Nerd | 09

62.4K 6.8K 83
                                    

Devin melangkahkan kakinya memasuki kafe yang berada di depan sekolahnya, dia mengedarkan pandangannya melihat sekeliling kafe. Netranya jatuh pada gadis yang menenggelamkan kepalanya di atas meja, Devin sedikit tersenyum dan mendekat ke arah gadis itu.

Devin duduk di kursi yang berada di depan gadis itu, dia mengamati gadis yang tengah terlelap dengan pulas. 

“Ternyata, kalao dilihat-lihat, nih cewek manis juga kalo nggak pake kacamata,” gumamnya. Lalu, pandangannya jatuh ke kacamata yang di atas meja. Rasa ingin tahunya menghinggapi dirinya, kemudian dia mengambil kacamata itu.

“Nih anak minus berapa sih?” tanya Devin kepada dirinya, lalu mencoba memakai kacamata yang selalu menjadi ciri khas seorang gadis bernama Leta.

“Lah? Ini kacamata hias?” Lagi-lagi Devin bermonolog sendiri. Dia langsung meletakkan kembali kacamata itu ke tempat semula karena melihat Leta yang sedikit terusik. Gadis itu mengangkat kepalanya, sedikit terkejut saat melihat Devin berada di hadapannya.

“Devin, udah lama? Kok aku nggak dibangunin sih?” tanya Leta langsung memakai kacamatanya kembali.

“Nggak tega gue bangunin lo.” Leta mengernyit. Kemudian mengeluarkan beberapa buku yang niatnya akan dia ajarkan kepada lelaki yang duduk di depannya.

“Ya udah kita mulai belajarnya sekarang.”

“Ogah.” Sahutan Devin langsung membuat Leta membulatkan matanya.

“Gue udah pinter, nggak perlu belajar lagi. Lagian, gue lihat-lihat nih ya. Lo sebenarnya nggak lebih pinter dari gue.” Devin bersedekap, memandang remeh ke arah Leta. 

Setan! umpat Leta dalam hati. Tapi yang Devin katakan memang ada benarnya sih, Devin itu memang pintar dilihat dari kemarin lelaki itu yang bisa mengerjakan soal yang menurutnya sulit dalam waktu singkat.

“Kalo udah pinter, terus ngapain nyuruh aku buat jadi guru pembimbing kamu?!” Sial, Leta bukan orang yang dengan mudah mengontrol emosinya. Sebenarnya dia sangat lemah untuk mengontrol emosinya, jangan sampai dia kelepasan menyebut semua nama hewan yang berada di kebun binatang di hadapan Devin.

“Karena gue ingin.” Emosi Leta sudah memuncak, ingin sekali Leta menggeplak kepala lelaki yang tengah bermain ponsel di hadapannya.

“Kamu suka sama aku yah? Terus kamu nyari alasan biar deket-deket sama aku gitu kan? Ngaku kamu.” Leta meledek, tiba-tiba otakknya menyuruh dia mengatakan kalimat itu untuk menetralkan emosi.

“Heh! Songong banget, nggak usah kepedean lo!” Leta sedikit menarik sudut bibirnya.

“Ya udah, sekarang mau kamu apa?”

“Untuk hari ini, kita pulang aja.” Allahuakbar, Leta mendengus kesal menghadapi Devin. Kemudian Leta berdiri berniat meninggalkan lelaki itu.

“Ke mana?” tanya Devin mencekal tangan Leta.

“Pulang.”

“Gue anterin.”

“Nggak perlu, aku pulang sama Leo.” Leta tidak mengucapkan kalimat itu secara sembarang, dia mengatakan itu karena kebetulan dia melihat kembarannya memasuki kafe ini. Alasan yang sangat tepat untuk menghindari Devin. Kemudian Leta sedikit berlari menghampiri Leo, menarik tangannya keluar dari kafe.

“Loh, Ta? Ngapain narik-narik gue?”

“Diem, sekarang kita pulang,” bisik Leta.

“Nanti dulu, gue mau pesen makanan elah.” Leta langsung menatap garang kepada Leo yang membuat nyali lelaki itu langsung mencuit.

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang