Bagian 1 - Pulang

4 0 0
                                    

Pengeras suara di dalam kereta memberitahukan bahwa kereta akan berhenti sebentar lagi di stasiun terakhir. Aku bersiap menurunkan koperku sembari memastikan tidak ada barangku yang tertinggal. Setelah semuanya siap, aku berjalan menuju pintu keluar gerbong kereta. Kereta mulai berjalan lambat. Sambil menunggu kereta berhenti, aku masih meyakinkan diriku bahwa sudah saatnya aku untuk pulang ke rumah. Sudah saatnya aku untuk berhenti dari kejar-kejaran masa lalu.

Kereta akhirnya berhenti. Aku langsung turun dari kereta menatap kearah papan besar yang bertuliskan 'Selamat Datang di Kota Bandung'. Inilah tujuanku. Kota dimana aku dilahirkan. Kota dimana aku dibesarkan. Kota dimana aku merasakan jatuh cinta pertama kali. Dan, kota yang menjadi alasan aku untuk pergi.

Ting!

Ponselku berdering. Aku langsung mengangkat telfon.

"Halo."

"Udah nyampe, Ra?" tanya sahabatku diujung telfon.

"Udah. Lo dimana?"

"Gue diparkiran. Gue tunggu di depan mobil."

"Oke." Aku menutup telfon dan bergegas menuju parkiran.

Sesampainya ditempat parkir, aku langsung mencari keberadaan sahabatku. Tak perlu waktu lama, aku langsung menemukan sahabatku. Tentu saja karena warna mobilnya yang sangat mencolok. Kuning.

Aku langsung menghampiri mobilnya. Oh iya. Nama sahabatku Alya. Alya Azzahra. Kami bersahabat sejak usia kami 5 tahun.

"Ara!" Alya berteriak sambil melambaikan tangannya kearahku.

"Gue udah liat lo. Jadi ga usah teriak deh, Al. Bikin malu aja." Alya hanya tersenyum kecil lalu langsung memeluku dengan erat.

"Gue kangen sama lo, Ra."

"Gue engga." Alya melepas pelukannya lalu menyiptkan matanya kearahku.

"Ah. Lo bikin suasana engga asik deh, Ra." Aku tertawa sedikit.

"Bercanda. Gue juga kangen. Kapan kita pulang nih kalua terus ngobrol disini?"

"Eh iya. Lo masuk aja ke mobil. Biar gue yang simpen."

"Oke. Thanks." Aku langsung masuk ke dalam mobil.

Sambil menunggu Alya, aku memilih musik untuk didengarkan selama perjalanan pulang. Lagu kesukaanku. Garis Terdepan.

Alya pun masuk ke dalam mobil. Memasang seatbeltnya.

"Lo mau langsung pulang?" tanya Alya.

"Iya. Gue pengen langsung mandi." Alya mengangguk.

Selama diperjalanan, aku menatap keluar. Melihat jalanan yang ramai oleh kendaraan. Ternyata, sudah banyak yang berubah sejak terakhir kali aku melihat jalanan ini. Sudah banyak gedung tinggi, kafe, dan juga tempat perbelanjaan.

"Pasti banyak yang berubah, Ra. Lo pergi bukan satu atau dua hari. Tapi lima tahun. Lima tahun, Ra! Dan lo bahkan ngga pamit sama gue. Keterlaluan memang." Alya langsung berceloteh. Seakan-akan dia tahu apa yang aku pikirkan.

"Maafin gue, Al." Aku menatapnya yang sedang memegang stir.

"Bukan masalah. Gue ngerti alasan lo pergi. Tapi gue masih sakit hati kalua inget dulu lo bahkan ngga pamit sama gue."

"Keadaan komplek aman kan, Al?" Aku langsung mengalihkan pembicaraan.

"Sejauh ini aman. Pemuda yang lain juga lagi buat gerakan baru. Nanti kalau ada rapat, lo harus ikut ya." Aku langsung menggigit bibirku.

"Gue ngga tau, Al. Gue bahkan belum mikirin apa yang bakal gue lakuin di rumah. Kayaknya gue bakalan jadi anak rumahan aja."

"Wah gila. Sejak kapan lo introvert? Jangan bilang selama di Jogja lo jadi introvert."

"Engga. Siapa yang introvert deh?"

"Ara yang gue kenal itu anaknya eksstrovert parah. Paling ngga bisa kalau ada di rumah. Setiap diajak main pasti selalu ada alasan. Sibuk acara ini. Sibuk rapat ini. Terus sekarang lo pulang ke Bandung mau jadi anak rumahan?"

"Memang kenapa kalau gue jadi anak rumahan?"

"Gue ngga masalah. Tapi coba lo tanya sama diri lo sendiri. Apa lo nyaman kalau harus dirumah terus? Jangan sampai kejadian itu ngebuat lo jadi kehilangan jati diri lo sendiri, Ra. Dia aja sekarang sebahagia itu tanpa lo. Mau sampai kapan lo gini? Apa waktu lima tahun kurang buat lo lari dari kenyataan? Dunia terus berjalan ada atau tanpa ada lo didalamnya, Ra."

Aku terdiam. Semua yang Alya katakan benar. Mau sampai kapan aku terus seperti ini? Sampai kapan aku terus berlari dari kenyataan ini?

"Ayah sama ibu lo sedih banget, Ra. Waktu tau ternyata anak perempuan satu-satunya ternyata harus mengalami hal yang menyakitkan. Gue tau, memang ngga akan mudah melupakan hal itu. Tapi, ayolah, Ra. Jangan sampai gue kehilangan Ara yang dulu selalu nyapa ibu-ibu komplek kalau mau pergi ke kampus. Jangan sampai gue harus kehilangan Ara yang selalu teriak dengan suara khasnya. Lo anak yang ceria, Ra. Walau gue tau banyak yang lo sembunyiin dari gue." Alya menghela napas menahan tangis.

"Gue udah berusaha buat ngga ngebahas ini. Tapi akhirnya harus kebahas juga. Gue ngerasa kalau gue gagal jadi sahabat lo, Ra. Setelah gue tau banyak hal yang lo sembunyiin dari gue. Dan lo pendem sendirian. Gue ngerasa ngga berguna banget jadi sahabat lo."

"Al, udah. Gue ngga apa-apa. Toh itu udah kejadian lima tahun yang lalu. Gue udah ngerasa lebih baik ko. Bukan lo yang gagal, Al. tapi gue yang ngga mau cerita. Maaf ya, dulu gue malah lari." Aku menatap kearah Alya yang masih menyeka air matanya,

"Ah gue jadi nangis kan. Pokoknya lo nanti harus jadi Ara yang gue kenal."

"Siap bos."

Akhirnya, kami sampai dirumahku. Setelah membantu menurunkan koper, Alya langsung berpamitan kepadaku. Ada rapat ditempat kerja katanya. Usai Alya pergi, aku membuka pagar. Menghela napas sejenak. Sebenarnya, keluargaku tahu kalau aku akan pulang. Tapi aku tidak memberitahu mereka jam berapa aku akan tiba di Bandung.

Tok tok tok. Ku ketuk pintu rumah sambil memikirkan apa yang akan orang tuaku lakukan Ketika melihat anaknya baru pulang setelah lima tahun berada di kota orang.

Tak lama, pintu terbuka memperlihatkan sosok wanita yang aku rindukan selama ini. Ibu terdiam melihatku.

"Assalamualaikum ibu." Ibu menyipitkan matanya kearahku.

"Siapa?" tanyanya.

"Ara, bu. Tiara Rahayu. Anak perempuan ibu." Ibu langsung memelukku. Aku pun membalas pelukannya dengan erat.

"Ara pulang, bu." 


bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BHASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang