Victo menghela nafas untuk kesekian kalinya. Laki laki itu berdiri di depan pintu cafe yang menjadi tempat reuni teman temannya semasa SMA. Acara yang paling ia hindari namun hari ini sangat sial karena Victo tidak ada pilihan selain menghadiri acara reunian ini.
Dalam hati sudah menebak pertanyaan apa saja yang akan di lontarkan teman temannya di dalam. Pasti seputar ia yang tidak membawa gandengan, kapan nikah, dan paling parah kapan punya anak. Padahal Victo belum masuk namun rasa frustasi itu sudah lebih dulu menyerangnya.
"Ngapain lo diem di sini?" Tiba tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang. Saat menoleh Victo mendapati Tirta --sahabatnya-- yang sedang menggendong putrinya.
Victo menggeleng, laki laki itu melempar senyum kecil pada istri Tirta lantas menjahili Lyly --putri Tirta--.
"Ayo masuk!" ajak Tirta.
"Lo duluan aja," ucap Victo.
"Gue masuk duluan, jangan kabur lo!"
"Iya, nyet," balas Victo ketus.
Selepas kepergian Tirta dan keluarga kecilnya, Victo masih diam di tempat selama beberapa menit. Dari luar terdengar suara musik yang menghiasi acara, sepertinya sudah mulai. Victo akhirnya melangkahkan kakinya masuk. Membuka pintu cafe yang sejak tadi hanya ia pandangi itu.
Baru saja kepalanya melengok semua tatapan mata sudah mengarah padanya.
"Woyyy, To!! Gue kira lo nggak dateng!" Zaki berseru diikuti yang lainnya. Satu persatu teman teman Victo mendekat lantas bertos ria dengan laki laki itu.
"Gimana kabar lo?" tanya Candra.
"Baik, lo gimana? Gue denger denger lo buka usaha kuliner."
Candra tersenyum seraya menyugar rambutnya, "baik, iya gue lagi nyoba nyoba usaha. Lo masih kerja di tempat dulu?"
"Masih," jawab Victo.
"Sendirian aja, To?" Fani bertanya.
"Eh Bu Ketua. Iya nih, belum ada gandengan gue," kelakarnya, dalam hati tersenyum miris, pertanyaan yang sejak tadi ia hindari nyatanya tidak bisa ter-elakan.
"Masih jomlo, To?" Kali ini giliran Zaki yang bertanya. Dari sekian banyak pertanyaan kenapa harus pertanyaan itu yang terlontar?
Victo mendesah frustasi. Dengan terpaksa ia menarik ujung bibirnya lantas menjawab, "ya gitu lah."
"Lo jangan kerja mulu, inget umur makin tua, lo mau jadi bujang lapuk?" celetuk Anggi.
"Ya nggak lah! Ini juga lagi usaha," ujar Victo.
"Udah udah, ayo makan!" sela Fani. Akhirnya Victo dapat menghembuskan nafas lega. Laki laki itu berjalan menuju kursi kosong yang tersisa.
Disela makannya handphone Victo berdering. Terdapat panggilan masuk dari Juni. Victo berusaha menahan senyumnya, laki laki itu berdehem beberapa kali sebelum memutuskan untuk mengangkat panggilan itu.
"Halo, Jun. Ada apa?"
Teman temannya yang duduk berdekatan dengan Victo mulai melempar tatapan penasaran.
"Mas, maaf banget ganggu waktunya. Ini dari tadi Deva nyariin Mas Victo terus."
"Sekarang Deva mana?"
"Lagi nangis, sampai guling guling di lantai," tutur Juni, "ini Bunda udah nelfon Om Victo, katanya Deva mau ngomong, udah ya nangisnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Janda Muda
Chick-LitVicto, laki-laki berusia 30 tahun yang tak juga kunjung menikah. Selama ini hidupnya hanya dipenuhi dengan kerja, kerja, kerja, dan kerja. Sampai suatu hari ia bertemu dengan Juni, gadis berusia 23 tahun yang merupakan Mahasiswi Ayahnya. Dalam waktu...