Kisah Bujang Jibun

66 2 0
                                    

Cerita ini terjadi di negeri Surantih daerah Pesisir Selatan. Cerita ini populer di daerah Surantih, sampai saat ini. Cerita ini bertenden, Anak Durhaka terhadap mandenya. Jalan cerita ini membahayakan kehidupan orang nan suka berjudi menyabung ayam. Ayah Bujang Jibun adalah seorang pemain besar atau jago main. Bujang Jibun sewaktu kecilnya dibuaikan oleh mandenya di ruangan rumah, agar bujang Jibun tertidur, mandenya pergi ke dapur tuk memasak dan sementara itu ayahnya pulang dari gelanggang dengan membawa seekor ayam.
Sesampainya ayah Bujang Jibun di rumah, langsung dipanggilnya mande Bujang Jibun, dengan menyampaikan kata pada mande Bujang Jibun. gaklah dapat uang dengan cara berlagu saja, langsung mande Bujang Jibun menjawab dengan perkataan meminta maaf pada ayah Bujang Jibun, sambil menyusun jari nan sepulih, lalu ayah Bujang Jibun berkata: Itu sudah jelas memang banca juga nan berair.

Air gelanggang  jangan sampai lama tinggal, saya akan pergi menyabung ayam. tuk ini agar diberikan gelang serta kalung emas tuk taruhan, kalau untung nasib baik si Bujang Jibun, sawah dapat kita beli dan saya berhenti main. Lalu mande Bujang Jibun menjawab, kalau itu nan tuan pinta, kan barang belian kita sudah habis tuan bawa main, serta lupa akan rumah tangga. nan selama ini makanya tuan gak ditegur, disebabkan kita belum mempunyai anak. Sekarang kita telah mempunyai keturunan dan ini gak sengaja melawan tuan, seandainya anak kita besar, jangan hendaknya anak kita besar dalam gelanggang.

Kebenaran ini ayah Bujang Jibun tak menghiraukan, hanya mengeluarkan kata-kata marah, lantas mengeluarakan kata-kata kasar terhadap mande Bujang Jibun. Mande Bujang Jibun minta maaf pada tuannya serta mengatakan pada tuannya, marilah kita didik anak kita dengan pemkiran nan waras dan tenang. Lalu ayah Bujang Jibun menjawab tuk besok kita akan hiraukan, hanya sekarang kita nan punya dunia.

Seandainya dunia ini bertampak akan saya jinjing, agar ingat orang di gelanggang. Berhubung mande Bujang Jibun belum sembahnan, memohon pada ayah Bujang Jibun tuk melakukan sembahnan. Mande Bujang Jibun sedang sembahnan, ayah Bujang Jibun mengambil barang mas nan dikenakan mande Bujang Jibun, sedangkan mande Bujang Jibun terus melaksanakan sembahnannya. Setelah mendapat barang itu ayah Bujang Jibun tertawa terbahak-bahak dengan kegirangan hati, dengan mengeluarkan kata-kata: “Ai, Upik pergilah engkau ke Sorga, saya pergi pula ke gelenggang menyabung ayam.”

Sesudahnya mande Bujang Jibun selesai sembahnan, lantas mengeluarkan air mata sambil berdoa pada Illahi Tuhan nan Maha Esa, perlihatkanlah kebesaran Tuhan dan tunjukkanlah jalan nan benar, seandainya Bujang Jibun besar, janganlah seperti sifat ayahnya pula, asyik berjudi dan menyabung ayam.

Ayah Bujang Jibun pulang dari gelanggang, langsung menaiki rumah, terus menuju buaian Bujang Jibun, rupanya ayah telah kena tusuk senjata tajam, ynag mengenai perut, lantas menghembuskan nafas penghadapatn terbaring dekat buaiyan Bujang Jibun. Mande Bujang Jibun memeluk melulung panjang, mengeluarkan kata-kata, seandainya Bujang Jibun telah besar, jika meniru fiil ayahnya, saya gak merelakan susu dengan nasi nan dimakan. Seandainya seperti itu biarlah menjadi batu dari pada hidup menyusahkan dan tak kenal akan Tuhan.

Sekitar lebih kurang 20 tahun umurnya Bujang Jibun, tapi ia masih menghendaki bimbingan dari mandenya. Walaupun belum cukup dewasa, mandenya menyuruh anaknya berdagang. Bujang Jibun hanya sedikit berlebih dari ayahnya, karena dia disekolahkan oleh mandenya. Bujang Jibun pandai bersalung dan berdendang, banyak orang sanan kepadanya. Sedang Bujang Jibun meniup salungnya dengan berlagu, selalu dikerubungi oleh masyarakat ramai. Di antara masyarakat itu ada pula orang penyabung ayam, serta mengajak Bujang Jibun lantas Bujang Jibun terpengaruh dan bersedia tuk menyabung ayam.

Ayam Bujang Jibun ayam biring dan ayam lawannya kurik pinang masak kepunyaan Pendekar Mudo. Ayam biring dapat mengalahkan ayam kurik pinang masak, jika disabung. Pendekar Mudo bersedia tuk menyabung ayamnya, karena ayamnya belum pernah kalah dalam gelanggang sabung. Dapatlah kata sepatah dari kedua pihak tuk menyabung ayamnya, dengan taruhan separuh emas.

Kumpulan Cerita RakyatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang