Part 4

2 1 0
                                    

Menikah dengan Lelaki Pemalu

4

“Ehm ... Bay, aku boleh jujur nggak? Kejujuran sebagian dari iman, kan?”

“Itu kebersihan, Cinta ....”

“Aku belajar ngaji sama orang lain aja, deh. Sama kamu aku gagal fokus!” sungutku.

“Sa—sama,” jawab Baihaqi seraya membuang pandangan dan mengusap tengkuk, wajahnya lagi-lagi merona.

Dan dia gagap lagi, jangan-jangan tanda-tanda mau khilaf, nih? Duh, jadi deg-degan.

Krik krik krik ....

Kebekuan melanda, hawa hangat menjalari raga, sementara AC menyala. Baihaqi menggeser duduknya, lantas perlahan menyentuh ujung jari kelingkingku.

Ini maksudnya apa? Mau ngajak main ‘suwit’ apa tebak kata gagaruda?

Aku meliriknya, tepat saat lelaki itu melakukan hal yang sama, lalu ia membuang pandangan lebih dulu. Barangkali terkejut melihat betapa cantik istrinya ini.

“Ehm ... ka—kamu ngantuk, nggak?” tanyanya.

“Hmm ... iya ... ngantuk ... banget,” jawabku.

“Oh ...,” katanya seraya menjauhkan tangannya dariku.

“Tapi boong!” godaku.

Bay hanya tersenyum sekilas, lalu menunduk lagi. Oke, Bay, kayak gitu aja terus sampai pagi ....

“Cinta ....”

“Hmm ...?” Kupandangi wajahnya lekat. Namun seperti biasa, ia hanya membalas sekilas, lantas membuang pandangan ke arah lain.

Terus ... kayak gitu aja terus sampai dua kali pilkada.

Tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar diikuti padamnya listrik.

“Aaa ...!” Aku berteriak tertahan, mendadak beringsut mendekati Baihaqi di tengah suasana gelap.

Kurasakan kedua tangan suamiku mendekap erat. “Subhanallah,” bisiknya. 

Sedangkan aku mengucapkan ... “Terima kasih, petir.” Cukup di dalam hati.

Di luar, hujan lebat turun seketika. Menghadirkan suasana syahdu tiba-tiba. Entah bagaimana awalnya, aku sudah berada di tempat tidur bersama Bay.

Hangat napasnya terasa tidak jauh dari wajahku. Samar-samar dapat kulihat kini kami berada dalam jarak yang sangan dekat, saat ....

“Cinta ... ini lilinnya, Sayang!” Suara Umi dari pintu kamar terdengar.

Aku terkesiap, kenapa BMKG tidak bisa memprediksi kehadiran ibu mertua akan ada berapa menit setelah mati lampu?

“Bay masih punya, Umi,” jawab suamiku tanpa memedulikan ucapan uminya karena sedang sibuk dengan kancing bajuku.

***

Aku melirik jam dinding, pukul setengah dua belas malam. Tapi tenggorokanku kering, dan perut keroncongan koplo. Jangan dibayangin gimana iramanya, aku aja bingung, itu sebuah ungkapan lapar yang tiada tara.

Aku harus ke dapur. Kusingkap selimut dan berjalan ke pintu sambil mengusap mata yang belum sepenuhnya terbuka. Ngantuk!

Tiba-tiba kudengar langkah kaki berlari dan mencekal tanganku.

“Mau ke mana?” tanya suamiku.

“Dapur ...,” jawabku.

“Dengan pakaian kayak gini?”

Menikah dengan Lelaki PemaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang