Awal Pertemuan

54 19 15
                                    

Siang menuju sore, beberapa anak usia SD menuju ke tanah lapang di dekat kebun membawa layang-layang. Ya, mereka mau bermain layangan di sana.
Angin bertiup kencang namun tetap lembut, membuat layangan mereka cepat terbang meninggi.

Ada seorang anak yang membawa layangan bergambar kartun favorit nya, ada juga beberapa yang membuat layangan sendiri dari kertas atau plastik bekas. Sebagian ada yang diberi ekor panjang.

Lima anak itu bermain riang gembira, semakin sore angin bertiup semakin kencang. Membuat semakin asyik bermain, dan mereka saling mengadu layangan hingga salah satu layangan putus talinya.

"Wah, layanganku putus ...!" teriak seorang anak yang bernama Doni.
Layangan Doni-lah yang bergambar kartun Doraemon itu.

Sontak teman-teman ikut berlari mengejar layangan putus itu, dengan sebelumnya mengikatkan tali layangan mereka sendiri di batang pohon atau tongkat kayu yang ditancapkan di tanah.

Semakin dikejar, layangan itu malah semakin jauh, masuk ke pepohonan dan tersangkut di batang pohon.

Doni yang bertubuh kecil berusaha memanjat pohon tempat tersangkut layangannya. Berusaha menggapai dengan hati-hati. Sementara Gembul, anak berbadan bongsor yang memiliki layangan dari kertas koran bekas tidak ikut naik. Melainkan membantu mencari ranting kering sebagai galah untuk menggapai layangan itu.

"Don, aku carikan ranting kayu ya, buat gapai layangannya," kata Gembul pada Doni.

"Oke, Mbul. Makasih ya."

Sementara teman yang lain, ada yang ikut naik, ada pula yang hanya melihat.

"Wah, Don. Aku nemu bambu kering nih, cukup panjang, tapi susah motongnya," ujar Gembul memberitahu Doni, "Coba ada golok, pasti lumayan."

"Eh, Mbul. Lihat di pohon gede sebelah sana!" Doni menunjuk pohon besar diarah timur itu pada Gembul.

"Kelihatannya ada kayak parang nancep di sela-sela pohon tuh," sambung Doni.

Kemudian Gembul mendekat ke pohon besar itu, ternyata ada sebuah alat mirip golok tapi terlihat aneh dengan tonjolan mirip perut hamil yang menancap di sana. Dari kelihatannya, benda itu terlihat sudah lama tertancap dan gagangnya sudah mulai rusak dimakan rayap.
Gembul mengambil golok aneh itu, "Ah lumayan, bisa buat motong bambu tadi."

Lalu Gembul, memotong bambu dijadikan galah untuk mengambil layangan tadi. Gembul memberikan bambunya ke Doni.

"Nih, Don. Pake ini saja. Pasti gampang ambil layangannya!" Gembul mengulurkan galah itu pada Doni.

"Oke. Makasih, Mbul," sahut Doni

Setelah selesai mengambil layangan yang tersangkut tadi dan karna waktu sudah semakin sore, mereka akhirnya pulang kerumah masing-masing, dengan sebelumnya mengambil layangan masing-masing juga.

"Assalamu'alaikum ...," ucap Gembul di depan pintu rumahnya dan langsung masuk. Kemudian meletakkan layangan koran bekasnya beserta gulungan benangnya.

"Wa 'alaikum salam, Mbul," jawab seorang ibu dari dalam dapur, yang ternyata adalah ibu Gembul.

"Kok sampai sore banget, Mbul? Main kemana saja kamu?" tanya ibu itu.

"Cuma main di dekat kebun situ kok, Bu. Cuma tadi layangan Doni putus, nyangkut di pohon, jadi Gembul ikut bantuin mengambilnya. Yah, walau Gembul gak bisa ikut manjat, tapi bisa ngasih galah buat bantu ngambilnya."

"Oh, jadi gitu."

"Oh ya, Bu. Tadi Gembul nemu kayak golok tapi kok aneh ya, ada tonjolan mirip perut hamil gitu, Bu. Gagang sudah dimakan rayap, kayaknya sudah lama banget di sana." Gembul bercerita pada ibunya sambil berjalan melihat-lihat perkakas milik bapaknya. Ternyata tidak ada yang mirip sekalipun.

Sampai tiba-tiba Gembul melihat ke bawah meja dekat tumpukan kayu bakar. Ada kayu berbentuk mirip gambar kepala sapi atau banteng, dengan lubang memanjang ditengah. Dan terlihat ada benda mirip golok gendut seperti yang ditemukan di kebun.

Bukan mirip, tapi memang benda itu.

Bukan cuma mirip malah sama persis. Jadi Gembul yakin benda itu yang ditemukannya tadi. Lalu Gembul menunjukkan pada ibunya.

"Bu, ini namanya apa yah? Kok mirip golok tapi aneh? Anehnya lagi, ini sama persis dengan yang Gembul temukan di kebun, Bu."

"Oh itu namanya KUDI, alat yang biasa dipakai untuk mencari kayu bakar. Alat itu sudah lama sekali tidak terlihat, karna kebanyakan sekarang banyak yang jual golok dan parang. Dimana kamu nemunya, Mbul?" tanya ibu setelah menjelaskan sedikit tentang Kudi itu.

"Tadi di kebun, Gembul menemukan dia nancep di pohon besar, Bu. Gembul nggak bawa pulang kok. Tapi tau-tau ada di dekat Pawon itu, Bu." Gembul menjelaskan sambil menunjuk ke arah tungku kayu di dekat tumpukan kayu bakar.

"Wah, kayaknya itu Kudi Sakti peninggalan leluhur, Mbul. Konon Kudi adalah senjata milik Ki Lurah Bawor dari Banyumas, tempat asal kakek kamu. Buktinya dia mau nyusul kamu balik ke rumah. Coba kamu rawat, kamu bersihkan dulu sana! Lalu disimpan dulu, biar besok Bapak kasih gagang pegangan baru."

"Siap Bu."

Kemudian Gembul membersihkan Kudi beserta Ketoprak (warangkanya) dan menyimpannya digantung di dinding dekat pawon.

-------------------------
Demikian cerita awal Gembul yang menemukan senjata warisan Ki Lurah Bawor.
Akankah Gembul menemukan keajaiban dari Kudi itu? Ayo nantikan kelanjutannya.

Terima saran dan kritik serta koreksi, namun melalui chat. Bukan di komentar paragraf.
Terimakasih.

Warisan Sakti Ki Bawor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang