Diandra
"aku pengen pergi ke tempat di mana aku gak akan pernah lagi merasakan sakit untuk selamanya. Tapi kalau aku pergi, aku takut bakal kangen sama kamu"
Regan
"Sejak ketemu kamu, aku kehilangan minat buat nyakitin diri aku sendiri. You are my d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bau obat-obatan menyeruak ketika seorang perempuan dengan seragam putih abu-abu memasuki ruangan berukuran 7x7 dengan nuansa putih dan bersih. UKS sepi. Tak ada siapapun disana kecuali Diandra. Diandra adalah seorang siswa SMA dengan rambut hitam panjang bergelombang dan tahi lalat kecil di pipinya yang membuat wajahnya menjadi semakin manis. Perempuan itu duduk di atas ranjang UKS yang terletak paling ujung. Ranjang-ranjang di UKS itu dibatasi oleh tirai berwarna biru.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Diandra tidak tahu apakah ada orang dibalik tirai-tirai itu. Diandra tidak peduli, yang ia pedulikan saat ini adalah rasa sakit di kepalanya yang sudah tidak bisa ia tahan.
"Obat pusing mana sih?" ucap Diandra sambil mencari obat di nakas samping ranjang. Namun obat itu tidak kunjung ia temukan sehingga membuat Diandra berdecak sebal.
Usahanya mencari obat harus terhenti karena dering telepon Diandra berbunyi. Nama "Kak Savero" muncul di layar ponsel itu.
"Halo" panggil seseorang di ujung telepon.
"Kenapa Kak?"
"Lo hari ini langsung pulang ya, jangan maen! Dicariin Papa tuh ".
Diandra mengeluh, "Ada apa emang? Tumben banget nyariin gue?".
"ya gue juga gak tahu".
"Paling mau marahin gue lagi".
"Ga bakal kalo Lo turutin apa mau dia, Di"
"Gue udah coba kali buat turutin maunya papa apa, Kak. Tapi di mata papa, semua yang gue lakuin selalu salah. Percuma juga gue usaha" mata Diandra memanas. Air matanya hampir turun jika tidak ia tahan dengan mati-matian.
"Di, dia papa Lo juga".
Mendengar kenyataan itu, Diandra menjatuhkan air matanya. "Iya gue tahu. Udah ah. Guru gue dateng" ujar Diandra berbohong sembari menahan suara tangisnya.
"Yaudah. Pulang cepet ya! Jangan maen lo".
Tanpa menjawab, Diandra langsung mematikan teleponnya dengan cepat. Dia tak ingin terus diingatkan soal pulang. Baginya pulang berarti masuk ke pusat neraka. Tidak ada kebahagiaan. Hanya ada tangis dan siksaan. Diandra menangis pelan, takut seseorang datang karena mendengar tangisannya.