The Star

482 74 6
                                    

↠ Happy Reading ↞

❄︎❄︎❄︎

Junkyu berjalan sendirian menyusuri jalan setepak yang entah akan berakhir dimana, lagipula Junkyu tidak peduli jika dirinya akan berakhir tersesat dan tidak bisa kembali, dirinya saat ini benar-benar ingin sendiri dan menenangkan hatinya yang kembali tidak baik-baik saja. Hatinya yang kembali berantakan karena seorang Haruto.

"Aku pikir dirimu akan berubah, tapi kenyataannya kamu enggak ada kemauan untuk berubah sama sekali." Gumam Junkyu di dalam keheningan malam. 

Junkyu terdiam sejenak, dirinya menatap lurus ke depan dan menemukan sebuah danau yang ternyata sangat indah saat malam seperti ini, air nya yang memantulkan cahaya bulan ditambah bintang-bintang yang bertaburan banyak di langit mendampingi sang bulan. Junkyu tersenyum tipis, ternyata jelajah malamnya membuat dirinya menemukan sebuah tempat yang sangat indah dan cocok untuk menenangkan diri.

"Tuhan engkau baik sekali kali ini, sampa engkaui memberikanku tempat yang indah untuk beristirahat sejenak." Junkyu langsung berlari kecil dan duduk di pinggir danau itu, tentu saja dengan dua sudut bibirnya yang sedikit tertarik ke atas.

Junkyu menatap air danau yang terlihat sangat jernih, bahkan ia bisa melihat pantulan wajahnya yang saat ini terlihat menyedihkan dan penuh kekecewaan. Dirinya menghela napas panjang, dirinya menjadi ingat kejadian tadi sore yang hampir membuat jantungnya lepas dari tempatnya. Junkyu mengusap wajahnya kasar, ternyata Haruto-nya tidak memiliki niatan untuk berubah menjadi lebih baik, tangannya ia letakkan di dadanya, merasakan detak jantungnya yang masih terdengar ribut. Junkyu tertawa miris, menertawakan dirinya yang sungguh menyedihkan ini.

"Apa aku harus benar-benar pergi agar bisa membuatmu berubah?" Tanya Junkyu dengan menatap air danau yang sangat indah itu.

"Apa aku harus meninggalkan dirimu agar kamu sadar, bahwa pada akhirnya aku menyerah dengan semua keadaan yang ada?" Tangannya mulai menerpa air danau yang terasa dingin di kulitnya.

"Haruto, apa diriku saja memang tidak cukup? Mengapa harus ada orang lain di antara kita? Apa sebegitu membosankannya bersamaku? Apa sebegitu sulitnya untuk bergantung kepadaku? Bagian apa lagi yang harus aku lakukan agar dirimu berhenti menyakitiku?"

Junkyu menghela napasnya, ternyata hanya berbicara sendirian itu tidaklah menyenangkan. Hanya ada pepohonan yang gelap dan danau yang diam dengan tenang. Jika diingat dulu, Junkyu suka bercerita segala hal kepada Haruto, namun sekarang tidak lagi. Haruto tidak mendengarkan Junkyu lagi, bahkan mampir ke apartement-nya pun tidak. Mungkin Haruto sudah tidak sudi untuk menginjakkan kakinya di apartement Junkyu yang biasa saja. Sekali lagi, Junkyu mendangak dan menemukan langit dengan bintang yang bertebaran bebas di atas sana, tidak ada yang mengganggu dan membenci satu sama lain, hanya hidup berdampingan dengan damai. 

"Memiliki cita-cita menjadi bintang sepertinya menyenangkan." Gumam Junkyu dengan suara yang sudah bergetar.

Bagaimana tidak bergetar, sudah 30 menit lebih ia duduk di situ hanya dengan pakaian yang tipis dan tidak hangat sama sekali. Jika Junkyu memutuskan untuk berdiam diri selama 30 menit lagi bisa dipastikan dirinya akan mati kedinginan.

"Andai kehidupanku sama dengan mereka, bukankah lebih menyenangkan? Hanya diam, hidup berdampingan, tanpa ada pertikaian seperti kehidupan menjadi manusia. Ini Terlalu menyusahkan!"

"Namun, aku sudah terlanjur dilahirkan dan ditinggalkan. Menyakitkan sekali ternyata ditinggal oleh orang-orang terkasih kita. Bagaimana bisa kalian meninggalkanku begitu saja, beban di pundakku terasa sangat berat, Bunda. Aku membutuhkan elusan tanganmu di kepalaku. Aku butuh pelukan Ayah. Tapi, sangat disayangkan kalian meninggalkan aku lebih dulu."

"Apa aku harus menyusulmu saja, Bunda? Aku terlalu lemah untuk bertahan hidup sendirian di dunia yang kejam ini. Ayah, Junkyu rindu. Apa Ayah tidak rindu Junkyu? Ah, tapi sebaiknya Ayah tidak usah melihat Junkyu. Terlalu menyedihkan, nanti Bunda sedih dan Ayah akan marah. Junkyu rindu dengan kalian. " 

"Aku masih ingat, jika dulu dirimu pernah berjanji di hadapan hamparan bintang bahwa kamu tidak akan pernah menyakiti diriku walaupun seujung kuku, kamu tidak akan pernah membiarkannya. Tapi, ternyata sekarang dirimu menjadi alasan terbesar aku patah hati. Kamu yang menyakitiku pada akhirnya, Haruto."

Terkadang memang seperti itulah sebuah kehidupan. terlalu pahit dan sulit untuk dijalani sendirian, karena pada dasarnya tidak ada kebaikan yang alami di dunia ini, semua harus ada imbalan yang setimpal untuk bisa mendapatkan kebaikan dari mereka. Junkyu mengusap pipinya yang basah oleh air matanya. Terlalu sakit, sampai membuat dirinya lupa jika sudah tidak kuat untuk tetap berdiam diri di situ terlalu lama. Berdiri dengan pelan dengan tangan sebagai bantuannya dan perlahan bangkit dengan wajah basah oleh air mata dan bibir bergetar yang artinya ia sudah menggigil dan butuh sebuah kehangatan.

Junkyu berjalan kembali, menyusuri jalan dengan pelan sampai melihat cahaya tendanya yang tertangkap oleh indra penglihatannya. Berjalan dengan tertatih Junkyu berusaha sepelan mungkin untuk kembali ke tendanya, takut mengganggu Jihoon dan Hyunsuk yang mungkin saja sudah beristirahat untuk menyambut hari esok.

"Tuhan, berikan aku tidur yang nyenyak, tapi jangan terlalu dalam, aku takut tidak terbangun lagi karena terlalu lelah oleh urusan duniawi yang tidak kunjung selesai."

Junkyu masuk ke dalam tenda-nya, tidak tahu jika sepasang mata tajam itu menatapnya dengan rasa salah yang mendalam dan keinginan untuk tidak melepaskan Junkyu mau bagaimanapun caranya. Seorang Watanabe Haruto. Sang lelaki tampan, namun bodoh dan juga kejam.

"Maaf, aku selalu membiarkanmu bercerita dengan bintang, yang bahkan selalu aku perlihatkan kepadamu betapa indahnya mereka saat bersanding dengan bulan. Aku tidak tahu jika ternyata mereka akan menjadi pendengar terbaik dan setiamu. Bukan diriku lagi, Kim Junkyu."

❄︎❄︎❄︎















- TBC -

Reckless ; Harukyu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang