"Jadi, apa yang menarik?" tanya Jea sembari menyilangkan tangannya.
Jungkook tersenyum miring kemudian mendudukkan dirinya di kursi piano.
Tunggu, sejak kapan ada piano?
"Apa kau punya kekasih?"
Jea memutar bola matanya, "Bukan urusanmu tuan Jeon. Apa ini yang kau maksud 'menarik' itu? Jangan jadikan ini sebagai pengalihan, aku kesini karena kau memakan makanan milikku lagi!" balasnya.
"Apa kau punya hubungan dengannya?"
"Dengannya siapa?" tanya Jea sembari mengerutkan keningnya.
"Lelaki yang tinggal di rumah ini juga."
"Ah, Taehyun? Dia teman kecilku." Jea mendudukkan dirinya di pinggiran kasur, kakinya pegal karena terus berdiri dan berjalan. "Tunggu, kenapa aku harus menjawab pertanyaanmu?"
Jungkook tertawa kecil, "Karena aku ingin kau jadi kekasihku." Jawabnya.
Jea tertawa kecil kemudian beranjak dari tempatnya duduk, ia melangkahkan kakinya menuju pintu kamar, "Dan aku tidak mau memiliki kekasih yang selalu menghabiskan makananku. Kau bisa membuatku mati kelaparan, Tuan Jeon." ucapnya kemudian masuk ke dalam kamarnya yang tepat berada di samping kamar Jungkook.
____
"Dalam waktu setengah jam aku akan sampai di sana, pastikan semuanya sudah siap. Baik." Jea menutup panggilannya kemudian menghentikan langkahnya di hadapan cermin besar dan menatap tampilan dirinya.
Sempurna.
Jea melangkahkan kakinya keluar kamar dan lekas menyalakan mesin mobilnya. Ia harus sampai di studio secepatnya. Hari ini ia harus memantau proses pemotretan koleksi pria pertamanya. Sejak memulai karirnya, Jea fokus pada pembuatan pakaian wanita dan beberapa bulan yang lalu akhirnya ia memutuskan untuk mengeluarkan koleksi pakaian pria pertamanya. Alasannya? Tentu saja untuk memperluas pasarnya.
"Sudah siap semua? Jika sudah, maka ayo mulai." Ucap Jea pada semua orang yang ada di dalam studio itu.
"Jea, sepertinya kau harus datang ke ruang fitting. Leo tidak datang hari ini jadi kami mencari penggantinya tapi-"
Setelah mendengar perkataan Vivi - asistennya, Jea bergegas memasuki ruang fitting biasa para model mengganti pakaiannya. Vivi segera menyuruh model yang sudah siap keluar dari ruang fitting dan memulai pemotretan. Jea tidak suka ruangan penuh dengan orang ketika ia akan melakukan sesuatu, jadi Vivi biasanya akan menyuruh beberapa orang keluar dari ruangan.
"Modelnya ada di sana, panggil aku jika butuh bantuan. Aku akan mengawasi pemotretan." ucap Vivi sebelum akirnya meninggalkan ruang fitting setelah mendapat balasan anggukan dari Jea.
Jea mendapati punggung seorang lelaki berambut pirang sedang mengenakan pakaian buatannya dengan hati-hati. Ia menghampiri lelaki itu kemudian langsung membantu memasangkan pakaiannya tanpa banyak bicara.
"Aku suka cara kau berhati-hati mengenakan pakaian buatanku." Puji Jea kemudian melangkahkan kakinya berhadapan dengan model lelaki itu. Ketika ia akan mengancingkan pakaian itu, Jea melihat ada sebuah tato tulisan yang tidak asing dibagian pinggang lelaki itu.
"Dan aku suka cara kau menatap tubuhku."
Jea menengadahkan kepalanya setelah mendengar suara yang terdengar akrab di telinganya. "Taehyun? Sedang apa kau di sini?"
"Terry, beberapa orang memanggilku seperti itu." jawab Taehyun santai.
Jea menghela nafasnya, ia lupa bahwa nama panggung Taehyun adalah Terry. Semua orang yang mengenalnya sebagai model, memanggilnya Terry.
Jea memandang tubuh Taehyun dari atas ke bawah kemudian kembali mengancingkan blazer yang terpasang pada tubuh Taehyun, "Pakaiannya tidak ada masalah, ukurannya sangat pas pada tubuhmu. Sepertinya tidak ada yang harus aku perbaiki." ucap Jea.
Taehyun tersenyum kemudian mengangkat dagu Jea, "Aku suka wajah seriusmu, sangat cantik." Ucapnya yang sukses membuat Jea terdiam. "Tidak ingin memberiku semangat?"
Jea menatap Taehyun sebentar sebelum akhirnya meletakkan telapak tangannya pada kepala lelaki itu dan mengusapnya, "Semangat, Hyun." ucapnya kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Taehyun yang tersenyum sendirian.
Deg deg deg.
Sial, kendalikan dirimu Je. Pikir Jea sembari mengelus dadanya. Hari ini ia harus fokus karena masih banyak hal yang harus ia kerjakan.
___
Jea menghela nafasnya lega sembari menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. Ia melepaskan heelsnya sejenak untuk meregangkan pergelangan kakinya yang terasa sakit. Tiga jam telah berlalu, pemotretan tampaknya sudah selesai namun sayangnya Jea masih belum bisa pulang karena masih ada beberapa hal yang harus ia kerjakan di studio kerjanya.
"Lain kali kau harus membawa sandal atau sepatu santai lainnya dan menggunakannya disaat seperti ini."
Jea mengalihkan pandangannya ketika sebuah suara muncul dari balik pintu kemudian mendudukkan diri di sampingnya. Lelaki itu meraih kedua kaki Jea perlahan ke pangkuannya, membiarkan kedua kaki indah itu berada pada paha Taehyun. Lelaki itu kemudian memijit kedua kaki Jea bergantian dengan hati-hati.
Bingung harus bereaksi seperti apa, Jea hanya terdiam membiarkan Taehyun memijat pergelangan kakinya. Sebenarnya hal seperti bukan lagi hal baru yang Jea alami dalam hidupnya. Beberapa tahun yang lalu Jea sering meminta tolong pada Tae bersaudara itu untuk memijat kakinya atau bahunya ketika ia merasa sakit atau lelah. Oh ayolah, mereka sudah saling mengenal selama sepuluh tahun, dan itu bukan waktu yang sebentar. Hal seperti ini pasti akan ada disaat mereka sedang lelah.
Namun kenapa jantungku tetap berdetak dengan kencang?
Tampaknya hubungan hampir sepuluh tahun itu belum begitu berarti dibandingkan usia pacaran mereka yang hanya terhitung bulan. Sebelum Jea menjadi kekasih Taehyun, Jea belum pernah merasakan hal seperti ini.
Pengaruh Taehyun selama beberapa bulan terakhir pada lima tahun yang lalu sangat kuat. Lelaki itu berhasil mengubah pandangan Jea pada lelaki itu. Sebelumnya Jea hanya memandang Taehyun sebagai lelaki kecil lucu yang sangat dekat dengannya, namun seketika Taehyun mengubah cara pandang padanya menjadi seseorang lelaki yang bisa membuatnya ketergantungan tanpa disadari.
Taehyun itu berbahaya.
"Jangan menatapku seperti itu, noona." ucap Taehyun tanpa mengalihkan pandangannya dari kaki Jea.
Wanita itu seketika terkesiap, Taehyun mempunyai mata elang dan Jea sudah menduga itu sejak pertama kali pertemuannya dengan pria itu lima belas tahun lalu. Kalian tidak bisa bermain-main dengan Taehyun.
Jea berdeham sembari menarik kakinya dari paha Taehyun lalu kembali mengenakan sepatu heelsya, "Terimakasih," ucapnya kemudian beranjak dari sofa itu.
"Setelah ini apa kau ada waktu?"
"Tidak, masih ada yang harus kulakukan di studio." jawab Jea kemudian melenggang meninggalkan Taehyun. Wanita itu memasuki mobilnya kemudian memasang sabuk pengamannya dengan seksama, memastikan benda itu benar-benar kuat dan pas untuk melindungi tubuhnya.
Ketika Jea akan menyalakan mesin mobilnya, seketika pintu mobilnya terbuka dan melihat presensi Kang Taehyun. Lelaki itu lalu mengurung tubuh Jea dengan kedua tangannya, tubuhnya menaiki kursi jok yang sama dengan wanitu itu, membuat Jea seketika mau tak mau harus mundur dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran jok mobilnya. hidung lelaki itu terus menghapus jarak diantara mereka perlahan sembari tersenyum kecil. Nafas semakin tertahankan, Jea merasakan bunyi jantungnya sudah semakin dekat dengan telinganya.
Ini sangat gila.
"Hyun, kurasa kau harus menyingkir dari hadapanku. Aku sibuk." ucap Jea pelan. Sungguh, bayangkan seberapa kuat Jea harus menahan perasaan gila ini agar tidak kentara.
"Tidak, kecuali kau mengijinkanku untuk mengantarmu."
Jea menutup matanya sembari mengumpat dalam diam, permintaan yang tampak mudah dan sederhana namun sangat memberatkan Jea.
KAMU SEDANG MEMBACA
After 5 Years (Sequel Boy Friends)
RomanceSemenjak meninggalkan Korea Selatan, Jea melanjutkan pendidikan magister nya di paris sekaligus merintis karir sebagai fashion designer disana. Hari harinya tidak ada yang spesial, ia terus menghabiskan waktunya pada kuliah dan pekerjaannya. Tahun d...