0/6

272 22 2
                                    

[ lima tahun lalu ]

langit hari itu nampak begitu cerah.

saking cerahnya, sampai wajah rega yang putih itu memerah dan berpeluh.

tapi hari ini tepat hari ulang tahun awan, dan rega sudah bersiap-siap dari pagi untuk mengunjungi rumah kekasihnya itu.

laki-laki berusia 15 tahun itu duduk di teras rumah awan, menunggu si empu untuk keluar.

tapi awan tidak keluar. tidak untuk selama-lamanya.

meski saat rega meneriakkan namanya. meski saat rega melihat kakak awan, juna, berlari keluar dari rumah dan memeluknya erat.

rega suka membayangkan bahwa beberapa hal memanglah takdir. dan pertemuannya dengan awan juga adalah sebuah takdir.

rega tidak pernah menyesal. tidak pernah marah mengapa awan meninggalkannya begitu cepat, mengapa waktu seakan berhenti sejak hari itu dan lukanya tidak pernah sembuh.

rega tidak marah.

ia hanya kecewa. pada dirinya sendiri yang tidak pernah sungguh-sungguh menyatakan ia menyayangi awan, bahkan saat yang lebih muda ada di titik-titik terakhirnya.

rega pernah berpikir bahwa kehidupan tanpa awan bagaikan mimpi buruk yang tak kunjung usai.

ternyata lebih dari itu.

setiap kali ia diberi tatapan kasihan oleh orang-orang disekitarnya, rega ingin berteriak. karena sungguh, tidak ada yang perlu mereka kasihani.

awan sudah tenang disana. awan tidak lagi merasakan sakit, sebagaimana dulu saat jiwanya masih berada disamping rega.

awan tidak perlu menangis sendirian saat penyakit sialan itu menggerogoti tubuhnya. tidak lagi.

awan telah bebas, ruhnya telah terbang ke langit, tempat dimana seharusnya awan memang berada.

rega seharusnya memang menghargai keberadaan awan lebih baik dulu.

tapi penyesalan akan selalu ada diakhir, kan?

camaraderie | markrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang