Bab 2. Kehilangan #1

11 10 0
                                    


"Mohon maaf, Pak! Terpaksa harus saya sampaikan bahwa kecil harapan untuk pasien bisa selamat. Hanya doa yang bisa kita lakukan saat ini," ucap salah satu dokter pada ayah Bella siang itu.

Rasa sedih menyayat hati, menyelimuti perasaan Bella. Air mata perlahan jatuh ketika dokter menyampaikan apa yang selama ini tak pernah diduga olehnya. Wanita terhebat yang dikenalnya, yang telah dianggap sebagai pahlawan tak bersayap kini terbaring lemah tidak sadarkan diri. Belum lama ia berbahagia atas kesuksesannya masuk di kampus impian, kini seakan Tuhan menghempas semua tawanya dengan kejadian menyedihkan.

"Kita banyak berdoa aja, ya, mengingat Ibu dalam keadaan lemah seperti ini. Ayah rasa kalian sudah dewasa dan bisa memahami keadaan. Kita harus siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi," tutur lelaki paruh baya itu pada kedua anaknya, Bella dan Laras.

Meskipun hati tak bisa menepikan rasa sedih dan rasa takut itu, Bella tetap berusaha kuat dan menahan air mata. Baginya, harus ada penguat ketika semua tengah tenggelam dalam kesedihan. Ia mencobanya, mencoba menjadi wanita yang tak cengeng seperti biasanya. Sesekali ia menyeka air mata yang membasahi kedua pipinya, sembari menarik napas panjang menahan isak tangis.

Gadis yang baru saja berusia sembilan belas tahun ini, sangatlah cengeng dan suka manja ketika bersama ibunya. Namun, kini wanita paruh baya yang ia panggil ibu, terlentang memejamkan mata dengan segala alat medis pada tubuhnya. Sering kali Bella harus menangis diam-diam karena tak ingin ayah dan kakaknya mengetahui. Perasaannya semakin hancur ketika mengetahui sang ibu tak sadarkan diri hingga dinyatakan koma. Pasalnya, malam sebelum sang ibu tak mampu membuka mata, Bellalah yang berada di sampingnya. Memang tidak seperti biasanya ia minta tidur ditemani ibunya. Malam itu, pintanya karena ingin menceritakan banyak hal tentang perkuliahan.

***

"Bu, besok Bella pengin makan soto babat. Ibu masakin, ya?" pinta Bella pada ibunya malam itu.

"Iya, besok Ibu bangun pagi ke pasar, ikut nggak?" tanya Wiwik pada bungsunya itu.

"Enggak deh, Bu. Besok pagi-pagi banget Bella mau ke rumah Syakira, mau mengembalikan baju," jawab Bella sembari perlahan kedua tangan menarik selimut kesayangannya.

Percakapan singkat malam itu sebelum Bella sadar bahwa ibunya sakit.

Keesokan harinya, ketika Bella membuka mata. Ia melihat di sampingnya, sang ibu masih pulas dengan suara mendengkur. Berulang kali Bella mencoba membangunkan ibunya dengan menggoyangkan perut gendut itu. Namun, nihil hasilnya. Bukannya terbangun justru semakin keras suara dengkuran dari ibunya. Mungkin Ibu capek, ya sudah nggak usah dibangunkan, batin Bella.

Seperti apa yang telah disampaikan Bella semalam, ia akan pergi ke rumah Syakira. Namun, sebelum meninggalkan rumah ia harus mencuci piring serta menyiapkan secangkir kopi untuk ibunya. Satu kegiatan yang wajib dilakukan Bella di pagi hari. Setelah semua tugasnya selesai, ia bergegas pergi. Bella meninggalkan rumah itu dalam keadaan kosong, hanya ada ibunya yang masih tidur. Ayahnya sudah pergi sejak subuh untuk menemui rekan lamanya di Malang, sedangkan Laras memang tidak pulang karena harus menginap di kos temannya untuk menyelesaikan tugas kuliahnya yang berkelompok.

"Bu, aku berangkat ya," pamit Bella dengan menggoyangkan pelan tubuh ibunya. Karena tidak mendapatkan jawaban dari ibunya, Bella terus berusaha menggoyangkan tubuh sang ibu, tetapi hanya suara dengkuran yang terdengar di telinganya. Saat itu rasa gelisah mulai menyelimuti hatinya. Tidak seperti biasanya sang ibu tertidur begitu pulas sampai tak bergerak. Namun, Bella tetap ingin berpikir positif dan menyingkiran rasa gelisah di hatinya.

Akhirnya Bella memutuskan bergegas pergi ke rumah Syakira untuk mengembalikan baju. Sebelum pergi, ia mengirimkan sebuah pesan pada ibunya melalui SMS untuk pamit.

[Bu, Bella berangkat ke rumah Syakira, ya.].

Kurang lebih tiga jam lamanya Bella sudah kembali pulang, berharap bisa menyantap soto babat buatan ibunya. Alih-alih mendapatkan sarapan ketika pulang, ia justru mendapati ibunya masih pulas di atas kasur. Bahkan, secangkir kopi yang ia siapkan, masih berada pada posisi sebelum ia pergi. Tidak ada perubahan sedikit pun, itu berarti ibunya memang belum bangun untuk menyeruput kopi itu. Kembali Bella berjalan mendekat dan mencoba membangunkan ibunya,

"Bu? Kok belum bangun sih?" Bella menggoyangkan tubuh ibunya cukup keras, tetapi tidak ada jawaban. Bella mulai takut dan gelisah, hatinya seperti tidak tenang, tetapi ia tidak tahu harus melakukan apa.

"Kok basah kasurnya? Basah dari mana ya? Ibu pipis waktu tidur?" Bella heran melihat kasur yang tiba-tiba basah, apakah ibunya mengompol? Bella terus berusaha membangunkan ibunya, tetapi tetap nihil. Tak lama kemudian dering ponsel ibunya berbunyi, tertulis di layar ponselnya, Ningrum. Itu adalah nama tantenya Bella, adik dari ibunya. Bella pun segera mengangkat teleponnya.

"Halo. Assalamualaikum," ucap Bella lirih dengan mimik wajah gelisah.

"Waalaikumussalam, Bella? Ibumu mana?" Terdengar Tante Ningrum yang kebingungan.

"Iya, Tante, ini Bella. Ibu masih tidur belum bangun juga dari pagi. Ini kasurnya basah," ucap Bella kebingungan dan gelisah sembari mengerutkan dahinya.

"Loh! Kenapa? Kok nggak biasanya? Ayahmu dan Mbak Laras di mana?"

"Mbak Laras meninap di kos temannya karena ada tugas kuliah. Kalau Ayah tadi subuh berangkat ke Malang untuk menemui teman lamanya." Bella menjawab polos.

"Kalau ibumu belum juga bangun, telepon ayahmu, cepat. Telepon Mbak laras juga." Setelah mendengar perintah Tante Ningrum tersebut, Bella langsung mengiakan, kemudian mematikan telepon beralih menghubungi ayahnya.

Bella terlihat begitu cemas dan takut karena ibunya tak kunjung membuka mata. Dengan tangan gemetar ia menelepon ayahnya. Seusai memberi tahu ayahnya, beralih ia mencari nomor Laras dari ponsel ibunya itu.

Kejadian pagi itu sungguh membuat Bella ketakutan tiada henti, trauma menyelimuti hatinya. Untuk pertama kalinya Bella mengantarkan sang ibu dalam keadaan tak sadar memasuki ruangan UGD Rumah Sakit Medika. Pertanyaan tak henti dilontarkan untuknya. Apa yang telah terjadi? Bella mencoba menjelaskan kejadian dengan tubuh mungilnya bergemetar.


Terima Kasih, Takdir!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang