Sesuai perjanjian Aldric terbebas dari tuntutan hukum hari ini, setelah Raffi menerima uang yang telah dijanjikan oleh Tuan Adrian sebelumnya.
Atas keinginan Aldric sendiri, ia melarang kedua orang tuanya untuk datang menjemputnya ke kantor polisi. Sehingga Tuan Adrian dan Nyonya Renata hanya bisa menunggu kedatangan sang putra di kediamannya.
"Tuan muda sudah bisa meninggalkan tempat ini sekarang, karena saya sudah menyelesaikan semuanya sesuai dengan prosedur yang ada. Silahkan!" ucap Pak Robby.
"Terima kasih Pak Robby!"
Setelah berganti pakaian dengan pakaian yang lebih rapi ciri khas seorang Aldric yang seperti biasanya. Pemuda itupun melenggang pergi meninggalkan kantor polisi dengan penuh percaya diri. Mobil sport kesayangannya pun sudah terparkir di depan halaman polres dengan gagahnya menunggu sang empunya datang.
Sebelum masuk ke dalam mobil Aldric menyempatkan diri untuk menjabat tangan dan mengucapkan terima kasihnya kepada lelaki yang sudah lama menjadi pengacara keluarganya itu.
"Sekali lagi saya ucapkan terima kasih Pak Robby!" ucap Aldric sambil mengulurkan tangannya.
"Sama-sama Tuan muda, saya senang bisa menjadi bagian dari pembela keluarga Anteras," jawab Pak Robby dengan menyambut uluran tangan Aldric tadi.
"Saya pergi dulu, permisi!" pamit Aldric sebelum masuk ke dalam mobilnya.
"Iya Tuan muda, hati-hati di jalan!"
Pandangan Pak Robby pun masih mengikuti mobil Aldric yang perlahan meninggalkan pelataran kantor polisi hingga tak terlihat lagi, sebelum ia masuk ke dalam mobilnya sendiri.
Mobil yang dikendarai Aldric tidak langsung menuju kediaman keluarganya. Namun, pria itu pergi ke suatu tempat untuk melihat sesuatu.
Ya, di sinilah Aldric berada sekarang, berjongkok di depan sebuah pusara yang masih nampak basah.
"Maafkan saya yang tidak sengaja menabrak anda. Saya tidak berani menyebut ini sebagai takdir tapi saya yakin semua yang telah terjadi di dunia ini telah digariskan oleh Tuhan. Sekali lagi saya minta maaf karena membuat anda tidak sempat untuk melahirkan buah hati anda ke dunia ini!" ucap Aldric penuh rasa sesal.
Setelah meminta maaf dan menyempatkan untuk berdoa sebentar Aldric pun beranjak dari tempat itu.
Namun, pandangannya terpaku saat tidak sengaja berpapasan dengan seorang gadis cantik yang secara tidak langsung bisa menggelitik hatinya.
Gadis cantik yang memiliki sorot mata teduh dan memancarkan sinar lembut. Yang membuat siapapun yang memandangnya enggan untuk berpaling.
Bahkan aroma manis yang menguar dari tubuh gadis itu begitu nyata tertangkap indera penciumannya.
Sungguh indah! Begitu pikirnya.
Karena belum pernah ia temui gadis seperti ini sebelumnya. Pun dengan gadis-gadis yang selama ini menjadi teman kencannya.
Setelah kepergian Aldric sang gadis yang ternyata bernama Bunga Jelita itupun duduk bersimpuh di depan pusara sang kakak ipar. Makam yang sama dengan makam yang baru saja disinggahi Aldric tadi.
"Maafin Bunga yang baru datang sekarang Kak. Bunga sedih saat pertama kali mendapat berita ini. Apalagi kakak pergi membawa keponakan Bunga yang belum sempat Bunga lihat wajah cantiknya itu," ucap gadis cantik itu sembari mengingat kembali memori beberapa waktu silam saat sang kakak ipar memberitahu tentang jenis kelamin calon anaknya.
"Bunga doakan semoga kakak dan dedek bahagia di sisi Tuhan," ucapnya tulus.
*****
Sementara di lain tempat Aldric sudah berhasil memarkirkan mobil kesayangan-nya di halaman rumah yang beberapa hari ini telah ia rindukan.
Sepulang dari pemakaman tadi, pria muda itu berniat pulang ke rumah agar bisa langsung beristirahat di kamarnya yang nyaman, sebelum nanti malam memenuhi undangan pesta salah satu temannya.
"Sepertinya aku harus segera berendam di air hangat dan mengistirahatkan tubuhku setelah itu, untuk memulihkan lagi staminaku!" monolognya sebelum membuka pintu mobil.
Ceklekk-
Muncullah Aldric dari balik daun pintu sehingga membuat semua orang yang berada di ruang tamu mengalihkan pandangan kepadanya.
Aldric mencium gelagat aneh dari orang-orang yang berada di dalam ruang tamu saat ini. Di sana ia dapat melihat keberadaan kedua orang tuanya dan juga dua orang asing yang tidak dikenalnya. Sepertinya mereka suami istri namun penampilan mereka cukup sederhana jika disebut teman orang tuanya. Jadi siapa kedua orang asing itu?
"Sayang?!" sambut Nyonya Renata mengurai ketegangan di antara mereka karena sejak kemunculan Aldric tadi semua orang tampak diam.
"Kamu sudah pulang Nak?" tanya sang Mama dengan mata berkaca-kaca.
"Iya Ma, Al sudah pulang dan bisa bareng terus sama Mama mulai dari sekarang. Jadi Mama jangan sedih ya!" jawabnya seraya menghapus air mata di pipi sang Mama dengan menggunakan Ibu jarinya.
Nyonya Renata pun segera memeluk putra semata wayangnya itu untuk meluapkan kerinduan.
"Sayang ada yang ingin Papa dan Mama katakan sama kamu?" tutur Nyonya Renata kemudian.
Tentu saja hal itu membuat Aldric mengerutkan keningnya karena penasaran tetapi pemuda itu tidak menolak saat tangannya ditarik sang Mama untuk menuju sofa di mana yang lainnya berada.
"Al, Papa ingin bicara sama kamu Nak!" Sekarang Tuan Adrian yang angkat bicara sehingga membuat Aldric semakin dilanda rasa penasaran.
"Papa dan Mama mau ngomong apa?" tanya Aldric sembari menatap wajah kedua orang tuanya itu secara bergantian.
Aldric semakin bingung saat melihat dua orang pria dan wanita yang juga duduk di depannya tengah menangis.
Ada apa ini? Begitu pikirnya.
"Al, sebenarnya-"
Tuan Adrian tidak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya. Ia berusaha merangkai kata yang tepat untuk menyampaikan berita ini kepada putranya.
"Ada apa sebenarnya ini Pa?!" tanya Aldric dengan tidak sabaran.
"Sayang, sebenarnya- hiks ... hiks!" tangis Nyonya Renata langsung pecah sebelum ia menyelesaikan ucapannya.
Ternyata sesulit ini mengungkapkan kebenaran!
"Ma! Jangan buat Al bertambah penasaran! Sebenarnya ada apa? Apa yang telah kalian sembunyikan dari Al?!" desak pemuda itu.
Namun, pandangan pemuda itu tidak sengaja tertujuh pada amplop berwarna putih yang tergeletak di atas meja. Tanpa basa basi Aldric pun langsung menyambar amplop itu dan membaca isinya.
Jantung Aldric seakan berhenti berdetak, tangannya bergetar kaku hingga kertas yang dipegangnya terjatuh ke lantai.
"Ti-tidak! Ini tidak mungkin!" Air mata tampak lolos begitu saja dari sudut matanya.
"Ma katakan Ma kalo semua ini tidak benar. Kertas itu salah 'kan? Ma tolong jawab Al jangan diam saja!" teriak pemuda itu. Kini pandangannya beralih kepada sang Papa dan berkata-
"Pa, ini tidak benar 'kan?!"
Namun, kedua orang tuanya itu masih tetap membisu. Hanya ada air mata yang seolah membenarkan pertanyaannya itu.
"Enggak Ma! Enggak Pa! Al nggak mau menerima semua ini. Aahhhgghhhh ...!" teriaknya kencang hingga menggema di setiap sudut ruangan.
Elusan lembut Aldric rasakan di bahu sebelah kanannya. Sesosok wajah teduh langsung tertangkap netranya saat ia memalingkan wajah.
"Putra ku!"
Cerita ini akan berlanjut exclusive di Dreame/Innovel.
Yang punya aplikasinya kepoin aja dijamin seru!

KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Sultan [DREAME/INNOVEL]
RomanceTampan dan bergelimang harta membuat seorang Aldric Zeffer Anteras menjadi pribadi yang arogan dan sombong, selalu semaunya sendiri. Suka berfoya-foya dan tidak bisa menghargai uang. Demi mendisplinkan putra semata wayangnya itu. Tuan Adrian Philips...