Radja memerintahkan Anto untuk membersihkan kamar anaknya, Sandy, Soko, dan Galugu, serta seluruh isi perabotan rumah dan lantai harus di pel juga.
Terlihat Anto sedang mengelap meja dan kursi penuh keseriusan di ruang tamu, dilanjut mengepel seluruh ruangan yang luas itu. Radja menyentuh kursi dengan telunjuknya. Seraya meyakinkan, apakah benar bersih atau masih ada debu yang melekat.
"Ulangi lagi. Ini masih ada debunya." ujar Radja sambil menunjukkan telunjuknya di hadapan Anto yang sedikit berdebu. Radja memang orangnya bersih dan rapi.
Anto segera mengulang dan membersihkan lagi. Ia merasa tersinggung, karena sudah sedemikian rupa bersihnya tapi tidak dihargai Radja sama sekali.
"Kau mengepel masih ada pasir di lantainya. Kalau kau menyapu harus bersih juga. Lihat!!! kain pel kau hitam seperti ini, harus dicuci pakai sabun biar putih." gerutu Radja.
Anto menahan emosinya yang sedari tadi ia simpan. Menurutnya Radja terlalu cerewet, ia tidak pernah bisa tenang jika kerja diawasi atau ditunggui Radja. Ingin ia membentak atau sekedar membantah omongan Radja, ingat pesan Ayahnya, kalau menghadapi Radja jangan dibawa emosi. Setelah mengepel dan mengelap semuanya, giliran ia masuk kamar untuk mengganti selimut seprei bantal dan guling. Tiba-tiba Radja masuk kamar.
"Bukan begitu caranya. Kenapa, sprei kasur, bantal dan guling beda warnanya? Pokoknya harus sama warnanya. Jangan sampai anak-anakku tidak nyaman berada di kamar ini ya."
Terasa mendidih emosi Anto. Kalau lama-lama tidak akan kuat dan keluar dari tempat yang membosankan dan banyak aturan. Baru kali ini ia melihat Radja seperti mak-mak rempong. Beda sekali sikapnya ketika berada di depan karyawan maupun yang lain. Anto menuruti apa yang diperintahkan Radja. Setelah semua, Apersi kasur, bantal dan guling diganti sesuai warna. Belum lagi ia beranjak dari kamar untuk membersihkan dua kamar lainnya. Radja mengendus-mengendus mencari sesuatu. Anto memperhatikan dengan seksama penuh keheranan. Entah ulah apalagi yang ia perbuat.
"Kalau semuanya sudah beres, jangan lupa kasih pengharum. Ini bau sekali, nanti anak-anakku batuk dan sesak nafas."
"Cepat kasih pengharum." perintah Radja dengan nada emosi. spontan Anto tanya pewangi itu kepada Radja."Dimana pak pewangi ruangan?"
"Kok kau tanya saya. Carilah sendiri. Dasar pemalas." pekik Radja memecah kesunyian.
Anto memang benar-benar tidak tahu keberadaan pewangi ruangan. Akhirnya jalan satu-satunya ia harus tanya bibi Sarni. Dengan terburu-buru ia menuju dapur.
"Bi, tahu pengharum untuk kamar." tanya Anto sedikit pelan, takut terdengar Radja.
"Dekat etalase ruang tamu, laci bawah." jawab bibi Sarni sambil mempersiapkan menu makan untuk menyambut kedatangan anak-anak Radja. Belum Anto beranjak dari tempat itu, Radja sudah berada dihadapannya.
"Lho kok di dapur, ngapain bibi Sarni dibantu, kamu kan ada tugas masing-masing. Belum dikasih pengharum malah pindah ke dapur."
Anto tidak habis pikir dengan perilaku Radja yang lama-lama buat ia merasa di intimidasi dan di tekan setiap gerak geriknya dalam bekerja. Ia segera meninggalkan Radja yang masih marah-marah.
"Mau kemana kau? Tidak punya sopan santun dan tata krama. Kalau saya sedang bicara, tolong hargai bukan main pergi seenaknya saja."
Anto berhenti di depan etalase karena Radja masih saja marah-marah kepadanya dan terus mengikuti Anto berada.
"Dan kalau saya belum selesai bicara jangan pergi-pergi seenaknya hatimu."
Kali ini Anto menuruti ucapan Radja, mendengarkan semua ocehan yang menurut Anto tidak ada artinya. Setelah setelah menamatkan ocehannya, Radja pun meninggalkan Anto sendiri. Anto segera menyemprot pengharum di kamar. Ia berusaha melanjutkan mengganti sprei kasur, bantal dan guling di kamar lain. Setelah semuanya rampung, Anto menuju dapur untuk membantu bibi Sarni, jika ada yang belum terselesaikan.
"Kamu harus banyak bersabar, menahan amarahmu juga emosimu. Hampir sepuluh orang ikut bekerja dengan Radja, semuanya keluar karena tidak kuat dengan sifat dan tingkah lakunya yang sering marah-marah.
"Ya bi. Semoga saya kuat dan betah tinggal di rumah ini. Kalau tidak ada amanat dari ayah mungkin saya sudah secepatnya angkat kaki dari sini."
" Bibi sebentar lagi mau pulang kampung."
"Lho bibi mau keluar juga. Terus sama siapa saya bertukar pikiran dan mengeluarkan segala keresahan dalam hati."
"Bibi sudah lama ikut Tuan Radja. Kini waktunya istirahat dan berkumpul bersama suami, anak dan cucu, menikmati masa-masa tua bibi. Bibi yakin kamu bisa menghadapi semuanya. Nanti bibi ajari semua menu masakan untuk tuan Radja.
Anto makin bingung jika tidak ada bibi Sarni. Apa Anto sanggup dan kuat bersama Radja terus. Dua hari menghadapi Radja saja membuat Anto makin stres, apalagi setahun makin membuat ketenangan hati porak-poranda.
"Baiklah bibi, semoga saya bisa." ucap Anto sedikit ragu untuk kedepannya menghadapi Radja.
"Bibi yakin kamu orang yang tepat untuk mengasuh Radja."
"Bi. Saya ini Sarjana Ekonomi, saya mau kerja yang lebih layak. Bukan kayak babu atau pembantu seperti ini."
"Bibi tahu. Jalani semua dengan senyum ikhlas. Insyaallah lulusan Sarjana Ekonomi mu akan berguna kelak di masa depan."
Sedikit demi sedikit kata-kata bibi Sarni ia resapi dalam-dalam agar semuanya lebih tenang dan lebih jernih dalam berpikir. Tapi ia tetap ingin bekerja di s perusahaan milik Radja. Ia akan mengatakan keinginannya setelah semua baik-baik saja.
Radja sedang melihat semua persiapan yang ada. Ia tersenyum bahagia tanpa marah-marah lagi.
Anto dan Bibi Sarni menunggu di depan gerbang. Tidak beberapa lama Sandy, Soko, Galugu telah tiba diantar mobil taksi. Bibi Sarni segera bersalaman disusul Anto. Langsung bibi Sarni dam Anto membawa koper dan oleh- oleh ke dalam rumah, lalu letakkan kamar masing-masing. Radja terharu Melihat kedatangan anak-anaknya.
Mereka berempat menikmati makan malam bersama. Radja tampak bahagia ditemani ketiga anaknya. Mereka saling bergurau, tertawa bersama. Anto dan bibi Sarni menunggu di dapur jika ada kurang lauk atau minuman. Setelah mereka makan malam, mereka tidak istirahat, tapi mengobrol di ruang tamu
Anto dan bibi Sarni segera membereskan semua makanan di meja dan piring kotor ke dapur.
"Kalau pak Radja sudah bersama anak-anaknya, sangat bahagia sekali ya Bi."
"Benar itu. Ketika bersama anak dan cucunya apalagi, rasa marah dan emosinya tidak pernah kumat."
"Selama ini, Radja sangat kesepian dalam kesendirian ya Bu. Kadang terlihat mewah memiliki segalanya, tapi kurang dalam kebersamaan keluarga."
"Semua itu ada kelebihan dan kekurangan. Kita harus banyak-banyak bersyukur dengan kekurangan, jangan untuk ajang mengeluh terus."
Sedikit demi sedikit Anto mulai paham dari semua hikmah yang ia dapatkan selama berada dirumah Radja. Tiba-tiba Anto dipanggil Sandy untuk dibuatkan minuman jeruk lemon. Anto belum bisa untuk membuat minuman jeruk lemon sesuai permintaan Sandy, tapi ia sedikit tenang karena bibi Sarni akan mengajarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pengasuh
General FictionSeorang pengasuh bernama Anto yang bersedia sekuat tenaga mengasuh seorang Bos bernama Radja pemilik perusahaan terbesar di Indonesia yang sakit lumpuh. Ia selalu di rendahkan oleh anak-anak dari Radja, Sandy, Soko dan Galugu Suatu hari ada perawat...