Allo Om Klim-06

899 97 5
                                    

Dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana, Victo memperhatikan dua orang wanita yang saat ini sedang heboh melihat barang-barang dengan tulisan 'diskon 50%'.

"Baju yang ini kayaknya cocok buat mbak deh."

"Eh iya, modelnya bagus."

Untuk kesekian kalinya Victo menghela nafas berat. Diliriknya jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tanggannya. Pukul 19:00, sudah 3 jam Victo menemani 2 wanita itu berbelanja.

"Ma, Tan, mau beli apa lagi? Itu barangnya udah banyak."

"Sabar, To. Ini bajunya bagus, lagi diskon juga," sahut Desti –Tante Victo--.

"Iya ih. Sabar, lagi bentar."

"Lagi bentar itu kapan? Udah 3 jam loh, belum puas juga?" tanya Victo, gurat-gurat lelah tercetak jelas di wajah tampannya.

"Kamu duduk aja dulu di sana," titah Ami acuh.

"Victo mau keliling, nanti kalau mau pulang telfon aja," ujarnya sambil berlalu pergi. Kakinya melangkah membawa laki-laki itu menuju toko gitar. Hampir 15 menit ia mengelilingi toko gitar itu namun tidak ada yang menarik hati. Hanya satu hal yang berhasil menarik perhatiannya yaitu seorang anak laki-laki yang sedang merengek pada Bundanya untuk dibelikan es krim.

"Undaa, klim," pinta batita itu.

"Iya sebentar ya." Si ibu menjawab lantas beralih pada pemilik toko, "ada ukulele nggak, pak?"

"Wah lagi kosong, neng. Stok terakhir baru banget kejual," jawab pemilik toko.

Wanita itu tampak kecewa, "ya udah deh, pak. Makasih ya, permisi."

"Unda, klim."

"Iya, Deva mau rasa apa?"

Victo terus diam di tempatnya. Berharap kedua orang itu --yang tidak lain adalah Juni dan Deva—menyadari keberadaannya.

Tepat saat Juni hendak keluar toko ia melihat Victo sedang memperhatikan salah satu gitar yang di pajang. Deva yang juga menyadari keberadaan Victo segera menyapa riang, "aloo Om klim!!"

Dahi Victo mengernyit mendengar panggilan Deva namun segera menggantinya dengan senyuman. "Halo Deva," sapanya, "halo, Jun. Lagi nyari apa?" tanya nya basa basi.

"Halo, mas. Ini lagi nyari ukulele buat hadiah ponakan," jawab wanita itu.

Victo ber-oh ria, "habis ini mau ke mana?"

Juni menunjuk Deva dengan tatapan matanya, "nih, beliin Deva es krim. Dari tadi udah ngerengek."

"Kalau saya ikut, boleh?" tanya Victo.

"Mas juga mau beli es krim?" tanya Juni lugu.

"Ha? Oh, nggak sih." Victo menggaruk pelipisnya kikuk, "saya bosen, Juni. Mama saya dari tadi belanja nggak selesai selesai, saya bingung harus nunggu di mana."

Juni terkekeh pelan melihat tingkah Victo. "Ya udah, ayo! Tapi saya mau muter muter lagi, nggak papa?"

"Nggak papa," sahut Victo cepat.

Ketiganya kemudian berjalan menuju store es krim. Membelikan Deva satu korn es krim rasa coklat. Sempat terjadi perdebatan singkat antara Victo dan Juni. Victo memaksa untuk membayar es krim Deva sedangkan Juni menolak. Dan pada akhirnya perdebatan itu di menangkan oleh Victo karena Deva merengek, tampak lelah dengan perdebatan dua orang dewasa itu.

"Habis ini mau ke mana?" tanya Victo setelah memasukkan dompetnya ke dalam saku.

"Deva mau ke mana?" Juni melempar pertanyaan pada Deva.

"Ain," jawab batita itu.

"Main apa?" tanya Juni sembari mengusap ujung bibir Deva yang belepotan es krim.

"Au aik jajah," katanya. Juni langsung mengerti, yang Deva maksud adalah robot hewan yang biasa berjalan mengelilingi mall.

Yang selanjutnya mereka lakukan adalah menyewa gajah yang Deva inginkan. Saat hendak menaiki gajah Deva malah merengek meminta Victo untuk menemaninya berkeliling.

"Au cama om klim!" pinta Deva.

"Sama Bunda aja ya?"

Deva menggeleng. Tangannya terangkat berusaha meraih Victo. "Sini Deva sama aku!" Victo mengambil alih Deva lantas duduk di atas gajah. "Ini nggak akan rusak kan ya, mas?" tanya nya.

"Aman, mas," sahut petugas yang berjaga.

"Mas nggak malu?" tanya Juni saat gajah mulai berjalan perlahan. Para pengunjung sesekali curi curi pandang ke arah Victo yang asik berbicara dengan Deva.

"Malu kenapa?" tanya Victo.

Juni menunjuk gajah yang di tunggangi Victo dengan matanya, "itu naik gajah," ujarnya.

"Ngapain malu, kan naiknya bareng Deva, orang orang mikirnya aku lagi nemenin anak ku main," sahut Victo lugas tanpa menyadari bahwa Juni tertegun di tempatnya.

"Cana cana!" Deva berseru, meminta Victo untuk berbelok. Menuruti keinginan batita itu, Victo membelokkan stang ke kiri.

"Juni, fotoin saya bareng Deva dong," pintanya.

Juni menurut, wanita itu mengeluarkan ponselnya lantas mengambil beberapa gambar kebersamaan Victo dan Deva. Ia lantas mengecek hasil jepretannya, terdiam sesaat mengamati foto yang ia ambil.

"Udah?" tanya Victo.

Juni mengangguk, langkahnya terus mengikuti ke manapun Deva dan Victo melaju. Sesekali mengambil gambar atas titah Victo. Setelah Deva puas ketiganya memutuskan beristirahat.

"Coba lihat fotonya," ucap Victo. Laki laki itu tersenyum saat melihat foto foto yang di ambil Juni, "bagus," katanya, "bisa kirimin ke WA saya?"

"Aku nggak punya nomor mas Victo," ucap Juni.

"Sini!" tangan Victo menengadah, Juni menyerahkan ponselnya dan dengan cepat Victo mengetik nomor telfonnya di sana. Setelah mendapati nomor laki laki itu Juni langsung mengirim semua foto Deva bersama Victo.

"Makasih," ujar Victo.

Percayalah ada modus yang terselip di sana. Dan Juni dengan lugunya tidak menyadari itu.

To Be Continued

Terima kasih untuk 1 k pembaca.

Cinta Janda MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang