Tahap dasar

10 6 4
                                    

Malam itu suasana sepi dan tenang, tidak seperti biasanya yang bising. Gembul sedang sibuk belajar materi pelajaran dari sekolahnya.

Suara guntur menggelegar bersama kilat. Air hujan gemerujuk di genting rumah.

Gembul serius belajar seusai sholat Isya sampai sekitar jam 9 malam. Dilanjutkan mempelajari kisah kekuatan Sang Punakawan dari berbagai sumber. Penguasaan bahasa Jawanya sudah lumayan, berkat belajar pada orang tuanya. Sebelum tidur, dia berdoa dan dilanjutkan memanggil dan membayangkan bertemu dengan Ki Bawor.

"Heelah ...!"
"Den Gembul. Sampean uwis bisa ngomong cara Jawa. Mangga diterusna nyinaoni cara Jawa kanti sae ... Mengkone aji-ajine enyong sing 'pangucap nyata' bisa disinaoni karo cara Jawa." (Den Gembul, Kamu sudah bisa berbahasa Jawa. Silakan dilanjutkan belajar bahasa Jawa dengan baik. Nantinya kekuatan 'ucap nyata'ku bisa dipelajari dengan bahasa Jawa.) Ki Bawor menjelaskan pada Gembul.

"Enggih Mbah." (iya Mbah.)

"Ana telung werna aji pangucap nyata sing dasar sing diturunaaken sekang Ndara Wisanggeni." (Ada tiga macam kekuatan ucap nyata dasar yang diturunkan dari Raden Wisanggeni.)

"Meneng, kontal, lemes. Kue dasare dipit," (Diam, mental dan lemas. Itu dasarnya,) lanjutnya.

"Enggih Mbah." (iya Mbah.)

"Ora kena sombong, aja pamer, aja ngelakoni 'malima'. Aji kie bisane nggo jaga-jaga sekang barang kan ala. Ora kena nggo ngelarani wong lia. Ngerti, Den?" (Tidak boleh sombong, jangan pamer, jangan melakukan 'malima' *main/judi, maling/mencuri, madat, madhon/zina, mabok/mabuk*. Kekuatan ini hanya untuk penjagaan dari suatu kejahatan/kezholiman. Tidak boleh mengakiti orang lain. Mengerti?)

"Enggih mangertos, Mbah" (Iya mengerti, Mbah)

Malam itu Gembul mendapat pencerahan baru melalui mimpi dari Ki Bawor.

Seperti biasa, Gembul berangkat sekolah bersama teman-temannya dengan berjalan kaki. Karena lokasi sekolahnya tidaklah jauh dari rumah.

Teman-teman yang menyaksikan kejadian kemarin masih penasaran. Namun mau bertanya, mereka merasa tidak enak pada Gembul.

Musim hujan sudah mulai di kota itu. Suasana di sekolah jadi lebih tenang. Hingga murid-murid belajar dengan tenang dan damai siang itu.
Saat pulang pun tiba, seperti biasa mereka pulang jalan kaki melewati jalan yang biasa.

"Wah mereka lewat sini lagi nih, Bang," ucap salah satu preman mabok itu.

"Tunggu! Cowok yang kemarin ada lagi gak ya? Hehehe, kalau ada kan bisa minta diajari, kalo gak ada ya kita palak lagi aja mereka. hehe." Pimpinan preman itu masih penasaran pada Gembul.

"Hei, cewek-cewek! Temenmu yang kemarin mana?!"

"Di-dia nggak bareng, Bang." Salah satu gadis menjawab.

"Hei kalian!! Kalian belum kapok ternyata ya?!" Gembul datang dari jauh sambil berlari.

"Eh Kakak sudah pulang, kita mau ketemu Kakak saja kok. Nggak mau ganggu cewek-cewek ini," sahut pimpinan preman, "Kita mau Kakak ngajarin kita aja. Kita bakal nurut kok," lanjut mereka sambil terkekeh dan sempoyongan.

"Tampang kayak gitu bilang mau belajar? Kenapa enggak sekolah saja sekalian, hah?!"
"Coba kalian buktiin dulu, gimana biar aku bisa percaya sama kalian!" hardik Gembul.

"Baik, Kak. Kita mau nurut kok. Kakak mau kita lakuin apa, kita pasti nurut."

"Kalau disuruh berhenti mabok, mau? Terus ikut ngaji dan ngamanin pengajian?"

"Ma-mau, Kak. Tapi bertahap ya."

"Ya makanya kalian buktiin dulu, gak usah lapor, nanti ada kok yang ngawasin kalian."
"Sekarang, bubar dulu. Jangan ganggu siap-siapa lagi. Awas kalo ketahuan malak lagi!"

"Si-siap, Kak. Kita pergi dulu ya, Kak."

Akhirnya para preman pun pergi dengan sedikit berlari tapi tetap sempoyongan.

"Wah hebat, Mbul," kata temen-temen.

"Ah cuma asal bentak aja kok. Yang penting kita jangan sampai keliatan takut di depan mereka."

"Iya, Mbul. Kayaknya mereka tertarik sama apa yg kamu lakuin kemarin," kata Ragil, salah satu temen dari kecil Gembul.

"Padahal kan kemarin cuma kebetulan, ki ki ki." Gembul tertawa kecil.

"Oke, ayo kita lanjutkan pulang ke rumah masing-masing!" seru Doni, temen kecil juga yg udah pada gede.

Di jalan.

"Eh Mbul, aku jadi inget kejadian dulu pas kita lagi main layangan, terus layanganku nyangkut di pohon. Kan kamu yang bantuin ngambil, pas sebelumnya kamu nemu senjata jelek itu yah?" Doni teringat masa kecil mereka.

"Kenapa, Don?" tanya Gembul.

"Aku penasaran, apa ada hubungannya apa enggak ya, sama kekuatan kamu yang kemarin."

"Wah kurang tau juga. he he. Entar kamu mampir ke rumahku dulu aja, nanti aku ceritain."

"Siap, Mbul! Betewe. Emm... Aku laper, Mbul. Apa boleh numpang makan juga di rumah kamu?"

"Ya boleh lah, Yuk buruan."

--------------------$-------------------

Wah gimana nih kelanjutannya...

Tungguin aja yah...

Belakangan author lumayan sibuk garap cerita lain juga, jadi agak terpending ceritanya si Gembul..

Oke makasih vote dan feed nya...

Salam literasi..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Warisan Sakti Ki Bawor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang