"Deva sekarang umur berapa?" Setelah beberapa menit terjadi keheningan, Victo akhirnya buka suara.
"2 tahun 3 bulan," jawab Juni, "Mas ini anaknya Pak Abdi?"
"Bukan! Saya bapaknya Pak Abdi!"
Juni berdecak pelan, "saya tanya baik baik loh, kok masnya ngegas?"
"Ya iyalah anaknya Pak Abdi, Junaidi," jawab Victo gemas.
"Nama saya Juni," ucap Juni mengoreksi, "nama Mas siapa?"
'Ya Allah jadi dia nggak tau nama gue?'
"Victo Agastya Brismantra, kamu bisa panggil saya Victo," ucap laki laki berusia 30 tahun itu.
"Salam kenal Mas Victo."
"Hm."
"Mas Victo ini anak tunggal?" Juni ternyata cukup cerewet ya? Tapi Victo senang karena mereka bisa terus mengobrol sepanjang perjalanan.
"Iya. Kamu?"
"Sama hehe. Saya anak tunggal dan cucu perempuan satu satunya di keluarga," tutur Juni.
"Jadi kesayangan dong?"
Juni menggeleng dengan wajah cemeburut, "nih, ini nih yang sekarang jadi kesayangan. Saya udah tersingkirkan," kata wanita itu sambil menunjuk Deva yang tertidur di pangkuannya.
Tawa Victo mengudara. Tidak salah jika posisi Juni sebagai anak kesayangan tergantikan, Deva adalah anak yang imut, siapapun bisa mencintai dan menyayanginya dengan mudah. Termasuk Victo.
"Dia anak yang imut," ucap Victo di sela tawanya.
"Ya. Makanya saya nggak marah saat semua orang beralih menyayangi dia," jawab Juni. Senyum manis menghiasi wajahnya.
"Termasuk saya?" Pertanyaan ambigu Victo berhasil mengundang tanda tanya.
"Maksud Mas?"
"Kamu nggak akan marah kalau saya bilang saya juga sayang sama Deva?" tanya Victo.
Juni terkekeh pelan, "untuk apa marah? Gampang buat sayang sama Deva, dan terbukti, Deva jadi kesayangan banyak orang. Jadi saya nggak perlu marah. Saya malah bersyukur karena banyak yang sayang sama Deva," tuturnya.
Victo mengangguk, membenarkan, "kamu benar. Saya bahkan udah sayang sama Deva di pertemuan pertama kami."
Terjadi hening beberapa saat. Victo menghentikan laju mobilnya saat seseorang menyebrangi jalan.
"Di depan kita belok kiri ya, Mas," ujar Juni.
"Oke."
---
"Kamu deket sama anaknya Juni?"
"Kalian ketemu dimana?"
"Kapan kenalnya?"
Baru saja menginjakan kakinya di rumah, Victo sudah di todong berbagai pertanyaan oleh Mamanya. Laki laki berusia 30 tahun itu menghela nafas berat.
"Satu satu dong, Ma. Pusing pala Victo," keluhnya.
"Kalian ketemu dimana?" tanya Ami. Ia mengekori Victo saat putranya itu berjalan menuju sofa ruang tamu.
"Indomei." Victo mendaratkan bokongnya di sofa singel yang ada di ruang tamu.
"Kapan?"
"Beberapa hari lalu."
"Kalian deket?"
Victo mengangkat bahunya acuh, "nggak juga."
"Tadi kamu antar Juni pulang?" Ternyata pertanyaan Ami belum juga habis.
"Iya," sahut Victo malas, "ada lagi?"
"Kamu tau kalau Juni itu janda?"
Victo menghela nafas berat, "tau, emang kenapa sih, Ma?"
"Kata Papa kamu naksir Juni," ucap Ami berbisik. Entah tujuannya apa.
"Papa cepu." Victo berdecak kesal.
"Beneran naksir?" tanya Ami memastikan.
"Nggak tau." Perasaanya masih buram, alias belum jelas. Ia bingung, ini perasaan suka atau sekedar kagum atas pesona Juni.
"Mama sih nggak masalah. Yang penting kamu tahu konskuensinya nanti kalau kamu menikah sama Juni."
"Mama mikir terlalu jauh. Belum tentu juga Juni mau sama aku."
"Ya kan siapa tahu. Kamu udah tua, To. Harusnya sekarang kamu udah punya anak dua," kata Ami.
Untuk kesekian kalinya Victo menghela nafas berat, "kita bicarain ini nanti ya? Victo capek."
Laki laki itu kemudian beranjak pergi. Ia lelah di tanya hal yang sama berkali kali. Ia juga lelah menanggapi dengan pernyataan yang sama untuk kesian kalinya.
Ia pasti menikah kok. Tapi nanti, kalau calonnya sudah ada.
TO BE CONTINUED
vote dan komen jangan lupa
part kali ini sangat pendek
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Janda Muda
ChickLitVicto, laki-laki berusia 30 tahun yang tak juga kunjung menikah. Selama ini hidupnya hanya dipenuhi dengan kerja, kerja, kerja, dan kerja. Sampai suatu hari ia bertemu dengan Juni, gadis berusia 23 tahun yang merupakan Mahasiswi Ayahnya. Dalam waktu...