05. Hyacinth : bagian satu

356 81 29
                                    




"Demi kebaikan kita, aku berencana menikahi dia, Alisa Haiba"

Rasa sakit diseluruh badan seperti berpindah ke dada. Aku berusaha mencerna kalimat yang barusan diterima indra pendengaranku. Aku tidak salah dengar? Aku bisa dikatakan sudah berumur, tetapi tidak mungkin telinga seorang wanita normal rusak di usia tiga puluh.

Kuroo mengatakannya dengan jelas. Andaikata ada sepuluh orang lagi diruangan ini sekarang, kesepuluhnya juga pasti paham dengan maksud Kuroo Tetsuro.

"Halo. Kamu (Name)?" Alisa tersenyum. Entah apa maksud dari senyumannya, yang jelas aku tak suka. "Aku Alisa, kamu bisa panggil aku begitu. Kudengar dari Tetsurou, kamu sampai sekarang belum bisa memiliki anak karna umurmu? Kasihan sekali..."

Tangan lentiknya bergelayutan di leher Kuroo, menatapku iba dengan kedua manik hijaunya. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Lidahku kelu, pikiranku kosong sudah. Tidakkah cukup selama ini aku hidup dibawah tekanan dan cacian dari keluarga besar? Tidakkah cukup aku menahan rasa sakit baik badan dan mental setiap hari?

Kuroo, ini hanya perasaanku saja, atau memang kamu sebrengsek ini?

Jika kamu membenciku, kenapa tidak lakukan dari awal? Kau juga tidak perlu menikahiku, biarlah aku sendirian. Sungguh, jika seperti ini akhirnya, aku lebih baik hidup menanggung malu karna tidak menikah.

"Kuroo Tetsurou, kamu egois." Lirihku disela isakan. Lawan bicaraku menatapku diam, sama sekali tak ada penyesalan di mimik wajahnya.

"Aku sudah lelah setiap hari menjadi bahan pembicaraan keluarga, (Name). Bisa ngerti—"

"Aku mengerti. Sangat mengerti. Pikirmu selama ini hanya kamu yang menanggung semuanya?"

"Aku juga stress karna pekerjaan!"

"Stress pekerjaan bukan alasan untuk membuatmu bertindak seperti ini, Kuroo Tetsurou. Apakah aku pernah menggangu duniamu? Apa aku pernah menuntut sesuatu darimu?"

Ah, sakit kepalaku kumat. Pandanganku perlahan memburam. Bukan, bukan karna genangan air di kelopak mata. Tubuhku lemas, sampai-sampai kakiku tidak kuat menumpu berat badanku lagi.

Apakah Kuroo pernah merasakan sakit seperti ini? Haha, kurasa pun tidak. Dia masih bahagia bukan, dengan wanita barunya. Jadi sejak awal takdirku bukan untuk mendapat happy ending?

Aku tersenyum miring. Tidak. Aku tidak berhak menerima akhir seperti ini. Bukankah aku sudah bertahan selama 3 tahun? Harusnya sudah kulakukan sejak dulu, tapi karna kenaifanku aku selalu memendam untuk tidak mengatakan kalimat itu,

"Ayo kita bercerai."

🥀

Dua insan yang kukenal itu sedang mengucapkan janji sehidup semati didepan sana, persis seperti yang kami lakukan dulu. Sang wanita dengan gaun pengantin putih cantik, dan sang pria berbalut jas hitam menawan. Benar-benar serasi.

Ah, apa aku juga harus mendoakan kebahagiaan untuk rumah tangga mereka? Jika menuruti egoku, jangankan mendoakan, datang ke pesta ini saja aku tak sudi.

Aku dan Kuroo resmi bercerai. Rasanya beban berpuluh puluh ton hilang dari pundakku. Setelah ini aku tidak akan bertemu keluarga gila itu lagi, aku bebas melakukan apapun yang kusuka dan inginkan. Mungkin aku akan merayakan kebebasanku dengan pindah ke kota lain? Bukan ide buruk.

Seorang wanita paruh baya yang sangat kukenal berjalan menghampiriku. Hah, mantan ibu mertua.

"Akhirnya anak saya bisa lepas dari wanita tua seperti kamu. Alisa jauh lebih baik dan cocok buat Tetsurou." Gaya bicaranya tak pernah berubah,  masih saja angkuh. Tapi posisiku sekarang bukan lagi bagian dari keluarga Kuroo, buat apa aku memasang topeng dengan bersikap sopan?

"Kuroo juga tidak cocok buat saya. Dia egois dan tidak dewasa, tidak seperti saya bukan begitu?" Aku menyesap wineku dengan senyum miring. Lihat ekspresi jengkel wanita tua itu, sungguh menghibur.

"Hah! Tidak usah berlagak, (Name). Setelah ini mana ada lelaki yang mau denganmu!"

"Hahaha, saya tidak butuh suami. Walau harus hidup sendiri pun akan saya lakukan. Kan saya tidak seperti tante yang hanya bergantung pada harta suami."

Wajah lawan bicaraku merah padam, sangat mirip dengan warna dress yang digunakannya. Walau begitu ibu Kuroo tak berkutik, perkataanku memang benar apa adanya. "Semoga hari-harimu tidak menyenangkan!" Katanya sebelum meninggalkanku dengan wajah kusut.

Ku alihkan pandanganku pada meja didepanku. Sebuah buket bunga tergeletak disitu. Ah, niatku ingin memberikannya pada Kuroo, mungkin dia akan suka. Mungkin.

Kuraih buket bunga hyacinth itu, lantas dengan percaya diri, kuserahkan pada mantan suamiku yang tengah menjadi pusat perhatian atlar sana.

Terimakasih atas semuanya, Kuroo Tetsurou. Mau bagaimana pun kamu dulu pernah mencintaiku, aku sangat berterimakasih. Aku memutuskan untuk tidak berakhir dengan bad ending. Ceritaku baru akan dimulai setelah ini. Oh ya, semoga kau suka bunga ini. Sampai jumpa, geranium-ku.

🥀

(n.) Bunga hyacinth memiliki bentuk yang unik juga warna yang indah, namun ada makna tersirat dalam keindahan bunga ini, yaitu perwakilan kata maaf, jika kamu berbuat salah dan kesalahan itu sangat fatal hingga orang tersebut tidak mau memaafkan.
Bunga hyacinth ungu melambangkan permintaan maaf dan dukacita. Selain itu kamu juga bisa memberi hyacinth putih yang memiliki makna aku mendoakanmu.


To be continued

780 words.

780 words

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
OLDER : K. Tetsurou x Reader [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang