#04 move

1.4K 313 8
                                    

[30 day's with ; Jay]

"Berita pagi ini, seorang perempuan ditemukan mengambang di atas sungai dalam kondisi terdapat beberapa luka goresan silet di perutnya."

Jay yang mendengar sekaligus menonton berita di televisi mendadak mengerutkan alisnya. Lalu ia segera menghubungi sang komandan, alias ayah Caca. Jay menduga jika pembunuhan tersebut merupakan sebuah peringatan karena tadi malam ia telah melumpuhkan salah satu anggota gangster di apartemennya.

"Agen Jay, ada apa?"

"Pembunuhan di sungai, itu ulahnya?"

"Iya, polanya sama, luka sayatan perut." Sang komandan diam, lalu terdengar suara hela nafas. "Kamu habis mengalahkan salah satu dari mereka?"

"Iya, komandan."

"Kapan?"

"Tadi malam."

"Pembunuhan ini juga dilakukan tadi malam, besar kemungkinan jika ini adalah sebuah ancaman bagi kita. Kondisi Caca bagaimana saat ini?"

"Caca masih tertidur, saya perlu menjaganya dari ruang tamu."

"Bagus, bawa anak saya ke tempat yang lebih aman, di sana bahaya."

"Siap, komandan! Saya dan Caca segera pindah dari sini."

"Oke." Sang komandan memutuskan teleponnya. Lalu Jay menyenderkan punggungnya di sofa. Ia sedang berfikir bagaimana cara melindungi Caca, sebab gangster tersebut sudah semakin berani untuk merenggut nyawa.

Kreek

Suara pintu terbuka, lalu disusul oleh kemunculan Caca. "Pagi, Caca, kamu mau sarapan?" tanya Jay dengan senyum tulusnya.

Caca menggeleng, ia tak ada sedikitpun rasa nafsu makan karena mengingat kejadian tadi malam. Tapi, Jay tetap saja memberikannya semangkuk bubur untuk sarapan. "Caca, self defense perlu energi, dan energi itu diperoleh dari makanan ini. Apa perlu saya suapin?"

Karena Jay sudah menyodorkan sesendok bubur, Caca jadi sukar untuk menolak. Akhirnya, ia mengambil sendok yang dipegang Jay, lalu memakan buburnya secara mandiri. "Gue bisa makan sendiri."

"Oke, makan yang banyak ya, Ca."

Setelah selesai makan, Caca membersihkan tubuhnya dan membereskan kamar Jay yang habis dipakai olehnya untuk tidur. Kemudian, Caca duduk di sofa sambil membuka ponselnya. Namun, Ia dikejutkan oleh ratusan chat yang terpampang di bar notifikasi.

Jean : Caca, berita Tia beneran?

Mark : Tia sahabat lo kan?

Maudy : Ca lo gapapa?

Ara : Tia beneran dibunuh?

Sisca : mayat yang ada di sungai beneran sahabat lo, Ca?

Tangan Caca bergetar hebat setelah melihat beberapa notifikasi, tapi ia masih tak percaya dengan pesan teman-temannya itu. Caca segera meraih remote dan menyetel berita yang disiarkan di televisi.

Mata Caca membulat saat menontonnya. "B-bener.... Tas merah dipinggir sungai itu, punya Tia."

Jay tiba-tiba datang dan duduk di sebelah Caca. "Kenapa, Ca?"

"Mayat itu, s-sahabat gue." tunjuk Caca yang melirih.

Jay memegang jemari Caca yang masih gemetar. "Tenang Ca, kamu tidak boleh takut, ada saya."

"Terus, kita harus gimana? Jarak sungai itu cuma beberapa meter, pasti orang itu bakal balik lagi ke sini."

"Kita pindah, Ca."

"Lo udah cari apartemen baru?"

"Belum."

"Terus kita pindah kemana?"

"Rumah kamu."

"K-kok tempat itu? Bukannya di sana nggak aman?"

"Aman. Para gangster pasti akan berfikir kalau kita pindah ke apartemen baru dibanding tempat itu."

Caca menghela nafas lega. "Oke, gue kemasin baju sekarang dan kita langsung pindah, ya?"

Jay tersenyum manis. "Iya."

Caca langsung mengemasi baju-bajunya. Sementara, Jay perlu berkeliling di daerahnya untuk memastikan tidak ada satupun anggota gangster yang berkeliaran. Jay ingin Caca terus merasa aman saat berada di perjalanan.

Drrt drrt drrt

Handphone Caca berbunyi, lalu terlihat notifikasi yang berasal dari Jay.

Jay : Ca, saya sudah di depan pintu
Jay : Ayo kita pergi dari sini, di luar aman

Caca bergegas untuk keluar dari apartemen setelah membaca pesannya. Ia berjalan cepat sambil membawa dua koper demi menghampiri Jay yang ada di luar pintu.

Sekarang, mereka tengah memakai helm dan naik ke atas motor hitam milik Jay. Kemudian Jay mengendarai motornya dengan sangat kencang. Sebab, waktu aman di luar hanya sekitar tiga puluh menit menurut prediksinya.

"Ca, kalau kamu merasa tidak nyaman karena saya mengendarai motornya terlalu cepat, kamu bisa pegangan." ujar Jay sambil melihat wajah Caca lewat spionnya.

Caca mengangguk. "Tapi, lo jangan salah paham ya, gue cuma takut jatoh."

"Iya, Caca, tenang saja."

Jay kembali mengendarai motornya dengan kencang. Bahkan Caca yang dibelakang sampai tak bisa membuka mata karena terkena terpaan angin.

Setelah lima belas menit, Jay dan Caca akhirnya tiba. Mereka langsung masuk ke dalam dan menaruh pakaiannya ke dalam masing-masing kamar.

Tok tok tok

Caca tiba-tiba mengetuk pintu kamar yang ditempati Jay. Lalu Jay keluar setelah itu. "Ada apa, Ca?" tanyanya.

"Charger hape gue ketinggalan. Boleh pinjem punya lo dulu nggak?"

Jay memutarbalikkan tubuhnya, ia mengambil charger yang ada di tasnya. "Nih." ucapnya.

Caca mengambilnya. "Makasih, Jay. Oh iya, jangan lupa tugas sekolahnya dikerjain."

"Iya, Ca, saya tidak akan lupa."

#04

[To be continue]









30 Days with JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang