Sepasang tangan kekar menahan tubuh Minju tetap di udara, tidak jadi terjerembab di lantai keramik yang kotor, tidak menjadi keset bagi murid lain yang tak sengaja menginjaknya. Siapapun orang ini, Minju perlu berterimakasih. Dia berhutang untuk itu.
"Kau tidak apa-apa?"
Suara ini. Tanpa perlu mendongak lagi Minju langsung mengetahui siapa lelaki yang tengah berada di belakang punggungnya. Menahan tubuh Minju agar tak jatuh dengan lengan besarnya itu terlihat sudah terlalu terbiasa menangani hal-hal semacam ini. Kebetulan yang menyebalkan.
Dalam sekali sentakan, Minju segera melepaskan tangan Chaewon dari tubuhnya, berdiri dengan sempoyongan. Membiarkan kakinya —lembek karena tak sering berolahraga— menahan bobot tubuh agar tidak jatuh lagi. Lumayan susah, tetapi itu lebih baik ketimbang harus berada sangat dekat dengan pemuda ini.
"Kau tidak apa-apa kan? Kakimu, apakah sakit?" Chaewon melontarkan pertanyaan lagi, seolah tidak akan berhenti sebelum mendengar jawaban langsung dari mulut Minju.
"Tidak, tidak apa-apa," jawab Minju dengan senyum canggung.
"Maaf yah, ini gara-gara aku."
"Bukan salahmu kok," sahut Minju cukup keheranan pada pemuda satu ini. Kesalahan apa yang membuatnya harus minta maaf? Sudah jelas-jelas ini salah Yuri. Kalau saja wanita ular itu menjaga mulutnya dan tak berkata apapun, dia tak akan terjebak di dalam situasi semacam ini. Terjebak, berdesak-desakan, lalu bertemu pemuda yang harusnya tak dia temui.
Minju mengedarkan pandangan ke seluruh arah, beruntung rombongan tim basket tadi sudah berlalu, yang berarti kerumunan masa sudah menghilang. Tidak ada tanda-tanda Yuri. Gadis itu bagai menghilang di telan bumi. Raib entah kemana. "Yuri sialan," desisnya.
"Kau bilang apa?" Chaewon mencondongkan tubuhnya ke arah Minju.
"Eh.. Tidak!" Minju sontak mundur beberapa langkah, wajahnya sudah panik. Dia merasakan getaran dari benda yang ada di tangannya, sebuah notifikasi pesan dari sang kekasih. Minju tersenyum, namun hanya beberapa saat sebelum wajahnya kembali panik. Seolah dia baru saja tertangkap basah sedang bersama pria lain oleh kekasihnya.
"Hahaha.. Kau lucu sekali~" Chaewon tertawa pelan sembari mengusak rambut gadis di depannya. Tawa yang pastinya bisa membuat gadis lain terpikat semakin lekat, tetapi tidak berlaku untuk gadis ini.
Minju masih memiliki sopan santun, dia tak langsung menepis secara kasar atau berwajah masam. Dia mundur beberapa langkah untuk menghindari jangkauan tangan Chaewon. Penolakan secara halus ini ternyata berhasil. Karena kemudian tawa Chaewon padam, terganti oleh senyum canggung. Tangan yang tadinya bergerak mengacak rambut Minju juga ditariknya mundur, dan kini berada di dalam saku celana bagian depan.
"Ayo ke mobilku—"
"Tunggu dulu," sela Minju cepat. "Kita harus menunggu Yuri dulu, dia pergi ke toilet." 'Mungkin,' Minju hanya menduga-duga padahal dia sendiri pun tak melihat kapan Yuri menghilang, atau ke arah mana gadis itu pergi.
Atau 'mungkin' ini semua memang rencana Yuri. Mengucap sebuah janji, lalu menghilang seperti asap.
"Oh, baiklah.. Kita tunggu sebentar."
Chaewon mengiyakan, meskipun dari wajahnya malah terlihat agak kecewa.
Namun, ini terlihat bagus bagi Minju. Dia jadi punya alasan untuk menunggu lebih lama dan membuat pemuda ini gusar, lalu Chaewon sendiri lah yang akan memutuskan pendekatan mereka. Minju jadi tak perlu memikirkan alasan menolak, salahkan saja pada Yuri. Toh memang dari awal ini salah gadis itu.
"Maaf yah, Aku tak enak kalau pergi tiba-tiba tanpa memberitahunya. Kita kan bertemu sekarang karena dia."
Benar, begitu Minju. Bersikap baik dan manis, lalu limpahkan semuanya pada Yuri. Kambing hitamkan dia. Dan, kau tetap akan mendapatkan gelar sahabat paling setia kawan di muka bumi.
"Iya, tidak masalah kok—" Ucapan Chaewon diintrupsi oleh sebuah getaran yang berasal dari saku depan celananya. Dia segera mengeluarkan ponsel lalu senyum kembali mengembang tepat setelah Chaewon menatap layar. "Sepertinya Yuri sedang tidak enak badan, dia menyuruh kita pergi saja tanpa menunggunya, ayo".
"Ah.. Begitu.. baiklah."
'Baiklah'
Bukanlah penjelasan tepat untuk senyum canggung, tatapan layu serta langkah lemas. Minju sudah kehilangan semangat. Membiarkan tangannya digandeng oleh pemuda ini menyusuri koridor sekolah. Tangan besar itu seolah tak membiarkan Yuri untuk kabur, hingga mereka sampai tepat di sebelah BMW X1.
"Silakan~" Chaewon membukakan pintu mobil, mempersilakan Minju untuk masuk lebih dulu.
'Mencoba bersikap gentel huh? Itu tak akan meluluhkanku, jadi sebaiknya kau berhenti saja dasar flower boy!'
"Terimakasih..." Minju membalas senyum lima jari dari Chaewon saat memasuki mobil tersebut. Dia tentu saja tak mengatakan segala makian yang ada dalam isi kepalanya. Itu terlalu kasar, dan Minju tak ingin citranya menjadi buruk kalau sampai terdengar oleh kekasihnya, Yujin. Meskipun tidak ada yang tahu, siapa sosok sebenarnya dibalik akun itu. Siapapun, tetapi Minju yakin itu bukanlah si pemuda berambut ikal ini. Mereka berbeda, dia bisa merasakannya.
"Kenapa kau tidak ikut klub basket?" tanya Minju, tepat setelah mesin dinyalakan.
Dennis menoleh sesaat, tersenyum, lalu kembali fokus menancap gas. "Itu yang ingin kau tanyakan mengenai basket?"
"Mungkin," ujar Minju sambil mengangkat bahu. Terkesan tak terlalu peduli, tetapi malah membuat presepsi lain dalam kepala Chaewon.
'Imut'.
"Kalau begitu, aku akan simpan pertanyaan itu sampai kita tiba di Cafe."
Minju mengangkat alis, menyiratkan rasa penasaran yang lebih condong pada 'orang ini aneh sekali', dan kembali bersikap seperti biasa. "Terserah kau saja."
Keheningan kembali mengisi di antara mereka. Chaewon sibuk memperhatikan jalan dan Minju sibuk menatap layar ponsel. Beberapa pesan telah dia buka dan balas, tetapi itu sudah bermenit-menit berlalu semenjak dia terjebak di kerumunan masa. Tidak ada balasan lagi, tidak ada kabar dari Yujin. Ini cukup membuat Minju dongkol tentunya, padahal dia sangat membutuhkan Yujin, butuh seseorang untuk berbagi keluh kesah. Ada banyak hal yang ingin dia ceritakan saat ini juga, kekesalannya pasti akan langsung reda jika membaca pesan dari Yujin.
"Sudah sampai."
"Eh," Minju mengerjap beberapa kali. Terlihat jelas bahwa dia sudah melewatkan momen hingga tak menyadari mereka telah sampai di are parkir Cafe. Mungkin juga tak menyadari obrolan Chaewon saat perjalanan tadi. "...Terimakasih."
Chaewon tersenyum lagi, tetapi kali ini dia sepertinya mengetahui ada hal yang disembunyikan oleh Minju. "Kau sedang memikirkan apa?" tanyanya sembari mengikuti langkah gadis itu.
'Aku ingin pulang, aku ingin bersantai di rumah.'
"Tidak ada."
Minju bukan gadis pendiam. Dia bahkan terkesan cerewet dimana pun, di kelas, di rumah, atau tempat-tempat dirasa nyaman. Tetapi, Chaewon membebankan sesuatu yang tak kasat mata. Menekannya untuk selalu bungkam.
"Kau suka cokelat? Dessert Box di sini terkenal enak loh." Chaewon berjalan mendahului Minju.
Pemuda itu sudah tahu tentang ketidaknyamanan Minju. Dia tak melakukan kontak fisik lagi. Seakan semua itu terpancar dari sorot mata Minju.
Minju hanya mengangguk sekali. Langkahnya terasa hampa ketika mengikuti Chaewon masuk ke dalam Cafe.
'Tiriiing~"
Ponselnya berdering. Sebuah notifikasi dari pesan masuk. Minju tak menunggu dua kali untuk membuka pesan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROLEPLAY WORLD | JINJOO ( Yujin x Minju )
FanficBagaimana jika pasangan RP kita adalah idol sungguhan? [Warning!] Gender-bender content.