Bab 4

8 1 0
                                    

Aditya Rei terbangun dari tidurnya setelah mendengar bunyi dering samar-samar di sebelahnya. Dia mengambil ponsel di meja sebelah dan mematikan alarmnya. Setelah suasana kamarnya terdengar sunyi, mata dari lelaki itu langsung tertuju pada jam di ponsel. Jam 06.15. Sebaiknya aku segera bersiap supaya tidak terlambat di hari pertama ini, batin Aditya.

Dia beranjak dari ranjang dan membuka tirai jendela, menghilangkan gelap dalam kamarnya. Aditya kemudian melihat suasana kota melalui jendela itu. Dia melihat langit biru yang cerah, tanpa awan mendung yang menutupinya. Suasana kota yang mulai ramai. Jalanan dipenuhi oleh kendaraan, baik beroda dua maupun beroda empat, serta para pejalan kaki di trotoar. Suasana kota Yogyakarta pada pagi hari mengingatkannya akan kota Tokyo yang juga ramai pada pagi hari. Sambil memandang pemandangan kota, Aditya menarik napas dan menghembus keluar dengan pelan. Dia merasa semangat untuk menjalani hari pertamanya. Setelah menikmati pemandangan kota, Aditya bergegas menyiapkan pakaiannya dan pergi ke kamar mandi.

***

Matanya terbuka lebar setelah air dingin membasahi tubuh jangkungnya. Karena menghindari hawa dingin, dia kembali mengenakan pakaian santainya. Handuknya digunakan untuk mengeringkan rambut coklat gelapnya. Kemudian, dia mulai mengenakan pakaian kasual : kemeja biru, sweater dengan lengan panjang, celana jeans, dan sneakers. Setelah pakaian tampak rapi, dia segera menyiapkan keperluan kuliahnya. Hmm... Buku catatan, alat tulis, laptop, dompet. Apalagi ya? Sepertinya semua sudah siap, ucap Aditya dalam hati, dengan kedua tangan yang sibuk memasukkan barangnya ke dalam ransel.

Kemudian, ia mengecek ponselnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Pak Budi sudah sampai mana ya? batinnya.

Lalu, terdengar suara ketokan di pintu depan. Saat Aditya mendekati pintu itu, terdengar suara Pak Budi. "Adit, ini saya, Pak Budi. Tolong buka pintunya," sapa Pak Budi dari balik pintu depan.

Aditya membuka pintu dan menyambut Pak Budi dengan hangat. "Selamat pagi, Pak," sapa Aditya sambil membungkukkan badannya.

Pak Budi juga membalas, "Selamat pagi, Adit. Sudah siap untuk hari pertama kuliah di Universitas Warta Wacana?"

Aditya menganggukkan kepalanya. "Sudah, Pak."

"Baguslah kalau begitu. Sebelumnya, Adit sudah sarapan belum?"

Aditya hanya menggelengkan kepalanya.

"Kebetulan, di sebelah apartemen ada sebuah kafe. Sebaiknya kita ke sana dulu untuk sarapan. Bagaimana, Adit?"

"Boleh, Pak."

"Baiklah. Jangan lupa bawa access card-nya, karena pintunya terkunci otomatis setelah ditutup dan harus dibuka dari dalam atau menggunakan access card dari luar. Jadi, jangan sampai ketinggalan dan jangan sampai hilang," pesan Pak Budi saat akan keluar dari kamar.

Aditya mengambil access card-nya dari atas meja dan memasukkannya dalam dompet. "Baik, pak,"jawabnya.

***

Aditya membawa dua gelas minuman panas ke meja kafe, dimana Pak Budi sedang duduk di meja itu. "Ini, Pak," ucap Aditya sambil memberikan segelas kopi panas kepada pria itu.

"Astaga, Adit. Tidak perlu repot-repot. Saya sudah minum kopi di rumah," tutur Pak Budi.

"Tidak apa-apa, Pak. Saya sudah membayar kopinya."

Aditya menaruh segelas teh di meja dan segera duduk. Lalu, dia melihat sekelilingnya di kafe itu. Sedikit orang datang menumpang di kafe itu. Sebagian adalah orang lokal, sebagian lain adalah orang luar. Suasana hampir ramai dengan suara perbincangan orang-orang tersebut. Dia dapat mencium aroma kopi yang diramu dan roti yang dipanggang. Aroma roti panas ini membuat perutnya berbunyi, walaupun dia masih bersabar menunggu pesanannya. Di tengah keramaian itu, Pak Budi mulai mengeluarkan kata-kata, "Adit sudah pesan makan belum?

Sunshine For My Stone Cold Heart [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang