3

255 42 0
                                    

"Kalau seperti ini, aku merasa seperti manusia."

Off tak mengindahkan ucapan Gun yang diselingi kekehan geli itu, dia sedang menyibukan dirinya dengan membaca sebuah buku. Dia berusaha tak peduli pada kedua tangan Gun yang melingkari pinggangnya tak tahu malu, atau rambut sosok itu yang terkadang menggelitik perpotongan lehernya. Walau kenyataannya, jantung Off tengah berdegup terburu-buru saat ini. Gun memeluknya sejak tadi dan Off sudah lelah mengusir-usir hantu itu agar menjauh darinya. Akhirnya, dia menyerah, membiarkan Gun menjadikannya 'beruang hangat'. Lagipula, dia menyukai ini walau kenyataanya tubuh Gun sangat dingin seperti lapisan es.

"Kau hangat," bisik Gun.

Sial. Off semakin berdegup tak karuan.

"Sampai kapan kau terus menempeliku bagai lintah seperti ini?" tanya Off, berusaha tak acuh.

Gun mendengung selama beberapa saat sebelum menjawab, "Sampai aku bosan?"

"Pasti sangat lama." Off mendengus.

Alunan tawa Gun kembali terdengar, sangat lucu, "Kau benar, bahkan rasanya aku tidak akan pernah bosan."

Off tersenyum geli mendengarnya. Dia menjitak kepala Gun, membuat hantu itu memekik kecil, kesakitan.

"Memangnya kau tidak ingin kembali ke sana?" Off menutup bukunya, beralih pada Gun yang mendongak untuk menatapnya.

Kegugupan mendadak menguasai diri Off  karena posisinya yang terlalu dekat, nyaris intim, dengan Gun. mereka berdua berbaring di atas ranjang milik Off  dengan Gun yang terus memeluk pinggang Off dengan lengan pria itu sebagai bantalan kepalanya.

Off tidak tahu sejak kapan posisinya dan Gun menjadi seperti ini. Terlalu dekat… tetapi anehnya, dia tidak merasa risih sama sekali. Dia seperti pernah mengalami hal ini sebelumnya, namun dia tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Lagi, dia merasa Gun tidak asing di hidupnya.

Gun menjawab lama, "Sebenarnya aku belum mati,"

Dahi Off mengerut mendengar pengakuan itu, dia mengubah posisinya menjadi menyamping, berhadapan langsung dengan Gun. Tidak sadar bahwa posisi seperti itu membuat sosok arwah di depannya harus meneguk ludah karena gugup.

"Maksudmu?"

"A-aku… anggap saja aku sedang berada di antara hidup dan mati." Gun tiba-tiba mengalihkan pandangannya, tidak kuasa memandang Off yang terlalu dekat dengannya. Jika saja masih ada aliran darah di tubuhnya yang tanpa raga ini, pipinya pasti sudah merona sejak tadi.

"Gun, aku benar-benar tidak mengerti. Kau belum mati, tetapi kau sudah menjadi arwah yang bergentayangan seperti ini." Off benar-benar bingung dibuatnya.

"Aku bukan arwah bergentayangan!" protes Gun.

Off hanya mengangguk, mengiyakan, dengan malas. Walau dia ingin sekali mengatakan 'Tidak gentayangan darimana? Kau saja terus berkeliaran tidak jelas dan terus menggangguku.'

"Tetapi sepertinya aku akan segera meninggalkan dunia ini dan kembali 'ke sana'. Aku sudah lega sekarang karena kekasihku sudah bahagia, jadi aku bisa pergi dengan tenang." Gun kembali tersenyum, dan entah mengapa, Off tidak menyukai senyumannya kali ini.

"Jika kau masih ada harapan untuk hidup, kenapa malah memilih mati? Apa kau tidak pernah berpikir bagaimana orang-orang yang menyayangimu mengharapkanmu hidup? Jangan hanya karena kekasihmu, kau memilih pilihan yang salah, Gun. Kau hidup bukan hanya untuk dia. Pikirkan orang lain juga yang menyayangimu, mereka pasti akan sedih jika kau memilih untuk mati."

Off tidak tahu kenapa dia bisa semarah ini hanya karena pernyataan Gun.

"Ba-bagaimana jika aku memilih hidup, tapi kekasihku tidak mengingatku? Aku sudah cukup lama meninggalkannya."

welcome back dearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang