Babak 3

1 0 0
                                    


"Please... please... nyala ya," bisik Alma cemas sembari berkali-kali mencoba menghidupkan motor Scoopy-nya yang tetap bergeming. Alma menghela napas frustasi. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam dan kantor sudah benar-benar sepi. Bahkan Pak Agus satpam kantor yang biasa berjaga di depan juga tidak ada. Praktis Alma benar-benar sendirian dan tidak ada orang yang bisa ia mintai tolong. Menelpon abangnya dan minta jemput juga tidak mungkin. Tadi pagi abangnya dengan penuh semangat bercerita pada Alma tentang candle light diner yang malam ini akan dilakukan abangnya itu bersama Mbak Jana. Mumpung anniversary dan lagi ada rejeki, katanya dan Alma tidak mungkin mengganggu kakaknya disaat seperti itu.

Alma mencoba lagi menghidupkan motornya, meski sia-sia. Disaat seperti ini Alma benar-benar menyesal dulu pernah menolak tawaran Ayah untuk mengajarinya menstandar tengah motornya dan menyalakannya dengan menggunakan starter kaki. Kalau saja Alma mau pasti saat ini Alma sudah dalam perjalanan pulang.

"Almadina,"

Nyaris saja Alma memekik terkejut saat tiba-tiba Gara muncul dan memanggil namanya.

Jujur saja selain frustasi karna motornya mogok, Alma juga sedikit parno karna berada diparkiran sendirian. Tadi saja Alma baru saja memutuskan untuk meninggalkan saja motornya dan naik ojol kalau saja Gara tidak muncul dan mengagetkannya.

"Ngagetin kamu ya? Sorry"

"Nggak apa-apa... Nggak apa-apa..." desah Alma lega. "Kamu baru mau pulang?" tanya Alma heran. Seingatnya tadi saat pulang kantor sudah benar-benar sepi dan hanya tinggal Alma sendiri.

"Baru balik lagi, habis ketemu klien tadi," jelas Gara. "Kamu kok belum pulang?"

"Tadi lembur sih dan udah mau pulang, tapi scoopy lagi ngambek," jelas Alma.

"Sini coba aku nyalain," tawar Gara yang langsung saja diiyakan oleh Alma. Tapi setelah mencoba beberapa kali bahkan dengan menggunakan stater kaki pun scoopynya masih bergeming. Tidak mau menyala.

"Harus dibawa ke bengkel kayaknya," putus Gara setelah beberapa kali mencoba dan sia-sia.

Alma menghela napas sedih. Salahnya sendiri juga. Kalau saja ia lebih perhatian dengan scoopy dan mendengarkan omelan abangnya untuk sering bawa scoopynya servis, pasti tidak akan sampai macet seperti ini.

"Ya udah besok aja. Makasih ya," ucap Alma lesu sembari mengambil ponselnya yang tadi ia masukkan ke dalam tas.

"Kamu mau ngapain?"

"Pesen ojol," jawab Alma yang sudah benar-benar kehabisan tenaga. Seharian tadi pekerjaannya benar-benar banyak. Karna itu juga ia memutuskan untuk lembur biar jumat besok ia bisa pulang tepat waktu.

"Eh nggak usah!" cegah Gara cepat sembari mengambil ponsel Alma dan membatalkan pesanan Alma. "Aku anter aja," tawarnya.

"Nggak usah lah, Ga. Ngrepotin kamu. Lagian kamunya pasti capek kan habis ketemu klien," tolak Alma halus.

Walaupun dalam hati Alma senang karna Gara berinisiatif untuk mengantarnya, tapi tetap saja Alma kasihan pada Gara. Laki-laki itu pasti lelah. Terlihat jelas dari raut wajahnya.

"Nggak apa-apa, Al, aku antar aja, oke? Lagian ini udah malem, nggak baik cewek balik sendirian. Yuk!" keukeuh Gara. Tanpa menunggu jawaban Alma lagi, Gara mengambil kunci motor Alma dan menggamit lengan Alma lembut, menuntunnya menuju parkiran mobil.

