BK||013

15.6K 2.6K 1.1K
                                    

Begitu turun dari kereta, Deyana langsung menghirup udara dengan rakus. Ini adalah kali kedua Deyana merasakan yang namanya kebebasan. Tangannya sampai terentang lebar, menikmati angin yang berembus sepoi-sepoi, terlebih lagi hujan baru saja berlalu membuat suasana semakin terasa sejuk dan menyegarkan.

"Nyonya.." Damira memanggil. Deyana menoleh, menatap pelayan pribadinya yang tengah menundukkan kepala disebelahnya.

"Kenapa?"

"Maaf sebelumnya, saya tidak bermaksud memberi nasihat. Saya hanya ingin Anda-"

"Langsung intinya saja, Dami." potong Deyana cepat, gemas sendiri. Damira jika ingin menyampaikan sesuatu pasti akan selalu menggunakan kata-kata pendahuluan yang berlebihan.

"Saat ini sedang musim dingin. Nyonya jangan terlalu sering menghirup udara seperti itu, Anda bisa jatuh sakit.. dan Tuan bisa marah." suara Damira mencicit ketika mengucapkan kalimat terakhirnya.

Sekarang Deyana adalah tanggung jawab Damira. Jika sedikit saja gadis itu lecet maka William akan memberinya hukuman yang menyakitkan. Tentu saja Damira sangat ketakutan, jadi sebisa mungkin dia menjaga Deyana dengan baik. Bahkan dia sampai harus memastikan jalanan yang Deyana lalui tidak terdapat sesuatu yang mengancam keselamatan.

Deyana tertawa renyah. "Imunku tidak selemah itu, aku sudah terbiasa dengan udara seperti ini. Jadi kau tenang saja, aku bisa menjaga diriku sendiri." ujarnya mencoba menenangkan pelayan pribadinya itu.

Walau sudah mendapatkan penjelasan itu, Damira tetap tidak bisa tenang. Walau istri Tuannya memiliki imun yang kuat tapi penyakit bisa datang kapan saja dan tidak kenal siapapun dia. Damira akan tetap antisipasi.

"Oh ya, kalian tidak perlu ikut. Aku hanya ingin jalan berdua dengan Damira saja." lalu Deyana beralih menatap para pengawal yang sejak tadi diam mengawasi sekitar.

"Maaf, Nyonya. Tapi ini adalah perintah dari Tuan Muda. Kami harus memastikan Anda tetap aman." jawab pengawal itu datar.

Deyana menggeleng. "William tidak akan tahu. Kalian tidak perlu khawatir. Aku tidak akan melarikan diri. Lagipula ada Damira bersamaku." ucapnya menyakinkan.

Bukan tanpa alasan Deyana meminta itu. Deyana tidak ingin orang-orang menjadi segan dan takut padanya nanti. Deyana hanya ingin menikmati aktivitasnya sebagai orang biasa. William juga belum memperkenalkan dirinya secara umum kepada semua orang jadi ia bisa sedikit leluasa berjalan-jalan.

Tampak para pengawal itu meragu, mereka bahkan saling lirik satu sama lain, tidak yakin dengan penuturan istri Tuannya.

"Aku janji tidak akan lama." ucap Deyana bersungguh-sungguh. Tatapannya sama sekali tidak menunjukkan kebohongan. Lagipula tidak ada gunanya melarikan diri lagi. Semua aksesnya telah ditutup. Sejauh manapun ia berlari, William pasti akan mudah menemukannya.

Pengawal itu akhirnya mengalah. Mereka membungkukkan badan hormat. "Tolong jaga diri Anda." ujar pengawal itu tulus.

Deyana tersenyum tipis melihat ketulusan dari para pengawalnya. Deyana pun hanya menanggapi ucapan itu dengan anggukan kepala. Ia lalu berbalik dan melangkah memasuki pemukiman warga bersama Damira. Memang bangunan Addison terletak jauh dari tempat umum. Bangunan Addison berada diatas puncak dengan dikelilingi oleh hutan pribadi sehingga membuatnya terpisah dari rumah-rumah warga. Addison memang memiliki wilayah sendiri dan tidak sembarangan orang bisa masuk.

Pandangan Deyana mulai mengedar kemana-mana. Melihat berbagai aktivitas yang tengah dilakukan oleh orang-orang. Begitu banyak anak-anak kecil yang berkeliaran dan saling berlarian kesana-kemari. Mendengar tawa mereka membuat perasaan Deyana menjadi tenang sekaligus sesak. Teringat akan kenangan yang dulu pernah ia rasakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BRIDE KIDNAPPINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang