Bab 3

3 1 0
                                    

Pada hari yang sama, di sebuah bandara, dipenuhi oleh para pengunjung dan orang-orang asing, baik sepanjang jalan maupun deretan kursi tunggu. Di balik suasana yang ramai ini, muncul seorang lelaki muda yang telah terbang dari Negeri Sakura. Akhirnya, sampai juga, batinnya.

Setelah mengambil suitcase hitam dari bagasi, dia berjalan keluar. Matanya mengawasi sekeliling, mencari seseorang. Kemudian, lelaki itu mulai menoleh ke seorang pria yang berumur 35 tahun, berpakaian formal, dan membawa selembar kertas. "Aditya Rei", nama yang tertulis pada selembar kertas itu. Dia mulai mendekati pria itu dan menyapa, "Kon'nichiwa."

Pria tersebut membalas, "Kon'nichiwa... Apakah Anda Aditya Rei?" Lelaki itu menganggukkan kepalanya dan bertanya, "Genki desuka?"

Namun, pria itu tidak sanggup menjawab pertanyaannya karena bingung. Akhirnya, ia pun menerjemahkan ke bahasa Indonesia. "Apa kabar?"

Pria itu mulai mengerti ."Oh, saya baik-baik saja. Bagaimana dengan kau, ... Uhm ... ?"

"Aditya. Tapi bapak bisa panggil saya Adit dan saya juga baik-baik saja, pak,"jawab lelaki tersebut.

"Oh, baiklah, Aditya. Selamat datang di Yogyakarta, Indonesia. Nama saya Budi Hermawan, tapi Anda bisa panggil saya Pak Budi dan saya akan menjadi pendampingmu selama Anda di sini," sambutnya dengan hangat.

Aditya membungkukkan badannya, "Sini, biar saya yang akan membawa suitcase Anda," ucap Pak Budi sambil mengulurkan tangan kanannya.

"Tidak perlu, pak. Saya bisa bawa sendiri," jawab Aditya dengan sopan. Pak Budi pun segera mengantarkannya ke mobil dan mereka berangkat menuju apartemen yang akan ditinggali oleh Aditya. Di mobil, Pak Budi mulai berbasa-basi kepada Aditya. "Bagaimana dengan penerbanganmu, Aditya?"

Aditya pun menjawab, "Ya, duduk di dalam pesawat seharian sudah sangat melelahkan daripada bermain basket selama satu jam."

"Bolehkah saya bertanya, Aditya?" tanya Pak Budi.

"Boleh, Pak."

"Bagaimana Anda bisa berbicara bahasa Indonesia dengan lancar? Bukannya Anda cukup lama tinggal di Jepang?" lanjutnya.

"Sewaktu saya masih di Jepang, di rumah biasanya pakai bahasa Jepang. Itu waktu ayah saya sedang di rumah. Jika di rumah hanya ada saya dan ibu, kita pakai bahasa Indonesia karena ibu saya berasal dari Indonesia ..."

Pak Budi memotong, "Tunggu, jadi ibumu orang asli Indonesia?"

"Iya," jawabnya. "Waktu SD, ibu minta saya untuk les bahasa Indonesia karena kebetulan tetangga kita, yang bekerja sebagai guru, juga berasal dari Indonesia. Selain belajar bahasa, beliau juga mengajarkan saya tentang kebudayaan yang ada di sana. Setelah les, saya dan ibu mulai berdialog dengan bahasa Indonesia ketika ayah masih bekerja. Tapi, ini pertama kalinya saya di sini karena ayah makin sibuk hingga tidak ada waktu untuk berlibur ke luar negeri," lanjut Aditya.

"Oh, begitu ya," ucap Pak Budi. Aditya menganggukkan kepalanya sambil mengecek ponsel miliknya. "Orang tuanya Adit kerja apa ya?" tanya Pak Budi.

"Ayah saya punya perusahaan di sana. Salah satu perusahaan terbesar di Jepang. Oleh karena itu, dia sangat sibuk dan selalu pulang kemalaman. Kalau ibu saya, sebagai ibu rumah tangga," jawabnya sambil mengecek pesan chat. Dia pun menekan pesan masuk terbaru.

Mama : "Halo, Nak. Sudah sampai belum? Jika sudah sampai, telepon mama ya. Love you."

Setelah melihat isi pesan dari ibunya, Aditya mulai tersenyum. Saat mobil mulai berhenti karena lampu merah, Pak Budi melanjutkan pembicaraannya. "Untuk Aditya sendiri, kuliah di mana saat masih di Jepang?"

Sunshine For My Stone Cold Heart [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang