Arum, Ibas, Catur, dan Danesh adalah kuartet yang terbentuk secara tidak sengaja semasa SMA. Keempatnya bersahabat karena dua tahun berturut-turut duduk berurutan sesuai alfabet nama depan mereka.
A, B, C, D.
Arum, Baskara (tapi Ibas lebih senang dipanggil 'Ibas' dibanding 'Baskara'), Catur, dan Danesh
Persahabatan itu berlanjut sampai kuliah hingga benar-benar jadi orang dewasa yang pusing mengisi SPT setiap tahunnya.
Enam tahun yang lalu ketika Arum menikah, Arum mengikuti Alvin, suaminya, pindah ke Bali. Minimal setahun sekali Arum dan keluarga kecilnya akan liburan ke Jakarta atau Ibas, Catur, dan Danesh yang gantian datang ke Bali.
Maka dari itu ketika seminggu yang lalu istri Catur mengatakan kalau Arum butuh dijemput hari ini di bandara, Catur tidak berekspektasi mengenai apa pun.
Sampai kemudian Arum menjatuhkan bomnya di depan mereka semua.
"Lo nggak lagi ngerjain kita kan, Rum?" Danesh masih belum percaya—well, semua orang tidak percaya dengan kabar yang diberikan Arum pada mereka beberapa detik yang lalu.
"Nggaklah, selera humor gue belum seanjlok itu, Nesh," tukas Arum. "Jangan tanya sekarang, kita obrolin lagi aja di apartemen gue."
Ketiga lelaki itu melongo mendengar bagaimana Arum bahkan sudah punya apartemen di Jakarta. Dengan santainya, Arum memberi tahu Catur yang hari itu menyetir di mana apartemennya berada.
Di sepanjang perjalanan, Gia tertidur dengan kepala berada di pangkuan Arum. Catur menyetir ditemani Ibas, sedangkan Danesh duduk di kursi paling belakang dengan dua koper besar milik Arum.
Mereka tiba di apartemen yang cukup mewah di kawasan SCBD. Tiga lelaki itu berusaha menahan diri untuk tidak segera bertanya, dengan kesabaran yang mulai menipis di setiap detik yang berjalan.
"Udah full furnished? How come?" Danesh mendecakkan lidah ketika masuk ke apartemen tiga kamar tersebut. "Bahkan udah ada foto lo di sini!"
Arum meringis ketika melihat bagaimana kagetnya Danesh ketika masuk ke ruang tengah. "Kopernya tolong taruh di depan pintu yang hitam itu ya. Gue mau tidurin Gia dulu di kamar."
Danesh mengiakan dan menaruh koper tersebut di pintu yang dimaksud Arum. Sedangkan Arum bergegas masuk ke kamar yang lain.
"Dia main masuk aja, emang kamarnya udah siap?" gumam Ibas sambil melirik ke arah pintu kamar yang dimasuki Arum.
"Ini sih bukan cuma full furnished—emang dia udah beneran pindahin semua barangnya ke sini," gumam Catur setelah selesai berkeliling. "Bahkan apron buluk andelan Arum aja ada di dapur."
Meski masih shock, ketiga lelaki itu duduk di sofa panjang yang ada di ruang tengah, menunggu hingga Arum selesai menidurkan Gia di kamarnya.
Tak perlu waktu lama bagi Arum untuk keluar dari kamar anaknya. Perempuan berambut panjang lurus itu menghela napasnya, lalu duduk di single sofa yang tersisa.
"Gue udah resmi cerai dari Alvin," beri tahu Arum tanpa tedeng aling. "Sebenernya udah dari beberapa bulan yang lalu sih."
Alis Catur menukik naik. "WHAT?!"
"Kok bisa?" tanya Danesh dengan heran.
Ibas menambahkan, "Are you okay?"
Respons sahabatnya membuat Arum meringis karena ini sudah ia perkirakan. Selama ini, sejak hubungannya dengan Alvin retak, Arum tidak memberi tahu siapa pun. Ketiga sahabatnya bahkan masih titip salam kepada Alvin saat sebulan yang lalu mereka video call.
Bisa saja Arum memberi tahu mereka sebulan yang lalu atau bahkan sebelum itu, tapi dengan sekuat tenaga Arum menahan diri hingga memutuskan kalau hari ini adalah harinya.
"I'm not okay but thank you for asking, Bas," jawab Arum. "Kita cerai secara baik-baik kok dan PLEASE—" Buru-buru Arum mencegah Catur yang siap untuk menghajar Alvin padahal Alvin tak ada di sini. "Jangan barbar, oke? Alvin masih jadi ayah yang baik buat Gia—at least, dia masih luangin waktu untuk Gia."
"Tapi...." Danesh masih menggeleng tak percaya. "Elo? Cerai? Ini kayak berita kalo sekarang udah jatahnya warga Jakarta naik TJ ke Mars, tahu nggak?!"
Arum mendengus geli mendengar perumpamaan Danesh. "Ya... semua kan mungkin-mungkin aja, Nesh."
"Dia selingkuh?" Kali ini Ibas yang bertanya.
Dengan tegas, Arum menggeleng. "Nggak."
"Nggak mungkin juga lo yang selingkuh," tambah Danesh yang membuat Arum melotot. "Lo kalo udah suka sama orang bucinnya nggak ketolongan."
Catur mengangguk, setuju dengan pemaparan Danesh mengenai Arum.
"Kita cuma nggak cocok aja," beri tahu Arum. "Udah ya, gue cuma bisa ngasih tahu sampai situ. The rest is history. Sekarang gue mulai hidup baru, balik lagi ke Jakarta karena I have no one in Bali. Alvin sibuk sama kehidupannya dan semua support system gue di sini—termasuk kalian."
Baik Ibas, Catur, dan Danesh sama-sama mendesah pelan mendengar penuturan Arum.
"Apartemen ini udah gue beli sejak proses perceraian. Kakak gue yang bantu urus segala macemnya, barang-barangnya dikirim duluan pakai kargo. Ini yang nata juga Kakak gue sama orangnya sesuai arahan gue."
"Gila... bisa-bisanya lo ngumpetin hal segede ini dari kita, Rum." Ibas masih menggeleng tak percaya. "Okelah, kalo lo nggak mau kita hajar Alvin karena lo cerai baik-baik, seenggaknya lo kasih kita kesempatan buat ada di sisi lo waktu lo lagi sedih, Rum. Jangan cuma lo doang yang selalu ada buat kita."
Catur dan Danesh mengangguk setuju.
Arum ada ketika Iriana, istri Ibas, meninggal dua tahun yang lalu.
Arum juga hadir saat Catur dan istrinya kehilangan anak pertama mereka. Arum juga menemani Danesh ketika ibunya dinyatakan lumpuh dan Danesh sangat sedih karenanya.
Rasanya seperti orang bodoh saat tahu sahabatmu baru saja bercerai tanpa benar-benar tahu kapan ia melewati proses tersebut. Meskipun perceraian itu dilangsungkan dengan baik-baik, yang namanya perpisahan tetap saja perpisahan.
Alvin dan Arum bukan orang yang pacaran hanya satu atau dua tahun sebelum memutuskan menikah—mereka pacaran bahkan sejak Arum menginjak semester tiga di perkuliahannya.
Jadi mereka bertiga bisa mengira-ngira, sedalam apa luka di hati Arum atas perpisahannya dengan Alvin.
"Iya, iya, sorry ya." Arum menangkupkan kedua tangannya di dada. "Gue cuma nggak mau buat kalian khawatir, semua orang punya masalahnya masing-masing dan gue nggak mau jadi beban pikiran buat orang lain.
"Gue janji, itu yang terakhir kalinya gue diem-diem dari kalian."
"Bener ya?!"
"Iyaaa!"
Ibas bangkit berdiri dan menarik Arum untuk ikut berdiri dengannya. Catur dan Danesh mengikuti Ibas. Lalu tanpa aba-aba, Ibas membuat mereka berpelukan seperti Teletubbies yang pernah terkenal pada masanya.
Ketiga lelaki itu mengusap pungung Arum dengan lembut dan tanpa siapa pun sangka, Arum langsung menangis terisak tanpa suara di pelukan itu.
Topeng yang sejak tadi ia kenakan langsung lepas hanya dengan sebuah pelukan.
Ibas, Catur, dan Danesh bertukar tatap selama Arum menunduk menyembunyikan tangisnya, mencoba berkomunikasi secara nonverbal mengenai kabar yang baru saja mereka terima.
Kini, empat sahabat yang sempat dipisahkan jarak itu kembali terkumpul. Akankah Arum benar-benar mendapatkan ketenangannya di Jakarta?
TBC
03/09/2021, 23.56
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Part
RomanceArum kembali ke Jakarta setelah bercerai dengan suaminya, tanpa memberi tahu siapa pun kecuali keluarga dekatnya. Ibas, Catur, dan Danesh--ketiga sahabat Arum--tentu saja terkejut dengan kepulangan Arum. Ketiganya mencoba membantu Arum untuk berdiri...