"Beneran nih nggak ngrepotin?" tanya Alma ragu saat Gara membukakan pintu mobil untuknya.

Jujur dalam hati Alma tengah berbunga-bunga. Perempuan mana yang tidak akan tersentuh dengan sikap gentle Gara. Ditambah lagi Gara adalah crush Alma-mengutip kata-kata yang selalu dipakai Helen-meski Alma selama ini tak pernah melakukan usaha apapun untuk mendekati Gara.

"Beneran Al. Yuk masuk," jawab Gara sembari mendorong lembut Alma untuk masuk ke mobilnya dan menutup pintu sebelum ia sendiri masuk dan duduk manis di balik kemudi mobil.

***

Alma tidak tahu harus bersyukur atau sedih karna motornya mogok malam itu. Tapi sepertinya Alma harus bersyukur scoopynya mogok disaat yang benar-benar tepat karna semenjak malam itu, hubungannya dan Gara menjadi lebih baik. Malam itu mereka bertukar nomor telpon dan entah kebetulan atau entah karna takdir ternyata rumah Alma searah dengan rumah Gara, bahkan Gara hanya perlu mengemudikan mobilnya sekitar sepuluh sampai lima belas menit untuk menuju rumahnya dari rumah Alma. Dan besoknya dengan senyum yang sudah mejadi favorit Alma, Gara menjemput Alma karna ingat motor Alma ditinggal di kantor malam sebelumnya. Gara juga membantu Alma menelpon bengkel hingga menunggu orang bengkel untuk mengambil motor Alma. Hari itu sikap Gara benar-benar membuat Alma makin terpesona dengan sosok Gara yang dimata Alma nyaris sempurna.

Kedekatakan keduanya masih berlanjut dengan seringnya Alma makan sendirian di kantin karna Mbak Dini yang sekarang hampir tiap hari membawa bekal dan Helen yang juga masih dalam masa hangat-hangatnya bersama pacarnya hingga ia pun lebih sering makan bersama pacarnya daripada dengan Alma dan memberikan kesempatan pada Gara untuk menghampiri meja Alma tiap kali makan siang.

Takdir seolah-olah sedang berpihak pada Alma karna kejadian dalam hidupnya akhir-akhir ini membuatnya semakin dekat dengan Gara, laki-laki yang diam-diam Alma favoritkan senyumnya. Bahkan obrolan makan siang keduanya berlanjut dengan nonton bersama di malam minggu dan jalan-jalan berdua di minggu siang. Semuanya berjalan dengan begitu lancar karna semesta begitu berpihak pada Alma dan Gara.

Berbulan-bulan mereka seperti itu. Berangkat, makan dan jalan bersama tapi baik Alma maupun Gara memilih untuk tidak menamai apapun hubungan mereka. Bagi Alma, bersama Gara dan menghabiskan waktu dengan laki-laki itu sudah cukup membuatnya bahagia meski Alma tidak memungkiri kalau ia kerap kali bertanya-tanya dengan perasaan Gara padanya. Benarkah laki-laki itu menyukainya? Ataukah ia hanya dianggap sebagai teman? Tapi teman mana yang menggandeng tangan temannya tiap kali jalan di mall ataupun menyeberang jalan? Dan teman mana yang kadang mencium kening temannya dengan begitu manis tiap kali mengantar pulang?

Tapi Alma terlalu pengecut. Ia terlalu takut untuk menanyakan perasaan Gara dan memperjelas status mereka. Bagi Alma dekat dengan Gara sudah cukup. Ia berkali-kali meyakinkan dirinya kalau memang Gara untuknya, maka suatu saat tanpa perlu ia memulai, Gara akan menyatakan perasaannya dan memperjelas status mereka. Keyakinan yang mungkin akan disesali Alma di kemudian hari.

***

Cinta Satu BabakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang