Tapi ia juga sadar ini semua tentang keadaan, jadi untuk melarang pun tidak akan mengubah apapun.
.
.
.
Semilir angin menghembus memasuki jendela kamar hingga gorden bergerak menyapu wajah cantik seorang gadis dengan mata sayu, duduk termenung menatap malam dengan bulan bersinar memperlihatkan lautan bintang. Entah berapa lama ia sudah duduk memeluk lututnya, tatapan yang seakan-akan memikirkan suatu hal rumit. Tiga hari sudah ia meninggalkan pekerjaan kotornya, dan selama itu pula ia tinggal di rumah mewah keluarga Hadianto. Bersembunyi dari intaian, serta bayang-bayang mucikari brengsek.
Awalnya dia hanya ingin bekerja seperti biasa, namun tiba-tiba pikiran untuk menghindar dari dunia toxic itu muncul, dan jalan satu-satunya dari solusi yang ia pikir benar hanya tinggal di rumah itu. Bagaimana dengan lukanya? Memang penghuni rumah sempat menatapnya dengan aneh bahkan Atima sempat menanyainya, dan tentu saja ia menjawab dengan cerita palsu.
Tok..tok..tok.
Suara ketukan itu tidak menggangu Damara, justru ia hanya melihat kearah pintu lalu kembali melihat keluar jendela. Karena tidak mendapat respon dari penghuni kamar, seseorang itu membuka pintu dengan mendapati orang yang dituju tengah duduk menatap keluar jendela, dia meletakkan nampan yang berisikan susu, makanan ringan, dan obat-obatan di nakas yang tidak jauh dari Damara.
"Tuan Wisnu menyuruh membawa itu untukmu,"ucapnya dengan mengarahkan dagu kearah nakas.
"Sebenarnya apa yang sudah terjadi padamu? tidak mungkin luka-luka itu muncul hanya karena kamu terjatuh."selidiknya dengan tatapan tulus seorang Ibu, menggenggam tangan Dama dengan lembut.
Damara menatap Atima dengan tersenyum, ia merasa tersentuh dengan perhatian wanita yang tengah duduk di depannya. Selama Damara tinggal di rumah itu, Atima sangat memperhatikan Dama selayaknya seorang anak kandung.
"Bolehkah aku mengeluh, Bik?"
"Jika dengan itu kamu dapat merasa baik, kenapa tidak."
"Bibi mau peluk, Damara?"
"Sini, Nak."
Dia menenangkan Damara dengan mengusap-usap rambutnya, entah kenapa gadis yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri tiba-tiba, menangis di dalam pelukannya. "Bibi Dama capek. Mau pulang tapi, Dama tidak punya tempat itu."
"Bibi tidak tahu permasalahan mu, Nak. Tapi, Bibi tahu kamu gadis kuat. Percayalah Anak ku, dibalik semua itu akan ada hikmah yang akan kamu dapat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Babysitter
ChickLitBagaimana jika kamu harus menjadi wanita penghibur disalah satu rumah hiburan terbesar, apa kamu akan bahagia karena mendapat uang banyak? Mungkin kamu akan membayangkan, hanya dengan melayani pria-pria brengsek akan mendapat uang. Tapi, kenyataanny...