Prolog Senja di Pesantren

36 18 3
                                    

Assalamualaikum...

Selamat membaca dan semoga bermanfaat untuk kita semua.
Masih belajar.

#ExclusiveLoveRinz
#ExclusiveWritingChallenge

***

Suasana nan sejuk sore ini menemani langkahku. Suasana ramai para santri hilir mudik, menambah berat rasa diriku meninggalkan Pondok Pesantren Manarul Huda. Tempat diriku ditempa sejak diri memutuskan untuk mondok.

Namaku Basith, seorang Pemuda yang mengubah sejarah kehidupannya. Dari seorang penggila game tak mau belajar bahkan mengaji. Berubah menjadi sosok yang sekarang, sosok yang selalu rindu kepada Sang Pencipta dengan melantunkan ayat-ayat suci.

Saat ini usiaku sudah tak semuda dulu sewaktu baru menginjakkan kaki di penjara suci. Tempat semua orang yang haus akan ilmu, menempa diri mereka untuk belajar Istiqomah, ikhlas dan mandiri.

Berjalan menyusuri jalan di sekitar Pondok Pesantren. Menikmati keindahan senja, melihat hilir mudik pembeli yang mengunjungi beberapa pedagang kaki lima yang ada di sekitar Pondok Pesantren. Sangat senang rasanya, melihat keceriaan santriwan maupun santriwati menikmati aneka camilan.

Segerombolan santri asik bermain bola di lapangan. Adapula yang berkerumun membentuk sebuah lingkaran, mereka khusyuk menghafal bersama. Adapula yang duduk santai membaca buku.

Ada yang menarik perhatian diriku. Mereka bersorak-sorai, bercanda ria bersama. Alhamdulillah, mereka tak kekurangan rasa bahagia diusianya. Berbeda denganku dulu yang masih asik dengan dunia luar sana saat seusia mereka.

Keindahan lain pun tak luput dari pandangan mataku. Santriwan yang sedang bercengkrama dengan kedua orangtuanya. Mereka tampak begitu rindu dengan keluarga. Tak terasa netes eluh di pipi, rasa rinduku hadir. Rasa rindu dengan sosok kedua orang tuaku. Apalagi diriku sudah lama tidak bertemu dengan Ibu tersayang.

"Mas Basith, kok melamun," celetuk Ahmad.

"Eh, enggak kok Mas," sahut Basith yang sedikit terkejut.

"Sudah, pasti njenengan nangis lagi," balas Ahmad, "yuk, temani aku beli nasi goreng di warung Baim," lanjutnya.

Sesampainya di kompleks Pondok Pesantren Al Ihya Ulumuddin. Kami berdua ikut mengantri di antara barisan pelanggan setia nasi goreng di kompleks Pondok Pesantren tersebut. Sembari menunggu pesanan Ahmad jadi. Aku dan Ahmad pun duduk di teras rumah Habib Haidar.

"Mas Basith, kamu itu ya. Kalau lihat santriwan atau santriwati dikunjungi orang tuanya pasti nangis." celetuk Ahmad, "payah banget, laki-laki kok suka nangis gitu," lanjutnya.

Ni anak, gak lihat sikon saja. Buat malu saja nih. Mungkin butuh ulegan cabe rawit yang super pedas. Awas ya nanti di Pondok, akan aku balas. Batin Basith, mendengarkan ocehan sahabatnya itu.

Selepas Magrib pesanan Ahmad baru jadi. Bergegas kami pulang ke Pondok Pesantren, untuk makan malam dan melanjutkan aktivitas di Pondok Pesantren Manarul Huda tempat kami menimba ilmu.

Pondok Pesantren Manarul Huda tempat kami menimba ilmu tak jauh dari Pondok Pesantren Al Ihya Ulumuddin. Serta beberapa Pondok Pesantren lainnya yang ada di Kecamatan Kesugihan. Di sekitar Pondok Pesantren, tempat diriku berjuang mencari ilmu. Ada sekitar lima Pondok Pesantren lain yang berdekatan lokasinya. Sehingga bisa di sebut sebagai Desa Santri.

Rembulan bersinar, tak tersipu malu seperti malam kemarin yang diiringi oleh rintikan air hujan. Namun, kenapa rasa rindu itu kembali datang. Di saat diri harus berkonsentrasi saat kajian. Ya Allah, kenapa hamba merindukan sosok yang telah lama menghilang dari hidupku.

Malam ini saatnya diri menyetorkan hafalan Al-Qur'an, seperti malam-malam sebelumnya. Namun, rasa rindu dengan sosok Ayah sangat mengganggu konsentrasi.

Bismillahirrohmanirrohim, ucap Basith sebelum melangkahkan kakinya ke rumah Pak Kiai untuk menyetorkan hafalannya.


Note :
Eluh : air mata
Njenengan : kamu / anda

Menyingkap Masa Lalu [Open PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang