Titik Pertemuan #2

8 8 0
                                    

Hari ini merupakan hari pertama Bella akan memulai liputan tim futsal kampus. Tidurnya terlalu nyenyak sehingga mata enggan untuk menyambut matahari. Kesekian kalinya alarm ponsel berbunyi, tetapi ia tak kunjung membuka mata.

"Bella, bangun, Nak!" seru ayah Bella terdengar keras dari luar kamar. Beberapa kali panggilan dilontarkan, barulah Bella terbangun dan tangannya langsung meraba meja di sebelahnya untuk mencari ponsel.

Tertulis pukul 07.00 WIB. Matanya langsung terbuka lebar dan tubuhnya bangkit dari kasur empuk itu. Segera ia bersiap untuk ke lapangan futsal tempat liputan hari ini. Bella menyantap sarapan buatan ayahnya dengan sedikit menggerutu, "Ayah, kenapa telat bangunin Bella? Kan Bella jadi telat."

"Alarmmu sudah bunyi dari jam 6 pagi. Ayah juga sudah membangunkanmu sampai capek. Tapi kamu masih saja ileran di kamar," goda ayah Bella.

"Ih, Ayah apa, sih? Bella nggak ileran tau." Bella menolak godaan ayahnya itu dengan mengernyit.

"Sudah, ya, Bella berangkat dulu. Ayah juga mau berangkat ke warung kan? Nanti kunci rumah ditaruh seperti biasa, ya. Assalamualaikum." Bella mencium tangan ayahnya sembari tangan kiri menyambar tas selempang yang ada di meja.

"Waalaikumussalam. Hati-hati, Nak."

Dengan kecepatan kilat Bella akhirnya sampai di lapangan futsal sekitar sepuluh menit. Diparkirnya motor tua itu di ujung karena bagian depan sudah penuh. Langkah kakinya tampak tergesa-gesa. Bagaimana tidak? Seharusnya pukul 07.00 sudah di lokasi. Bella baru sampai jam 07.40.

"Assalamualaikum, maaf aku telat." Bella berhenti dengan napas terengah-engah.

"It's ok. Kita baru selesai susun pertanyaan, sih," jawab Rifqi yang merupakan teman dekat Zaki di UKM.

Mata Bella langsung tertuju pada Zaki. Dan, Zaki hanya mengangguk kecil. Entah apa artinya itu.

"Kamu istirahat dulu, gih. Minum." Satu kalimat keluar dari Zaki.

Bella langsung mengambil posisi duduk tepat di sebelah Zaki karena memang hanya itu yang kosong. Ketika Bella mendaratkan pantatnya, saat itu juga Zaki langsung berdiri Sekaran mencari kesibukan lain dengan memainkan kamera.

Apa Mas Zaki marah, ya? batin Bella bertanya-tanya dan merasa gelisah.

Zaki masih terlihat sibuk memainkan kameranya. Kemudian, Rifqi menepuk pundaknya. "Zak, nanti lo sama Bella aja ya yang wawancara dan kumpulin bahan. Gue sama Anisa yang ambil pict dan video."

"Aku aja, Mas, yang sama Anisa ambil gambar dan video." Bella berusaha menghindar dari Zaki. Ia masih takut dan belum cukup dekat juga dnegan Zaki. Khawatir akan menjadi canggung.

"Kita bagi tim, biar kalian bisa belajar. Di sini yang pengalaman kan aku sama Zaki. Nanti kalau kamu sama Anisa nggak dipisah malah nggak ada yang ngarahin," jelas Rifqi yang hanya dibalas iya oleh Bella.

"Oke, sepuluh menit lagi kita eksekusi, ya," ucap Zaki simpel. Suaranya sealu terdengar cool, tentu saja senyum yang tak lupa ia tinggalkan. Meskipun senyum tipis, dalam hati Bella mengakui bahwa Zaki memang tampan.

Sepuluh menit berlalu, Zaki dan Bella segera beranjak dari posisi dan mulai mencari ketua tim futsal. Ya, hanya Zaki yang tahu karena Bella belum pernah mengenal anak futsal, apalagi ketuanya.

"Assalamualaikum, Al." Zaki terhenti dan menyapa seorang lelaki yang tengah asyik ngobrol.

"Waalaikumussalam." Lelaki itu membalikkan badannya. Bella langsung terkejut, matanya terbuka lebar dan mulutnya melongo.

"Al, izin ya mau liputan tim futsal, nih, buat majalah kampus."

Alfian. Lelaki yang dikenal Bella sejak SMA. Ya, dia adalah kakak kelas Bella sewaktu sekolah. Lelaki berbadan atletis dengan tinggi 177 cm itu sempat menjadi incaran para kaum wanita, termasuk Bella.

"Mas Alfian?" Bella menyeletuk dengan telunjuk sedikit mengarah ke Alfian.

"Emm ... Bebel?" Alfian menebak.

"Bella, Mas." Bella hanya menyengir. Bebel merupakan panggilan khusus dari Syakira ketika SMA.

"Oh, iya. Inget." Senyumnya masih sama, begitu manis. Sayangnya, lebih meneduhkan lagi senyum Zaki.

Mengetahui bahwa ketua tim futsal adalah Alfian, Bella menjadi tidak canggung lagi. Obrolan pun mengalir begitu saja, meski sesekali pembicaraan di luar rencana liputan. Tidak sedikit mereka bernostalgia masa SMA dan Zaki hanya turut tertawa menyimak. Lagi-lagi sorot matanya seakan memperhatikan Bella. Hanya beberapa detik saja, Zaki langsung mengusap kedua matanya berharap tidak memandan Bella terus menerus.

Proyek liputan ini seakan menjadi titik pertemuan lagi bagi Bella dan Alfian. Setelah sekian lama tidak mendengar nama Alfian, bahkan kelanjutan pasca lulus sekolah pun tidak diketahui oleh Bella. Kini, terasa aneh tiba-tiba saja sekebetulan ini untuk bertemu. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terima Kasih, Takdir!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang