Sketsa Prominensa: Aku yang tak Kukenal dan Koper Besar Kenang-Kenangan

5 2 0
                                    

Berbagi: Marah

Sketsa Prominensa: Aku yang tak kukenal dan Koper Besar Kenang-Kenangan
Selamat berkunjung di Prominensa, kawan .... Hari ini ada seorang kawan yang kusebut sebagai Marah ingin mengajak kalian membaca satu kisah sederhana yang ia punya. Marah selalu berwajah serius, ia tipe manusia pemikir dan tak mudah tertawa. Kalakian, ada sebuah hari besar baginya. Hari yang mengantarkannya pada kekalahan-kekalahan selanjutnya. Marah si serius tak pernah berpikir bahwa hidupnya lebih sulit dari siapa pun dan tidak merasa lebih mudah dari siapa pun. Ia bahkan tak mengerti apakah ia memiliki cobaan yang berat atau tidak seperti orang yang ia kenal atau pun manusia bumi yang muncul dalam notice ponselnya melalui berbagai media sosial bahkan akun youtube miliknya. Ia tak tahu bahwa akan ada hari besar yang mendatanginya seketika.

Saat ia hampir berusia tujuh belas tahun, seorang dokter memvonisnya sebagai manusia dengan skizofrenia afektif. Marah tentu tak terlepas dari makian, cibiran, dan semua kenangan buruk yang seandainya bisa, ia harap kenangan itu berhenti berputar di otaknya. Siapa yang mau mendekat dengan kondisinya kala itu? Tentu tak ada. Sebenarnya, ia tak marah akan kondisi yang menimpanya dan tidak membeci orang tuanya maupun semua yang disebut manusia. Tapi, rasa lelahnya tentu sulit disembunyikan rapat-rapat dalam relung hati.

Meski ia serius dan sulit tertawa. Ia mudah menangis, akan tetapi semenjak sakit Marah menjadi mati rasa. Perasaan itu setia, menetap lama bagai teman. Namun, tiap fase depresi atau manik berpadu maupun berganti ruang, bagi manusia yang melihat Marah mulai tak biasa Marah itu gila. Ada juga yang mengganggap sikapnya hanya ingin cari perhatan dan gara-gara. Dia bagi orang adalah si pembuat onar, pembohong, dan kejam. Banyak sekali stigma yang ia harus rayakan dalam asa yang masih ingin ia perjuangkan. Hidup. Sebuah asa yang sulit dinyalakan sendirian. Ada kata yang selalu terngiang dalam ingatan ‘Aku bukan anak baik. Pernah hilang arah? Tentu. Putus asa  yang berkepanjangan? Sudah. Merasa tidak berharga? Otomatis. Lalu, bagaimana? Marah masih ingin selamat di dunia dan saat mati datang tiba-tiba. Satu hal yang harus kuingat, Tuhan Maha Pemberi Rahmat. Tuhan tidak suka orang yang memilih berhenti hidup, mengambil bagian mati. Meski bukan waktunya'

*Revisi

Bara MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang