Kerumunan orang tampak memadati jalan demi melihat kecelakaan sebuah mobil yang telah menabrak salah satu pejalan kaki.
Aldric gemetar di tempatnya. Ia tak berani sedikitpun keluar dari mobil akibat banyaknya massa yang mengeributi mobilnya. Bahkan tak jarang dari mereka yang berusaha menggedor-gedor kaca mobilnya.
"Keluar woyy ...!"
"Keluar ...!"
Brakk ... brakk ... brakk!!!
"Keluar cepat ...!"
Teriakan dari orang - orang itu seakan tak ia pedulikan karena pikirannya saat ini telah melayang membayangkan nasib korban yang telah ditabraknya tadi. Selamatkah atau meninggalkah orang itu, Aldric pun tak tahu.
Saat ini ia hanya bisa menunggu pihak berwajib yang telah dihubunginya beberapa saat yang lalu segera sampai ke tempat ini. Karena menurutnya lebih baik berurusan dengan polisi dari pada menerima amukan warga yang telah kalap akibat perbuatannya yang tidak sengaja menabrak orang tadi.
"Kenapa mereka lama sekali?" gumamnya harap - harap cemas.
Bagaimana tidak, di luar sana massa sudah menunggunya dengan amarah mereka. Bahkan Aldric sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya selanjutnya.
Tak lama berselang iring - iringan mobil ambulans dan juga mobil polisi datang ke tempat kejadian perkara.
Setelah mengurus korban dengan membawanya ke rumah sakit dengan mobil ambulans tadi. Para aparat kepolisian langsung mengamankan Aldric dari amukan massa dan segera membawanya masuk ke dalam mobil polisi untuk menuju kantor polisi.
"Tolong beri jalan!" teriak anggota polisi yang mengapit tubuh Aldric agar tidak menjadi sasaran massa.
"Harap menyingkir!"
"Jangan halangi jalan!"
Walaupun diapit beberapa anggota polisi, ada saja tangan warga yang berhasil mendaratkan pukulan di tubuh dan kepala Aldric.
"Cukup-cukup kalian jangan main hakim sendiri. Biarkan hukum yang memprosesnya!" interupsi salah satu anggota polisi tersebut.
"Dasar nggak punya mata, ngebut seenaknya saja!"
"Iya mentang-mentang orang kaya sok keras!"
"Emang jalanan ini milik nenek moyang elo!"
"Kawal sampai masuk bui!"
"Jangan sampe bebas bersyarat!"
"Dasar orang kaya tidak tahu diri!"
Begitulah lontaran caci makian yang terucap dari massa yang menghadang mobil Aldric tadi. Mereka benar-benar gemas dengan pengemudi mobil sport itu.
Namun Aldric sama sekali tidak mau mendengar ocehan dan caci maki orang-orang itu. Di pikirannya saat ini ia ingin secepatnya pergi dari tempat yang membuatnya gerah itu.
Sedangkan di kediaman Anteras Nyonya Renata seakan ingin mati berdiri rasanya, saat mendengar kabar sang putra berada di dalam kantor polisi karena menabrak seseorang. Bagaimana tidak shock, baru sehari pulang ke Indonesia putra semata wayangnya itu sudah membuat masalah. Apalagi sampai menabrak orang.
"Papa ...!" teriak histeris Nyonya Renata membuat Tuan Adrian yang baru saja menyelesaikan mandinya dibuat terperanjat kaget sehingga langsung berlari menghampiri sang istri masih dengan menggunakan sehelai handuk.
"Ada apa Ma? Kenapa teriak begitu?" tanya Tuan Adrian sesaat setelah berdiri di hadapan istrinya.
"Papa ...!" teriak Nyonya Renata semakin histeris.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Sultan [DREAME/INNOVEL]
RomanceTampan dan bergelimang harta membuat seorang Aldric Zeffer Anteras menjadi pribadi yang arogan dan sombong, selalu semaunya sendiri. Suka berfoya-foya dan tidak bisa menghargai uang. Demi mendisplinkan putra semata wayangnya itu. Tuan Adrian Philips...