Maaf kemarin tidak ada update☹. But here you go, happy reading💜
☆
"Apa yang kau bicarakan? Aku, tidak mengerti. Ibuku tidak pernah berkata apapun tentang kau, pertunangan, cincin, dan omong kosong," geram Taehyung sesaat setelah jari-jemari lentik itu berusaha menggapai lengannya.Suara Taehyung di dalam pikiran Jungkook terdengar seperti air-air yang hancur, udara-udara yang dilepaskan, juga harapan yang berantakan. Ia lebih memilih untuk mengutuk dirinya sendiri akibat masih mampu terdiam di situasi rumit yang bahkan Jungkook tidak tahu apa dan mengapa.
Lalu, siapa Vivian ini? Apa Taehyung pernah mengatakan padanya? Tentang sesuatu yang lebih mirip seperti— pertunangan?
"Taehyung, kupikir kau tidak akan pernah melupakan pertemuan keluarga yang kau lewatkan dua minggu lalu. Alibimu, cih, aku tidak menyangka, kekasihmu, tidak terlihat seperti—"
"Vivian, hentikan!" teriak Taehyung di antara kalimatnya yang usai.
"Taehyung." Jeon Jungkook di sampingnya bergumam kecil, mengisyaratkan pada Taehyung untuk tidak lagi berteriak. Jari-jemarinya berhenti untuk mengusap punggungnya yang bergetar.
"Dengar, sekalipun aku belum pernah memberitahu Ibuku soal— Jungkook, aku hanya akan tetap disini meskipun kau membencinya." Telunjuknya ia tudingkan pada Vivian, sementara tangan yang lain—yang sudah terlanjur dingin— beralih menggenggam erat jari-jari Jungkook yang tidak kalah beku.
"Hei, aku hanya ikut perintah Ibumu. Tidakkah kau hanya perlu melakukannya?" Little black dress yang Vivian kenakan terkesan lebih pongah dari apa dan bagaimana ia mengeluarkan kata-katanya.
"Pergilah, Taehyung. Aku, tidak apa-apa."
Taehyung merasakan genggamannya terlepas. Ini lebih buruk ketimbang melihat Jungkook yang sebegitu kacaunya, kemudian berkata ia baik-baik saja.
Apa mungkin?
"Jungkook, aku bahkan tidak pernah berpikir untuk meninggalkanmu. Apalagi di saat -saat seperti ini yang— yang benar-benar aku benci. Wanita ini yang seharusnya pergi dan kita bisa—"
"Tidak, Taehyung." Saat ini langkah Jungkook menjauh, beringsut mundur, dan Taehyung melihatnya. Air mata-air yang luruh menjadikan kedua matanya memburam. Ia tidak lagi melihat Taehyung sebagai seseorang yang ia cintai. Jungkook menganggap dirinya sendiri sebagai satu bagian yang merusak hubungan seseorang.
"Benar apa kata Vivian, kau tidak harus membantah ucapan orang tuamu. Kumohon tetap ikuti kemauannya. Demi Tuhan, aku tidak apa-apa."
"Hah, yang benar saja." Taehyung mengacak rambutnya frustasi. "Kook, aku mencintaimu, kau tahu?"
"Ya, aku tahu tapi—"
Jungkook benci ketika Taehyung menaikkan nada suaranya. "Kenapa kau selalu ingin aku menuruti perkataan orang tuaku? Kenapa? Tidakkah kau mencintaiku juga, Kook? Hah?"
Tangan Jungkook mulai berusaha lagi menggapai kekhawatirannya.
"Tidak, m-maksudku, bukan seperti itu. Kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Orang tuamu, mereka— telah menemukan takdirmu, Taehyung."Kemudian, Taehyung melihat Jungkook mengusap air mata di sudut kelopaknya. Taehyung tidak pernah sekalipun bermaksud untuk membuatnya menangis. Kata maafnya saat ini tergantikan dengan apapun.
"Kook, jangan menangis. A-aku tahu kau menginginkanku. Jadi jangan pernah berkata apapun lagi kalau kita tidak bisa melakukan apa-apa."
Pemuda Kim itu tetap berusaha menahannya agar tetap tinggal, sementara Jungkook menghempaskannya mentah-mentah.
"Tapi, aku tidak bisa. Bagaimana cara meyakinkan orang tuamu, mereka tidak akan pernah mau menerimaku, Taehyung."
"Kook, dengar. Hei, dengarkan aku." Taehyung tidak memedulikan apapun lagi, termasuk dari cara Vivian mengikuti pandangannya, terkesan muak.
"Masih ada sesuatu yang bisa kita lakukan, Kook." Kedua tangannya menangkup pipi dan sebagian dari air matanya.
"Kita bisa beritahu orangtuaku dan mereka akan membatalkan pertunangannya. Ya, kita bisa, Jungkook. Kau dan aku, kumohon."
To Be Continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars [VKOOK] ✔
Fanfic[C O M P L E T E] (This is bxb story that written in Bahasa Indonesia. And please read the tags in every chapter before you read, for your own good. If you don't like it, just go and leave it.) ☆ Ketika rencana serta keinginan manusia berhadapan den...