✧2. Seorang Pendosa

31.3K 2.3K 380
                                    

Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh, karakter, dan alur. Cerita ini murni pemikiran otak Han sendiri.






"Seorang pendosa pun membutuhkan Tuhan-Nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seorang pendosa pun membutuhkan Tuhan-Nya."

-My Sweet Imam-

_______

2. Seorang Pendosa

"Bos pikiran lo pagi tadi pasti agak koslet, dan sekarang lo merasa lebih baik kan? Hahaha, nggak mungkin lo bisa berpikir ingin hijrah," kata Fioleta main duduk di paha Abiyan sambil memakan permen karet, bahkan dengan berani mengusap rahang tegasnya.

Dari banyak pria yang Fioleta kenali hanya Abiyan yang memiliki ketampanan yang membuat para wanita terpukau. Tentu saja setelah Abiyan ada Noah yang ketampanannya tidak diragukan lagi.

"Menjauh Fioleta," desis Abiyan yang kini entah mengapa tidak sukai jika ada wanita yang mendekatinya bahkan menyentuhnya. Abiyan ingat kata bukan mahram dari Ustaz Panji waktu itu.

"Why? Biasanya juga gue kayak gini ke lo, Bos. Bahkan lebih loh." Jari lentiknya mulai membuka kancing atas Abiyan kemudian mengusapnya dengan lembut.

"Hentikan." Abiyan memegang kuat tangan Fioleta agar berhenti bermain pada tubuhnya.

"Sepertinya sore ini Bos lagi sensitif. Huh, kenapa juga lo baru datang ke markas lagi? Tadi wilayah Jakarta timur mengambil lahan kita, untung aja kita bisa cegah mereka."

"Gue habis merenung di tempat ternyaman. Sekarang menyingkirlah, Leta." Abiyan mendorong tubuh teman wanitanya ini, membuat Fioleta sendiri hanya bisa berdecak, kemudian dia duduk di samping Noah sambil memeluk lengan pria itu.

"Lo kenapa sih Bi?" Noah yang karakternya tidak banyak bicara langsung bertanya sebab Abiyan benar-benar berubah dari biasanya.

"Udah gue bilang gue ingin berubah dan mengajak kalian untuk ikut ke jalan yang gue pilih. Jujur aja gue udah bosan hidup menjadi preman, kalian juga kan?"

Edo tertawa keras mendengar perkataan Bosnya. Abiyan memandangi pria berkulit hitam juga berambut keriting dengan lama, setelah itu dia memukul kepala Edo. Sontak saja hal itu membuat Edo mengaduh kesakitan.

"Gue serius ingin berubah. Coba kalian bayangkan, udah berapa lama kita terus melakukan hal kayak gini? Bukankah menjadi preman begitu membosankan? Kita terlalu jauh dari Tuhan, jika kita mati apa yang akan kita bawa? Uang? Kekuatan? Kekuasaan? Bukan itu, tapi amal perbuatan selama kita di dunia. Itu yang dikatakan Ustaz Panji. Dan gue sadar selama ini gue terus menerus melakukan perbuatan dosa. Perbuatan baik pun sepertinya nggak pernah gue lakuin."

"Kita bisa hidup seperti ini dengan menjadi preman, Bos. Kalo kita nggak kayak gini mungkin kita akan jadi gelandangan. Lihat ini markas kita juga hasil dari memalak, mencuri, dan masih banyak perbuatan yang kita lakukan demi mendapatkan uang dari orang lain," sahut David.

My Sweet Imam [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang