“Permainan yang cukup bagus, ternyata kau pintar juga.” Satu sudut bibirnya terangkat jelas tanda ia bahagia.
“Tuan apa ada perintah selanjutnya?”
“Biarkan saja kurasa dia cukup pintar.” Kibasan tangan sebagai arahan untuk orang kepercayaannya segera pergi.
Orang kepercayaan itu kembali dan meninggalkan tuannya yang sejak tadi masih duduk memunggunginya. Duduk dalam kegelepan dengan ruangan yang temaram terkesan menyeramkan.***
Jalanan yang ditempuh Bella cukup jauh, yang sejak tadi sepanjang jalan ditemani gedung tinggi dan beberapa pejalan kaki yang berlalu lalang kini sudah tergantikan dengan pepohonan hijau dan heningnya jalanan. Hanya ada mobil yang ditumpangi Bella dan Samudra juga satu mobil pengawal yang berada dibelakang.
“Tidurlah perjalanannya masih jauh.” Bella yang sedang asik mengamati jalanan tersentak kaget oleh suara Samudra yang ada di sampingnya.
“Kau menculikku?”
“Kau yang dengan senang hati turut perintahku.” Bella menghela nafas berat, niat hati ingin membalas tapi rasanya percuma saja karena pasti akan terjadi perdebatan yang tidak akan ada ujungnya.
"Kau akan membawaku kemana?"
"Aku bilang padamu akan membawamu ke surga, bukan ke neraka."
"Itu artinya kau akan membunuhku."
"Aku tidak berkata seperti itu."
"Ku pikir kau cukup pintar untuk mencerna perkataanku."
"Sudahlah manis, tidurlah. Apa energimu tidak akan pernah habis?" Bella memundurkan kepalanya saat Samudra akan mengulurkan tangan. "Aku tidak akan mencekikmu," kekehnya melihat pergerakan Bella yang sangat waspada padanya.
Sepanjang jalan Bella duduk diam dan menjaga jarak dengan Samudra. Bella hanya memainkan poselnya tanpa tahu harus berbuat apa, ia hanya fokus melihat GPS yang menunjukkan titik keberadaannya kini semakin hilang. Samudra benar-benar membawanya jauh dari keramaian-seperti hutan mungkin. Tapi Beda halnya dengan Samudra yang memejamkan matanya tenang. Bella memperhatikan wajah Samudra dari samping. Wajahnya bagai pahatan dewa Yunani sangat sempurna, nafasnya yang teratur menandakan Samudra sangat terlelap dalam tidurnya. Sungguh wajahnya beda sekali saat ia terbangun, ketika tidur seperti kucing namun bangun seperti harimau. Oh iya jangan lupakan tatapan datar dan juga tajam yang begitu menusuk.
"Nona, jika kau mengantuk tidur saja," ucap Deri yang sejak tadi mengamati Bella lewat kaca spion mobil.
"Ah iya tentu." Bella menyimpan ponselnya ke dalam tas dan mengarahkan pandangan ke jendela mengamati jalanan sebagai pengantar tidur siangnya.***
"Eugh," lenguh Bella dikala tidurnya.
"Nyenyak sekali kau tertidur," timpal Samudra dengan asiknya masih memandangi wajah Bella di sampingnya. Dekat, sangat dekat hingga Bella terlonjak kaget.
"Kau! Apa yang kau lakukan?!" sentak Bella memundurkan tubuhnya.
"Mengamatimu," jawabnya datar.
"Sialan!" umpat Bella kesal.
"Kenapa kau mengumpat? Sudah ayo cepatlah kita sudah sampai," ucapnya meninggalkan Bella yang masih mengerjapkan mata untuk mengumpulkan nyawa.
Mansion yang di dominasi dengan desain klasik terlihat mewah untuk dipandang. Furniture yang harganya tidak murah menjadi pelengkap yang begitu apik. Berbagai ruangan seperti Bar, tempat Billiard, dan tempat Fitness jangan lupakan juga ruangan pribadi beberapa kamar mewah dan juga dapur yang sangat besar memenuhi mansion besar milik Samudra.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
"Layani aku."
"Hei! Aku di sini bukan untuk jadi pelayan."
"Kalau begitu jadilah istriku."
"Aku tidak akan pernah sudi."
Bella meninggalkan Samudra yang masih mematung di ruang tamu dan mengamati Bella yang berjalan di depannya. Bahagia itu yang Samudra rasakan. Orang yang dicintainya kini bisa takluk padanya dengan sangat mudah.
Mungkin saat pertama kali bertemu dengan Bella bisa dikatakan Samudra tertarik akan kecantikannya. Bukankah itu hal normal? Tapi semakin bertambahnya waktu rasa itu semakin tumbuh, ya rasa ingin memiliki. Mungkin terdengar obsesi, karena Samudra memaksanya.
"Aku akan kembali besok pagi."
"Tidak! Kau akan tinggal di sini selamanya," jawaban datar Samudra mampu membuat Bella naik pitam.
"Hei! Kau gila?! Itu sama saja kau menculikku," teriak Bella
"Kau ini, kenapa suka sekali berteriak. Aku tidak tuli." Bella mendelik tajam. "Ini kamarmu," sambungnya dengan membuka pintu terlihat cukup mewah dengan kasur king size di tengahnya dan kaca besar dimana pepohan dan gunung hijau bisa terlihat jelas. Bella menganga tentu saja, besarnya hampir sama dengan apartmen miliknya.
"Kenapa? Kau tidak suka atau mau tidur denganku?" tawarnya terkesan menggoda.
"Pergilah aku ingin istirahat." Mendorong Samudra untuk keluar di kamarnya.
"Aku belum mengatakan 'anggap rumah sendiri,' tapi kau sudah berlaga seperti ini rumahmu," Sindirnya jelas.
"Wajar aku bersikap seperti ini, sebagai balasan kau menculikku," lancarnya.
Samudra memilih untuk menurut dan meninggalkan Bella untuk istirahat.***
Mentari pagi memaksa masuk melalui celah jendela dan berhasil mengerjapkan kedua mata perempuan yang begitu terlihat damai dalam tidurnya. Kamar dengan nuansa putih terlihat lebih terang dan segar seiring masuknya sinar mentari serta terdengarnya beberapa kicauan burung yang begitu merdu.
“Kau sudah bangun?” ucapnya seseorang dingin yang berhasil mengagetkan Bella.
“Kau! Tidak bisakah mengetuk pintu terlebih dahulu? Oh iya aku lupa kau ini tidak punya sopan santun.” Samudra tetap diam tak bergeming menyandarkan tubuhnya pada daun pintu dan masih mengamati Bella yang mengumpulkan nyawanya di kasur besar yang menampung tubuhnya untuk beristirahat sejak malam.
“Kau yang tidak punya sopan santun. Cepatlah rapihkan dirimu kau harus menyiapkan sarapan untukku,” perintahnya dan meninggalkan Bella yang menahan amarah. Tekanan darah Bella sepertinya akan bertambah naik jika harus diam disini bersama dengan Samudra.
Bella yang sudah bersiap diri dengan pakaian dinasnya menuruni anak tangga satu persatu dengan pandangan yang menelisik ke seluruh ruangan. Terasa lebih sepi dari sebelumnya atau mungkin hanya perasaan Bella.
“Hei kau! Cepatlah perutku sudah meminta untuk diisi. Apa tujuanku membawamu ke sini hanya untuk menelisik mansion mewahku ini?” ucapan dingin Samudra berhasil membuat Bella tersentak dan debaran jantung yang otomatis lebih cepat.
Samudra dengan pakaian santainya dan wajah khas bangun tidur bersidekap dan menyandarkan tubuhnya di punggung kursi menatap lekat penampilan Bella di pagi hari ini. Terkesan sangat rapi untuk melayani Samudra dalam menyiapkan makanan, Perempuan itu sepertinya tidak tahu jika dirinya tidak diperbolehkan untuk pergi bertugas ke rumah sakit, jangankan untuk bekerja, keluar dari mansion mewahnya saja Samudra tidak mengijinkan.
“Rapi sekali. Kau akan pergi kemana?”
“Kupikir kau cukup pintar untuk menjawab pertanyaanmu sendiri.”
“Aku tidak mengijinkanmu untuk pergi bekerja. Kau bekerja di sini, layani aku. Cepat siapkan makanan untukku.” Bella menatap Samudra lekat mengontrol emosinya dengan menghembuskan nafas berat sambil memejamkan matanya.
Bella melangkahkan kakinya dengan berat hati dan menuju dapur menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Dari sekian banyak persediaan makanan di lemari es, Bella hanya membuat dua buah sandwich dan juga dua cangkir kopi menjadi pilihan utama menu sarapan pagi ini.
“Kenapa rumah ini sepi sekali? Kemana semua maid yang kemarin berkeliaran di rumah ini?” membuka obrolan karena sejak tadi keduanya diisi oleh keheningan. Samudra yang fokus dengan handphone di tangan kiri dan sandwich di tangan kanan, sedangkan Bella yang masih menelisik setiap sudut ruangan sambil mengunyah sandwich di mulutnya.
“Jangan-jangan… kau memecatnya?” mata Bella memicing penuh selidik.
Samudra menghentikan pergerakan tangannya dan kunyahan di mulutnya. Tatapan intimidasi di pagi hari telah Bella dapatkan karena mulutnya yang banyak bertanya.
“A-aku hanya bertanya, makanlah kembali makananmu. Maaf,” ucapnya terbata dan takut. Bella kembali fokus pada makanannya dan merogoh handphone di saku celananya. Tidak ada notifikasi pesan dari siapapun karena sejak perjalanannya kemarin menuju tempat ini sinyal di handphonenya hilang jadi sudah dipastikan tidak akan ada notifikasi sama sekali.
“Apa kau menculikku ke hutan? Handphone milikku tidak ada sinyal.” Menyimpan handphonnenya dengan keras keatas meja makan marmer. Bella kesal karena sejak tadi pertanyaannya tidak ada yang dijawab satu pun.
“Apa kau hanya bisa memerintah dan tidak bisa menjawab pertanyaanku?!” sentak Bella pada laki-laki di hadapannya yang masih sibuk sendiri. Bella berdiri dan melangkah untuk meninggalkan Samudra sampai akhirnya menghentikan kakinya karena suara Samudra.
“Duduk!” Bella masih diam dan enggan untuk berbalik atau bahkan menuruti perintah Samudra.
“Aku bilang duduk Bellanca Cenora, atau aku perlu menyeretmu? Kenapa kau begitu keras kepala?”
“Aku atau kau yang keras kepala? Kau mengatakan aku keras kepala sedangkan kau sendiri sibuk dengan urusanmu! Kau hanya menatapku lekat dan berkata dingin! Memerintahku dan aku harus selalu menuruti semua perintahmu, sedangkan aku bertanya perihal yang mendasar kau enggan menjawabnya! Kau keras kepala, kau egois dan aku sangat membencimu!” emosi Bella akhirnya meledak, ia meninggalkan Samudra yang masih setia duduk di meja makan. Suara pintu kamar yang dibantingnya dengan keras sangat terdengar jelas oleh telinga Samudra.To be Continue~
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Mafia
Misterio / SuspensoBella Cenora seorang dokter bedah terbaik sekaligus direktur rumah sakit Widhibrata melabuhkan hatinya pada seorang mafia bernama Samudra Adara. Bukan Bella yang lebih dulu melabuhkan hatinya melainkan Samudra Adara. Keduanya terlibat perasaan saat...