3. Gara-gara almamater

79 16 10
                                    

Hi Ais

welkom welkom

lama gak nulis di lapak ini

gimana masih jomblo?

atau masih digantung sama mas crush?

tenang, kalian gak sendiri, el juga hahaha

btw sekarang el ulang tahun lho

gak mau ngucapin?

apa kek buat kenang-kenangan

udah lah kalian emang gitu sama el

langsung baca aja tapi vote dan komennya jangan ketinggalan

ingat satu hal, kalian sumber vitamin el

.
.
.

"Gak usah terlalu serius, dia hanya bercanda."

.
.
.

2. Gara-gara almamater

Auris keluar dari toilet dengan napas lega. Ia menghirup udara dalam-dalam merasakan lega karena Kenjiro telah menolongnya ketika Auris sedang membutuhkan bantuan. Walaupun ia sedikit kesal bercampur malu, tapi tidak apa, harapannya hanya satu, tidak ingin bertemu lagi dengan ketua OSIS itu, apalagi menjadi dekat, dan ... oh tidak, Auris tidak bisa membayangkan hal itu.

Ia berjalan santai dengan tangan yang ia ayunkan memasuki lapangan. Seolah-olah Auris amnesia ketika dirinya masih dalam masa-masa orientasi siswa. Semua mata menatapnya tajam, senyuman Auris pudar ketika beberapa anggota OSIS menatapnya galak, terutama anggota OSIS perempuan.

Auris berhenti di ujung lapangan. Kakinya berdiri kaku tidak bisa digerakkan. Ia benar-benar lupa, sepuluh menit telat membuat semua mata tertuju kepadanya. Auris menelan ludah kasar dan menunduk dalam-dalam.

"Ngapain berdiri di sana sendiri!" teriak anggota OSIS perempuan dengan rahangnya yang diangkat angkuh.

Auris tersentak, ia hanya memainkan bibirnya guna menahan rasa gugup. Wajahnya merah padam ketika ia berdiri sendiri, jauh dari teman-temannya. Hukuman siap menghampiri Auris.

Anggota OSIS perempuan itu berteriak, "Koko, ada yang telat!" Teriakkan itu begitu nyaring terdengar.

Auris semakin menunduk dalam ketika Kenjiro menghampirinya. Dari jauh saja Auris masih menahan rasa malu dan kesal. Bisa-bisanya sekolah ini Kenjiro yang menjadi ketua OSIS. Auris berdecak sebal.

Auris menatap lapangan, tidak berselang lama maniknya menatap sepasang sepatu hitam berdekatan dengan sepatu dirinya. "Jadi, ganteng tembok atau lapang?" Suara bariton Kenjiro dapat membuat Auris menutupi matanya rapat.

"Liat ke sini."

Auris menggeleng lirih.

"Gak mau liat gue yang ganteng?"

Auris mengangguk.

"Kalo dalam hitungan ketiga lo masih gak mau noleh, gue hukum lo-"

Belum selesai Kenjiro berbicara Auris lebih dulu mendongakan kepalanya dan tersenyum lebar dengan kepala yang dimiringkan ke samping.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hi AisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang