"Ti..ahhh Rajen,"desahnya dengan mencengkeram lengan Wisnu.
"Hahh..Damara!"
.
.
.
Hari ini, detik ini, dia tidak ingin melaluinya dengan cepat. Wanita itu, siapa lagi jika bukan Damara. Ya ia, yang kini merasakan hangatnya pelukan dari sosok tampan. Siapa yang tidak ingin merasakan perlakuan hangat dari seorang pria yang ia cintai, siapa yang tidak bersyukur karena telah bertemu dengan sosok hangat sepertinya, ya dia Wisnu.Wisnu pria lembut yang Damara kagum sejak pertama bertemu, sungguh bagaimana ia bisa menolak pesona dari pria seperti itu.
"Apa yang membuat mu tersenyum begitu lebar?"Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Damara.
"Kamu,"jawab Damara dengan binar bahagia menatap mata pria disampingnya.
Wisnu memeluk kekasihnya dengan erat."Kalau begitu aku adalah pria beruntung, karena sudah membuat wanita cantik ini tersenyum."
Entah kenapa dia merasa takut, takut jika semua yang ia lalui akan berakhir. Ia takut untuk rasa bahagia yang saat ini dirasakan, hatinya gelisah. Pelukan erat Damara membuat Wisnu bingung, seperti ada yang di sembunyikan oleh sang kekasih hingga dia tampak gelisah.
"Apa ada yang kamu takutkan, Dama?"
Dia mengangguk menjawab pertanyaan itu. "Kenapa Sayang? cerita lah, aku disini ada untukmu."
"Sebentar lagi pesawat kita akan sampai, aku tidak mau mengakhiri semua kebahagiaan ini."
Pria itu melepas pelukan sang kekasih, dia menatap dengan dalam sambil mengelus lembut wajah wanita itu."Tidak ada yang akan berakhir, Sayang. Semua akan tetap sama, aku milik mu dan kamu milik ku tidak ada yang bisa merubah itu."
"Jangan pergi, Rajen. Aku membutuhkan mu,"lirih Damara dengan tersekat.
"Suttt jangan menangis, Dama. Air mata, wajah sedih mu sungguh menyakiti ku. Dengarkan ini, apapun yang terjadi aku tidak akan meninggalkan mu, mengerti?"Dia mengangguk menjawab itu.
Wisnu membawa kembali kekasihnya kedalam pelukan, entah sampai kapan saat-saat romantis itu dapat bertahan tidak ada yang pernah tahu bagaimana jalannya waktu, kapan saja semua itu akan terganti oleh suatu hal tak terduga.
Pukul setengah lima sore mereka berdua telah sampai di halaman luas mansion keluarga Hadianto, mereka berdua masuk dengan senyum yang tidak pernah luntur tatapan cinta itu selalu terpancar dari keduanya. Orang-orang disekitarnya pun dapat merasakan atmosfer cinta dari keduanya.
"Rajendra Wisnu Hadianto."
Suara panggilan tegas itu membuat mereka terkejut, dengan secara refleks pula pria itu melepas gandengan mereka. Kini mata pria itu saling bertatapan dengan mata tajam seorang pria paruh baya yang tampak masih gagah, Damara yang masih mencerna sedikit menatap kecewa tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Babysitter
Literatura FemininaBagaimana jika kamu harus menjadi wanita penghibur disalah satu rumah hiburan terbesar, apa kamu akan bahagia karena mendapat uang banyak? Mungkin kamu akan membayangkan, hanya dengan melayani pria-pria brengsek akan mendapat uang. Tapi, kenyataanny...