Bab 22. Prasangka

1.6K 38 5
                                    

Dinginnya malam menemani Damara yang tertidur pulas, sampai beberapa saat suara dentingan pesan masuk dan panggilan tak terjawab menganggunya. Dengan kesal ia melihat isi pesan tersebut, yang berupa vidio singkat tak senonoh.

+1247*****

"I got you, Babe"

***

Suara dorongan pintu dengan kasar itu membuat seorang wanita refleks terduduk dengan rambut tak karuhan. Tanpa ada persaan bersalah telah masuk tanpa izin, sih pelaku langsung menyiraminya dengan perkataan rohani.

"Bangun lo setan! mau sampai kapan lo tidur, udah tengah hari ini."

"Apaan sih, Va?! masih pagi udah ganggu aja lo,"kesal wanita.

Tanpa Perasaan sang pelaku melempar selembar kartu nama, lalu ia menuju tempat pakain sang korban yang kini sedang membaca selembar kertas dari temannya.

"Klien buat lo. Kali ini Hide nyuruh lo kerja di luar Xonca."

"Argghh gue capek, sialan!"umpat sang wanita mengacak-acak rambutnya.

Ivanna membawa gaun hitam dengan potongan rendah kehadapan sang wanita, yang tengah frustasi menatap selembar kertas yang masih di genggamannya."Kenapa sih? terus kenapa tuh mata, nggak tidur lo?"

"Lihat,"balasnya melempar handphone pada Iva.

"Anjing. Lo hot juga kalau main,"ucap Ivanna takjub melihat vidio tak senonoh temannya.

Dengan perasaan dongkol Damara memukul kepala tanpa otak tersebut."Gue normal, sialan!"

"Sakit, Bitch. Jadi, itu alasan mata lo hitam kayak kunti."

"Gue takut jika itu dia. Gue malu, Va."

Mata itu menatap lekat keadaan sang lawan bicara. tatapan sendu, bercampur menjadi satu dengan tatapan takut. "listen Bitch. Apa yang lo takutin? apa yang buat lo malu? fakta kalau lo udah jadi jalang sesungguhnya? lihat sekarang, prinsip lo, keperawanan yang lo banggain musnah. Lalu apa yang tersisa di diri lo Damara? nggak ada. Kita bagian Xonca, dan mungkin selamanya akan seperti itu, artinya perasaan itu nggak berlaku buat kita. So, tau diri Bitch."

"Mulut lo busuk, sialan!"kesalnya menyambar baju yang disiapkan, sambil berlalu menuju kamar mandi.

"Hahaha dandan yang bener, Bitch."

Perkataan itu masih terdengar jelas, dia menatap dirinya di kaca wastafel. Benar, apa yang tersisa di dirinya? sekarang ia hanya seorang jalang, semua prinsip lenyap entah kemana. Seperti hal tubuh tanpa jiwa, ia hanya menjalani hidup tanpa tahu tujuan.

 Mahavir Company nama gedung yang kini Damara pijak, perusahan besar entah terdapat berapa lantai ia pun tak tahu. Setahunya perusahaan itu sedang meningkat pesat di kalangan pebisnis, bagaimana tidak perusahaan itu bergerak di bidang perhotelan serta perusahan waralaba yang cukup trend dari segala usia.

 "Kira-kira berapa total aset orang itu, apa lebih besar dari Nendra atau sih sialan Alex? yang pasti aset kekasih ku lebih besar, sepertinya"monolog random Damara.

Tanpa berlama-lama lagi wanita itu mendatangi meja resepsionis, dan tentunya di setiap langkah itu selalu mendapat tatapan sinis serta menggoda. Bagaimana tidak dress hitam membentuk lekuk tubuhnya, punggung yang terekspos bebas sangat menggoda jiwa pria-pria hidung belang.

"Tuan Adyatma Mahavir,"ucap Damara dingin.

"Sudah ada janji sebelumnya?"tanya sang resepsionis sedikit sinis.

Not A BabysitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang