Jatuh

666 28 0
                                    

play I dont wanna live forever by Zayn.


     Abel menarik kopernya pelan, sangat pelan. Berbeda dengan jantungnya yang berdetak kencang, mungkin lebih kencang dari pada saat menaiki histeria. Sudah berapa kali ia menggigit kukunya resah, tangannya sedikit berkeringat, matanya pun berputar kesana kemari memperhatikan tiap sudut gate dimana Abian akan muncul.

     Sekilas semua memori masa lalu kembali teringat dibenaknya. Dari titik cinta pandangan pertama hingga titik perpisahan diujung hari. Semuanya terasa sangat cepat, dan Abel tak menyangka hari yang seperti ini akan menjadi bagian dari alur yang ia jalani. Sungguh, sosok itu akan muncul lagi dalam hidupnya setelah delapan tahun berlalu.

     Suara langkah kaki terakhir terdengar dari jauh, siluet seseorang berbadan tinggi nan besar berjalan mendekat bersamaan koper di tangan kirinya. Sorot sinar matahari terbit dan bandara yang sepi menjadi background dramatis pertemuan mereka. Kesunyian, decitan sepatu hingga pesawat diluar sana menjadi saksi bisu dimana dua orang itu saling berhadapan, bertatapan, melempar manik kerinduan yang mendalam.

     Senyumnya merekah, memamerkan lubang dikedua sisi pipi yang diyakini anugrah dari tuhan. Auranya menggoda, penuh dengan karisma. Harum pafrum Eau De Bois memancar kesegala arah disaat ia berjalan. Seolah memang dirinya terlahir untuk menjadi pusat perhatian.

     Abel terdiam ditempat membiarkan perasaannya tercampur aduk. Reaksi apa yang harus digunakannya sekarang, kata apa yang harus diucapkannya? Abel benar benar gugup dan salah tingkah saat jarak mereka makin menipis.

     "Aku pulang"

     Ucapnya sembari membelai surai rambut Abel. "Pulang..? Pulang kemana?"

     "Pulang ke kamu"

     Abel memalingkan wajah, ada yang berdesir di nadinya. Pria itu- Abian, membawa wajahnya sedekat mungkin dengan Abel membuat ribuan kupu-kupu berterbangan bebas didalam perutnya.

     Abel tersihir lagi. Hancur sudah tembok tinggi yang ia bangun bertahun-tahun untuk menutupi pintu hati. Dan sekarang.. apakah Abel kasmaran? rasanya seperti kembali ke masa lalu, bagai Galih dan Ratna yang masih remaja.

     Abian tersenyum, wajahnya semakin tampan jika boleh jujur. Dia juga jadi jauh lebih tinggi. Dada bidangnya lebih tegap, tangan yang dihiasi jam rolexnya sangat berotot, bahunya pun lebih besar dan lebar. Namun cara ia memperlakukan Abel tetap sama. Tatapannya, tingkah lakunya, cara berbicaranya masih seorang Abian yang dulu pernah Abel cintai.

     Lunas sudah rasa rindunya. 

     Masih dibawah pengaruh Abian, perlahan tangannya memastikan sosok itu. Abel mengelus lembut lesung pipi Abian, membawa keduanya semakin dekat, sangat dekat hingga menyisakan beberapa senti meter lagi. "Bel.." 

     "DADDY!"

     Hening. Abian dan Abel menoleh kesumber suara. Detik itu juga dunia Abel seakan hancur berkeping-keping. Ah! Seharusnya ia tak berharap banyak dari awal. 

     Bocah kecil itu berlari kearah mereka dan memeluk sosok yang dipanggilnya Daddy tadi. Ribuan pertanyaan mulai muncul dibenak Abel, anak siapa? bukannya sudah jelas anak Abian? Beneran? Ia tidak ingin percaya namun sialnya anak itu memiliki lesung pipi di yang sama.

     Oke. Abian berhutang banyak penjelasan pada Abel sekarang.

     "Oh iya.. Abel, ini Danish anak aku"

Sial

     "Danish.. ini tante Abel" Bocah itu menatap Abel dengan mata berbinar, tatapannya, bentuknya mengingatkan Abel pada seseorang

     Marvel benar, ia sedang dipermainkan takdir.

     "Sarah ya?" tanya Abel.

     Abian menghela nafas "iya"

Abel kalah telak.

     "Hai Danish.." Abel benci mengakuinya tapi tatapan anak itu mirip dengan Sarah. Sialnya lagi dia memang anak hasil hubungan Abian dengan Sarah.

     "Abel-"

      "Aku baru inget ada jadwal ka, marvel juga lagi nungguin diluar. Aku duluan ya, bye" Perkataan Abian terpotong saat Abel menegakkan badannya dan menggenggam koper dengan erat. Abian yang hendak meraih pergelangan tangannya gagal, wanita itu menarik kopernya dengan cepat hingga hanya meninggalkan bayangan saja. "Abel..."





Narasi AbianabelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang