[3] Menata Hidup Kembali

97 13 0
                                    

"Pasti kemarin Mas Catur udah ribut mau mukul Alvin ya?"

Arum meringis begitu mendengar tebakan Andine, istri Catur yang kini duduk di hadapannya. "Iya, tahulah suami lo gimana. Sumbu pendek."

"Banget." Andine juga ikut tertawa. "Makanya gue waswas sejak kemarin Ivana masuk TK. Kalo ada yang isengin anak gue dikit, takutnya si Mas main labrak tu anak. Padahal kan namanya anak TK ya masih wajarlah isengin temennya."

Arum bisa membayangkan Catur melabrak anak seumuran Ivana, putri sulung Catur dan Andine yang usianya berjarak setahun dari Gia, yang mungkin mengusilinya. 

Hal itu mungkin saja terjadi dan membayangkannya saja sudah membuat Arum merasa geli.

"Thank you ya, Ndin, udah mau rahasiain rencana kepulangan gue," ucap Arum dengan sungguh-sungguh. 

"Ya ampun, nggak usah bilang makasih sih, Rum." Andine menepuk pelan punggung tangan Arum yang ada di atas meja. "Selama gue masih bisa bantu lo, kenapa nggak kan?"

"Catur pasti ngomel-ngomel soal pemberitahuan gue kemarin ya?" tebak Arum.

"Oh, itu sih pasti." Andine terkikik geli mengingat bagaimana seharian kemarin sepulang dari apartemen Arum, Catur mengutarakan semua isi pikiran dan hatinya kepada Andine. "Nekat sih lo, ngasih tahu pas udah di Jakarta."

"Gue takut aja...." Arum mendesah pelan. Sebenarnya orang luar selain keluarganya yang tahu mengenai perceraiannya dengan Alvin adalah Andine.

Arum bersahabat baik dengan Andine, perempuan yang dinikahi Catur setelah dua tahun berpacaran. Andine berbeda dengan perempuan yang lain, ia bia menerima bagaimana Catur di depan sahabatnya dan dirinya dengan Catur yang dilihat orang-orang, terlihat berbeda. Seperti dua kepribadian yang kontras.

Andine bisa menerima persahabatan mereka dengan Arum sebagai perempuan satu-satunya di dalam lingkaran tersebut. Sebenarnya Arum bukan tipe sahabat yang akan menginvasi seluruh waktu sahabat laki-lakinya sehingga pacar mereka merasa tersisihkan.

Arum selalu mengerti dan menjaga batasan dengan Ibas, Catur, dan Danesh--baik saat itu mereka punya pasangan atau tidak. Namun hanya Andine dan mendiang Iriana-lah yang bisa benar-benar bersahabat dengan Arum.

Setelah Catur dan Andine menikah, Arum lebih banyak berkomunikasi dengan Andine kalau butuh bantuan Catur secara personal. Arum pemegang prinsip hubungi pasangan sahabatmu terlebih dahulu untuk menjaga hubungan baik di antara mereka.

Maka dari itu akhirnya Arum bisa sangat dekat dengan Andine dan Andine-lah yang pertama kali tahu soal perceraiannya. Andine juga yang meyakinkan Arum yang goyah untuk kembali ke Jakarta.

Sulit bagi Andine untuk tidak langsung membagi cerita soal Arum kepada Catur. Tetapi, ia berhasil diam karena Arum bersikeras untuk memberi tahu ketiga sahabatnya, saat ia sudah berada di mental state yang cukup baik untuk mengatakan kalau ia sudah menjanda.

"Takut kenapa?"

"Takut gue bakal nangis habis-habisan karena ternyata gue nggak sekuat yang gue bayangin kayak waktu gue minta cerai ke Alvin," desah Arum pelan. "Dan yah... terbukti, kemarin gue nangis di depan mereka."

"Justru mereka kayaknya bakal lebih khawatir kalo lo nggak nangis, Rum." Andine kemudian melihat ke arah Gia dan Ivana yang sedang bermain di atas karpet ruang tengah apartemen Arum.

Hari ini Andine memang sengaja mengajak Ivana berkunjung ke apartemen Arum, mumpung TK-nya sedang diliburkan karena ada rapat guru.

"Iya sih...."

"Terus apa rencana lo?"

"Bertahan hidup." Arum menjawabnya seraya meringis. "Nggak mungkin gue terus-terusan bergantung hidup ke orangtua gue. Kasihan mereka, udah malu karena anaknya jadi janda, masa harus gue bebanin soal keuangan juga.

"Alvin emang masih kasih nafkah, tapi nggak ada yang tahu kan ke depannya gimana? Jadi ya... berusaha berdiri tegak dengan kedua kaki sendiri adalah prioritas gue sekarang."

"Good then." Andine mengangguk setuju. "Tapi gue yakin orangtua lo nggak malu karena lo jadi janda, Rum. Orangtua lo cuma khawatir."

"Yah... mungkin." Arum mengambil cangkir tehnya dan menyesap isinya lamat-lamat. 

"Mau kerja dong lo?"

"Kayaknya kalo kerja sama orang nggak deh, Ndin. Gue udah berhenti kerja kantoran aja udah lebih dari enam tahun."

"Terus? Mau buka usaha?"

"Semacam itu." Arum mengambil ponselnya dan menunjukkan akun Instagram yang beberapa bulan ini ia kelola. "Kakak ipar gue punya florist, beberapa bulan ini gue bantu kelola sosmednya. Nah, mulai minggu depan gue kerja di sana. Megang sosmed, kasir, dan bantu-bantu kakak ipar gue ngerangkai bunga meskipun gue belum sejago dia."

"Gia gimana?"

"Gue udah daftar sekolah deket florist. Florist-nya juga nyatu sama rumah kakak ipar gue. Jadi ya bisa numpang istirahat di sana."

"Syukurlah kalo gitu, seenggaknya Gia kan sama sodara sendiri."

"Iya, tadinya mau gue titip ke daycare aja kan, tapi kata kakak ipar gue, di rumah aja mendingan. Lebih bebas, hemat biaya juga."

Andine bergumam mengiakan dan mengambil sebuah cookies dari piring saji yang ada di antara mereka. 

"Padahal kalo lo mau kerja di kantornya Mas Catur atau Ibas, pasti bisa lho, Rum," imbuh Andine lagi saat teringat kalau suaminya dan Ibas bekerja di perusahaan keluarga masing-masing. 

Arum meringis saat mengingat perdebatannya dengan ketiga sahabatnya semalam. "Mereka nawarin sih kemarin. Untung Danesh masih budak korporat, jadi dia nggak ikut-ikutan nawarin kerjaan jalur orang dalem."

"Mereka cuma mau lo baik-baik aja--tempat tinggal yang nyaman dan aman, pekerjaan yang pasti, dan permulaan hidup baru yang lebih baik, Rum." Andine tersenyum simpul saat menambahkan, "Gimana pun mereka kan sahabat lo, gue pun juga pengen hal yang sama kok. Apalagi mereka nggak ada di saat-saat terberat lo, Rum. Pastilah... deep down inside, mereka ngerasa sedih karena nggak bisa jadi punggung buat lo bersandar."

Arum tak merespons dengan kata-kata. Ia hanya tersenyum dan mengerti kalau sahabatnya pastilah mengkhawatirkan dirinya saat ini.

Jujur saja, Arum pun juga khawatir dengan dirinya sendiri. Bisakah ia menjadi ibu tunggal yang baik untuk Gia? Bisakah ia membuat Gia tetap merasa disayangi tanpa kekurangan meski hanya dengan Arum?

Ada banyak pertanyaan yang tebersit di kepalanya, tapi daripada menanti jawabannya hanya dengan duduk diam, Arum memilih untuk bergerak meski lambat.

TBC

04/09/2021, 23.29.

Best PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang