunuh diri dirumah. Lalu dimana. Rana menjambak rambut nya,dia bingung dengan keadaan saat ini. Ia merasa hidup nya tak diterima,lalu dengan mati pun ia merasa sulit.

Kisah Bersama SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang