5

4 1 0
                                    

Kini Mentari telah merebahkan dirinya di kasur tercintanya itu. Saat tadi ia masuk rumah, ternyata di rumah sedang sepi dan pintu rumah terkunci. Mungkin keluarganya sedang membeli sesuatu untuk rumah barunya itu, pikir Mentari. Untung saja Mentari selalu membawa kunci tambahan, jadi ia tidak perlu menunggu keluarganya di luar rumah hingga pulang.

"Hufft ini bakalan ilang ga yaa?" Tanya Mentari pada dirinya sendiri dengan memegang bekas tamparan Bianka dipipinya itu.

" Tapi kenapa ka Langit kaya gitu ya? Bener juga si ngapain ketos nganterin murid baru buat perkenalan sekolah. Apalagi dia terkenal gunung es-nya sekolah kan? Lah au dah pusing dede" ucap Mentari lagi-lagi berbicara pada dirinya.

Karena terlalu lelah akan semua pikiran yang berkecamuk di dalam otaknya itu, Mentari menutup matanya, berusaha untuk mengistirahatkan tubuhnya setelah hari yang cukup panjang itu. Namun, seolah alam tak mengizinkan dirinya untuk istirahat dengan tenang, ada sebuah pesan yang masuk.

BUNAAAA

| Tari kamu udah pulang nak?

Udah Bun, ini Tari lagi di kamar|

| Bisa ga kamu anter buna ke mall buat beli perlengkapan di rumah?

Bisa ko Bun|

| Yaudah, bentar lagi buna sampe rumah.
| Kamu cepet siap-siap yaa

Siap Bun|

Ternyata pesan tersebut dari Bunanya yang meminta agar Mentari bisa mengantarkannya ke sebuah mall yang ada di dekat rumah barunya itu. Langsung saja setelah menaruh hp nya, Mentari segera bersiap-siap untuk pergi.

Tak lama berselang sekitar 25 menit, Mentari telah selesai bersiap-siap, lalu ia pun segera turun dari kamarnya menuju ruang tamu untuk menunggu sang ibunya itu.

Tak lama berselang sekitar 25 menit, Mentari telah selesai bersiap-siap, lalu ia pun segera turun dari kamarnya menuju ruang tamu untuk menunggu sang ibunya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat sampai di ruang tamu, ternyata sang Buna telah menunggunya.

" Ya ampun neng Tari meuni geulis pisan. Bade kamana neng Tari teh? ( Ya ampun Tari cantik banget. Mau kemana Tari tu?) " Ucap Buna bercanda dengan logat Sundanya.

" Mau mangkal di pos satpam Bun" jawab Mentari berniat membalas candaan sang Buna namun dengan wajah yang tetap datar.

" Kenapa si anak Buna ini, bukannya happy masuk ke sekolah baru ini malah cemberut terus" ucap Buna sambil mencubit pipi Mentari sebelah kanan.

" Awww Bun sakit" ringis Mentari yang kesakitan karena cubitan Buna tepat berada di bekas tamparan Bianka

" Aduhhh kenapa sii...YA AMPUN TAR INI KENAPA?" Ucap Buna terkejut yang melihat bekas tamparan di pipi Mentari

" Gapapa Bun, tadi Tari jatoh doang" elak Mentari sambil menutupi pipinya dengan rambut

" Jujur sama Buna ini kenapa?" Selidik Buna yang tak percaya akan jawaban Mentari

" Emm...tadi Tari di labrak Kaka kelas Bun, gara-gara ketos di sekolah nganterin Tari ke kelas" jawab Mentari yang akhirnya mencoba untuk jujur

" Elehhh sok ngomong ka Buna, saha eta budak nu wawanian nampiling budak Buna? Teu pernah di warah sugan budak teh ku indungna? ( Aduhhh coba ngomong sama Buna, siapa anak itu yang berani nampar anak buna? Engga pernah di ajarin apa anak itu sama ibunya?)" Ucap Buna dengan emosi

" Gapapa Bun, yang udah lewat biar lewat aja. Ga usah di perpanjang, kaya pajak aja harus diperpanjang hehe" canda Mentari disertai senyuman khasnya

" Yaudah ayo kita berangkat, katanya mau ke mall" ajak Mentari

" Tapi itu pipi kamu gak mau diobatin dulu?" Ucap Buna

" Ga usah Buna ku sayangggg, yaudah yu, nanti keburu macet" ucap Mentari sambil menarik tangan Bunanya

Mereka pun akhirnya berangkat ke mall menggunakan mobil milik Bunanya, namun tetap saja perasaan seorang ibu pasti merasa sakit saat melihat bekas tamparan yang tertera di pipi gadis kesayangannya itu. Lagi-lagi Mentari hanya menjawab dengan santai dan meyakinkan Bunanya bahwa ia tak perlu khawatir.

Setelah sampai di mall terdekat dari rumahnya, mereka pun segera menuju toko furniture. Namun, yang namanya makhluk yang tak bisa terbantahkan, Buna Mentari mencari barang dari satu toko ke toko lain jika ia meresa bahwa barangnya terlalu mahal.

" Ya ampun Bun, apa bedanya si toko yang tadi sama yang ini?" Tanya Mentari yang sudah mulai kesal menemani Bunanya

" Ya ampun Tari, di toko tadi tu harganya mahal. Liat toko ini tu barangnya lebih murah daripada yang tadi" jawab Buna dengan tetap fokus memilih barang

" Ya ampun bun cuma beda 2k doang dari toko tadi" ucap Mentari

" 2k juga tetep uang cantik, kita harus hemat. Apalagi kan Ayah baru kerja disini" jelas Buna

" Y- ya bener si Bun, tapi kan.... Ya udahlah gemana Buna" ucap Mentari yang sudah mulai pasrah

" Kenapa? Kalo kamu cape atau bosen kamu boleh ko pergi kemana dulu, lagian masi banyak barang yang harus Buna cari. Nanti kamu ngeluh lagi kalo ikut Buna" ucap Buna

" Boleh Bun?" Tanya Mentari excited

" Iya boleh, emang kamu mau kemana si? Biar Buna gampang cari kamu nanti" ucap Buna

" Cuma ke toko Buku aja ko Bun, tu yang ada di depan toko yang tadi" tunjuk Mentari pada satu toko buku yang tak jauh dari keberadaan mereka sekarang

" Ya udah, hati-hati yaaa" ucap Buna mengizinkan

Setelah diizinkan oleh sang Buna untuk pergi ke toko buku, Mentari segera berlari kegirangan menuju toko itu, yaaa bisa dibilang sikapnya kini 11 12 sama seperti anak kecil yang diberi permen kapas. Sang Buna yang melihat tingkah laku Mentari pun hanya menggelengkan kepalanya tanda bahwa ia heran dengan anak perempuannya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang