Victo Agastya Brismantra, laki laki kelahiran Jakarta yang beberapa bulan lalu baru saja menginjak usia 30 tahun. Memiliki status jomlo karatan membuat Victo kerap kali di panggil bujang lapuk. Usianya tidak lagi muda namun ia belum juga menikah. 'Belum ada yang cocok' itu adalah alasan yang kerap kali Victo lontarkan tiap kali di tanya kapan nikah.
Ami--Mama Victo-- sampai geram melihat anak semata wayangnya belum juga kunjung menikah. Bahkan sempat terlintas di benaknya bahwa Victo mengalami penyimpangan sexsual. Ami iri melihat teman temannya yang sudah pada gendong cucu, sedangkan sang putra, mengenalkan pacar saja belum pernah.
"Kamu kapan nikahnya sih?" tanya Ami kesal, "Mama kan pengen gendong cucu," lanjutnya.
"Belum nemu yang cocok, Ma," jawab Victo.
"Gitu aja terus sampai ayam beranak sapi!" sungut Ami. Wajahnya makin kesal saat melihat Victo tetap anteng memakan makanannya.
"Emang ayam bisa beranak sapi? Apa nggak kendor itu lubangnya?"
"Ish, kamu ini!" Ami menggeplak tangan Victo.
"Victo pasti nikah, Ma. Santuy aja kali."
"Santuy santuy! Umur kamu itu udah 30 tahun Victoooo!!" ujar Ami geram.
"Terus kenapa? Walau udah kepala tiga, Victo tetep ganteng kok," ujarnya narsis. Victo memakan suapan terakhir lalu meneguk air di depannya.
"Kalau ganteng harusnya kamu udah punya pacar sekarang!"
"Yang mau jadi pacar Victo banyak, Mi. Tapi..."
"Tapi apa?!?!" sela Ami cepat. Matanya melotot menatap putra semata wayangnya tajam.
"Ada apa ribut ribut?" Suara pria paruh baya menghentikan perdebatan ibu dan anak itu. Victo menghela nafas lega, penyelamatnya datang.
"Kapan datang, To?" Abdi --Papa Victo-- bertanya seraya mendaratkan bokongnya di kursi sebalah Victo.
"Baru, Pa," jawab Victo.
"Kerjaan gimana?"
"Lancar. Cuma beberapa bulan ini lagi sibuk, makanya Victo baru kesini."
Ting
Nong
Tiga orang manusia yang berada di meja makan itu saling tatap.
"Siapa datang bertamu pagi pagi begini?" tanya Ami.
"Kayaknya itu Mahasiswi Papa. Papa ada janji mau bimbingan soalnya," kata Abdi seraya bangkit dari duduknya.
Ami memilih kembali ke dapur sedangkan Victo menatap Papanya yang sedang mebukakan pintu.
"Assalamualaikum, Pak."
"Waalaikumsalam, ayo masuk."
Victo sedikit terkesiap saat melihat seorang wanita cantik yang baru saja masuk. Kulitnya putih bersih, memiliki tinggi proposional yang Victo terbak sekitar 165 cm. Rambut panjangnya di ikat menjadi satu. Wanita itu menggunakan baju kaos polos berwarna hitam yang dipadukan dengan celana jeans panjang. Tampilan yang sederhana namun cukup membuat Victo terpesona.
Dan sepanjang jam bimbingan, Victo duduk di meja makan memperhatikan keduanya. Lebih tepatnya Mahasiswi Papanya.
"Saya pamit, Pak. Terima kasih atas bimbingannya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Loh, udah pulang?" tanya Victo pada sang Papa yang baru saja kembali usai mengantarkan mahasiswinya ke depan pintu.
"Siapa? Juni? Udah."
"Namanya Juni?" tanya Victo.
"Iya. Kamu kenapa?" Abdi menatap anaknya bingung.
"Pa, Mahasiswi Papa yang tadi jomlo nggak?"
"Setau Papa sih Jomlo."
"Cantik, Pa," kata Victo tanpa sadar.
"Kamu naksir?"
Victo hanya tersenyum mendengar pertanyaan Papanya.
"Papa sih nggak masalah kalau kamu suka dia, tapi..."
"Tapi apa?"
"Dia janda anak satu."
HAH?!?!?
TO BE CONTINUED
Prolognya sekian dulu.
Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Janda Muda
ChickLitVicto, laki-laki berusia 30 tahun yang tak juga kunjung menikah. Selama ini hidupnya hanya dipenuhi dengan kerja, kerja, kerja, dan kerja. Sampai suatu hari ia bertemu dengan Juni, gadis berusia 23 tahun yang merupakan Mahasiswi Ayahnya. Dalam waktu...