06. Hyacinth : bagian dua

509 84 43
                                    




Daun menguning berguguran disepanjang jalan. Satu-dua tertiup terbawa angin sejuk. Suara gesekan sapu lidi petugas kebersihan yang beradu dengan tanah memanjakan telinga. Serta tawa anak-anak berlarian mengundang senyum dibibir. Mataku terpejam, taman kota memang pilihan tepat untuk healing. Hijau daun pepohonan lebat serta hamparan rumput luas menjadi tempat yang pas untuk olahraga sore atau piknik bersama keluarga tercinta.

Dari sekian banyaknya kursi panjang, aku memilih satu yang paling dekat dengan kolam besar di pusat taman. Ikan koi merah yang berenang didalamnya selalu menarik perhatianku. Tak jarang aku sengaja membeli pakan ikan demi melihat mulut para koi lucu itu saling berebut makanan.

Aku menekan tombol play pada benda kecil digenggamanku. Sedetik kemudian alunan musik terdengar lewat kabel heatset yang kupasang ditelinga. Ah, lagu ini. Liriknya sama dengan keadaanku lima tahun lalu—walau tidak persis mirip. Pada bagian "You betrayed me, and I know you'll never fell sorry."  membuatku mengingat kala itu dengannya.

Lelaki brengsek yang pernah singgah dihati, namun pada akhirnya meninggalkanku dengan wanita lain. Lelaki yang ku harap tak akan bertemu dengannya lagi. Hah, sudah 5 tahun sejak itu, ya. Waktu merangkak begitu cepat. Aku (First Name) (Name), usiaku telah menginjak 35 tahun. Hidup damai sendirian di negri orang sejak aku dan mantan suamiku bercerai. Tak ada pikiran untuk menikah lagi, tujuan hidupku sekarang hanyalah bekerja untuk menikmati masa tua.

Manik (eye colour) ku menyapu tiap sudut taman. Memandangi satu-persatu kegiatan orang-orang yang tengah menikmati senja di taman ini. Perhatianku pun berhenti pada sebuah keluarga kecil, dengan orang tua dan satu anak perempuannya. Kulihat gadis kecil itu menangis, es krim yang jatuh ketanah mungkin penyebabnya. Lalu sang ayah dengan sabar menggendong sang putri dan menepuk punggungnya pelan. "Princess engga boleh nangis dong, nanti cantiknya hilang loh." Kata sang ayah menenangkan.

"Kita beli lagi yuk? Bunda beliin es krim yang lebih besaaaaaar buat Hima, ya?" Kali ini giliran sang ibu. Gadis di gendongan ayahnya itu tersengguk-sengguk, lalu mengangguk lucu. Menggemaskan.

Aku menggeleng cepat, buru-buru tersadar dari halusinasiku. Dasar, lagi-lagi aku membayangkan sesuatu yang tidak mungkin. Keluarga, ya...

Aku yakin semua orang mendambakan keluarga yang harmonis dan penuh kasih. Tapi apa daya, takdir bukan berada digenggaman tangan, semua sudah ada yang mengatur. Mau tak mau aku harus menjalaninya bukan? Toh ada untungnya hidup sendiri, bisa lebih fokus pada pekerjaan.

Kegiatan mendengarkan musikku terus berlanjut sampai seseorang menepuk pundakku. Aku sedikit terperanjat dibuatnya, pasalnya aku hanya mempunyai sedikit kenalan semenjak tinggal di kota ini. Ketika aku menoleh ke belakang, disitulah mata kami beradu. Manik hazel itu...

"Ketemu."

🥀

Taman kota, sore hari. Menjadi saksi bisu pertemuanku dengannya setelah setengah dekade terlewati. Tidak banyak yang berubah dari sosok itu. Surai bedhair hitam legam, perawakan tinggi dengan kulit tan yang masih sama seperti ketika kami pertama kali bertemu, dan telapak tangannya lembut meyentuh pundakku.

Nama yang menjadi kutukan bagiku ketika mendengarnya, Kuroo Tetsurou.

"Ketemu." Kata pertama yang keluar dari belah bibirnya. Ia sunggingkan senyum yang aku hampir tidak pernah melihatnya sejak sikapnya berubah. Pria penyandang marga Kuroo itu benar-benar disini, orang yang membawaku pada kebahagiaan sesaat, lalu membuangku saat aku sudah tak diperlukan.

"Hai, kak. Apa kabar?" Sambungnya. Sungguh, lidahku kelu. Dia memanggilku dengan panggilan yang sama ketika kami belum menikah. Suaranya pun masih sama persis seperti yang ada di ingatanku. Berbagai pertanyaan bak anak panah menghunus kepala, kenapa dia disini? Bagaimana bisa dia menemukanku? Apa yang dia perlukan dariku?

Hening cukup lama, sampai Kuroo membuka mulut lagi, "Aku tau, kakak pasti kaget lihat aku disini." Ujung bibirnya tertarik membentuk senyum pahit. "Kak, aku kangen kakak."

Seseorang tolong sadarkan aku dan katakan bahwa ini semua hanyalah mimpi. Apa apaan maksudnya itu? Omong kosong. Atas dasar apa lelaki yang dengan begitu mudahnya membuangku, lalu setelah sekian tahun datang lagi dan mengatakan bahwa dia merindukanku? Skenario gila apalagi ini.

"Aku selama tiga tahun ini mencari Kak (Name). Selama itu juga aku menyesal pernah menyakiti kakak. Kak, aku benar-benar minta maaf." Katanya yang diakhiri dengan menyodorkan buket bunga yang sangat familiar, bunga hyacinth.

"Dulu di pesta pernikahanku dan Alisa, kakak memberikan bunga ini. Aku tau maksud kakak, hyacinth bermakna 'aku mendoakanmu', apa aku salah?" Aku hanya bisa menggeleng. Memang benar, aku memberikannya dengan maksud mendoakan Kuroo agar selalu bahagia, walau bukan aku yang berada disampingnya. Lalu apa maksudnya dengan mengembalikan bunga ini padaku?

"Aku tau selain mendoakan, hyacinth punya makna lain. Yaitu perwakilan kata maaf atas kesalahan fatal sehingga orang itu tidak mau memaafkan."

Ah, jadi begitu. Dia datang mencariku selama tiga tahun hanya untuk meminta maaf? Boleh juga perjuangannya, aku akui itu. Tapi aku bukanlah (Name) yang dulu. Aku tau betul tidak mungkin Kuroo yang egois meminta maaf karna mendapat pencerahan entah darimana, pasti ada maksud tersembunyi.

"Hah, baru sadar sekarang kalau kamu salah?" Akhirnya aku angkat bicara. "Apa yang terjadi pada rumah tanggamu dan Alisa?" Tanyaku to the point.

Lihat, seperti dugaan pertanyaanku tepat sasaran, dilihat dari ekspresinya yang langsung menegang ketika aku menyinggung soal Alisa. Adalah sia-sia jika berekspetasi pria itu murni meminta maaf karna sadar diri.

"Alisa meninggal ketika melahirkan anak kami." Suaranya lirih tapi aku masih bisa mendengarnya jelas. Aku jadi tak tau harus berekspresi seperti apa. Aku tidak sedih namun tak berhak senang. Tentu aku masih punya hati untuk tidak tertawa diatas kepedihan orang lain, tapi bagiku ini adalah karma karna kelakuan Kuroo sendiri.

"Anakku juga ikut meninggal sesaat setelah ia dilahirkan, aku—aku tidak punya tempat untuk bersandar lagi." Pria itu mulai terisak, buru-buru dihapus air matanya lalu tersenyum. "Tapi aku ingat, aku masih punya Kak (Name)."

Keparat ini. Benar benar keterlaluan.

"Saya bukan milik kamu." Tegasku. Sudah cukup muak aku melihat wajahnya, sekarang aku benar benar dibuat marah dengan maksud perkataannya. Dia menginginkan aku kembali.

"Maksud kakak? Kak (Name) maafin aku kan? Buktinya kakak kasih bunga hya—"

"Saya memaafkan bukan berarti melupakan, Kuroo Tetsurou. Masih jelas di ingatan saya soal kelakuanmu lima tahun lalu."

Bungkam, bungsu keluarga Kuroo itu tak berkutik. Kepalanya tertunduk dalam, entah menahan isakan atau apa. Benar-benar aku sudah tidak peduli, jadi ku putuskan untuk pergi dari tempat itu.

Berjarak seratus meter dari tempat Kuroo berdiri, samar aku mendengar sesuatu. Yang entah mengapa aku merinding dibuatnya.

"Aku masih mencintai Kak (Name). Dan aku akan membuat kakak jadi milikku lagi."

🥀

-fin
1079 words.

Lah anje kok jadi begini endingnya awowkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lah anje kok jadi begini endingnya awowkwk. Setelahnya bayangin  sendiri ya Kuroo mongapain/slap. Honestly aku gamau buat bonus chapter tapi aku coretdipaksacoret. Dah ya ndoro kanjeng AidaSenju, lunas bonchapnya.
Oke sampai sini saja. See ya in book satunya! Paipai♡

-ry

OLDER : K. Tetsurou x Reader [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang