04 : ibu sakit

23 1 0
                                    

Kamis dini hari Gendhis mendengar gemericik air dan sesekali suara orang yang sedang muntah. Siapa itu, pikirnya. Ini pukul satu dan dirinya yang memang belum tidur karena mengerjakan tugas pun segera melangkahkan kaki ke arah kamar mandi yang letaknya dekat dapur sekaligus meja makan.

"Ibu? Bapak? Mas Yan? Mas Fajar?" panggilnya mengabsen semua anggota keluarga.

Bunyi air sudah berhenti. Ibunya muncul dari dalam kamar mandi dengan wajah pucat. Tangannya memegang kening.

"Ibu muntah?" tanya Gendhis yang dijawab dengan anggukan kepala. Gadis itu pun segera menuntun Ibunya untuk duduk di meja makan. Tangannya mengusap pelan kening Ibunya. Panas.

"Gendhis buatin teh panas ya bu? Habis itu minum obat. Apa mau tak kerokin sekalian?"

"Teh panas aja, nduk. Kerokinnya besok aja, ini sudah malam kasian kamu."

"Ya enggak papa kali, bu. Yaudah bentar ya Gendhis bikinin."

Langkah dari kaki kecil Gendhis gesit menuju ke arah kulkas. Mengecek kotak P3K diatas kulkas, apakah ada obat demam. Sial, tidak ada. Ia segera berlari kecil ke kamar Mas Rian. Mengetuknya perlahan tapi tidak ada jawaban. Dasar manusia kebooo. Pasti sudah molor dia. Sekarang retinanya melihat lampu kamar Mas Fajar masih menyala. Gendhis mengetuknya.

"Mas Fajar?"

"Mas?"

"Mas-"

Tiba-tiba pintu di depannya terbuka. Menampilkan wajah kusut masnya tapi masih memancarkan senyum manis.

"Dalem? Kamu kok belum tidur, kenapa?" ucapnya lembut. Gendhis bisa melihat mata lelah mas sulungnya itu.

"Ibu demam. Obatnya habis. Tolong beliin ya, Mas?"

"Sekarang banget?" Dasar Fajar ㅡlemotㅡ Alfian.

"Ya iyalah sekarang. Kan sakitnya sekarang massss...," jawab Gendhis gemes dengan kelakuan masnya.

"Emang masih ada yang buka?"

"ADA! Apotek depan gang ada yang buka 24 jam kok. Ayo mas, tolong ya?"

Fajar mengangguk dan segera bersiap-siap keluar. Sementara Gendhis kembali berlari kecil ke arah dapur. Tangannya cekatan membuat teh panas untuk ibunya.

"Ini bu. Maaf ya lama, tadi minta tolong Mas Fajar dulu buat beli obat."

Ibu Merianita Rahayu hanya mengangguk lemas.

"Ibu kemarin makan apa hayo? Kok sekarang bisa muntah?" tanya Gendhis penuh selidik.

"Kerang yang kemarin ya jangan-jangan?"

"Ih bener kayaknya gara-gara kerang. Ibu perutnya sakit? Pusing gak?"

Si Ibu tersenyum manis dengan wajah pucat. "Pusing sedikit, nduk. Perutnya kemeng tapi kayaknya gara-gara habis muntah. Semoga besok udah baikan."

"Tunggu obat dari Mas Fajar ya bu. Habis itu Ibu tidur. Besok biar Gendhis yang masak, Ibu istirahat aja." Kalimat Gendhis terdengar tegas. Walaupun ia anak bungsu di keluarga Wijayakusuma, tapi kalau sudah memutuskan sesuatu tidak bisa dibantah anggota keluarga yang lain. Gendhis seperti memiliki bubuk ajaib yang keluar dari kalimatnya untuk membuat mereka 'setuju'. Lagipula keputusan dia sering ada benarnya juga kok. Karisma seorang bungsu hahaha.

"Kuliahmu piye nduk?"

"Kebetulan kemarin dosennya bilang jadwal ditiadakan untuk sementara karena mau sterilisasi kampus. Jadi besok Gendhis full di rumah."

"Nah tu Mas Fajar sudah datang!"

•••

Setelah Ibunya beranjak untuk kembali istirahat, Gendhis masih bengong di meja makan. Teh panas buatannya sudah habis diminum. Obat juga sudah diberikan. Harusnya Gendhis bisa kembali ke kamar untuk melanjutkan tugasnya. Tapi tampaknya ia enggan. Lalu memutuskan untuk membawa laptop dan kertas-kertas kuliahnya untuk dikerjakan di meja makan.

Fajar yang baru saja kencing dan cuci muka, kaget melihat meja makan yang penuh dengan kertas berserakan.

"Kok disini?"

"Bosen di kamar."

"Mau tak temenin enggak?" Fajar bertanya sambil menaik-turunkan alisnya. Genit banget heran!

"Bo.. leh."

Fajar segera ngacir ke kamarnya untuk mengambil laptop (sssttt! dia sedang mengerjakan suatu project lho) dan segera bergabung di perkumpulan meja makan tengah malam. Hahahahah.

•••

"Dek, mau mi rebus?"

"Pake tanya lagi, yo gelem lah!"

Hadeh, memang ya dini hari tidak bisa lepas dengan snacknya yaitu mi! Salahkan Fajar saja kalau Gendhis semakin gembil atau besok pagi kena amukan Mas Rian sebab tidak diajak makan mi rebus.

"Besok enaknya masak apa ya mas?" Gendhis bertanya namun matanya masih setia memandangi laptopnya.

"Mi telur digoreng aja sama oseng sawi. Besok aku bantuin deh!" jawab Fajar yang sedang merebus mi itu.

"Oke siap bos!"

Bertambah satu lagi cerita di meja makan keluarga Wijayakusuma. Seperti tidak bosan menyaksikan berbagai macam peristiwa dengan membisu, tidak bisa protes pun tidak bisa ikut bahagia. Yang penting tetap kokoh ya meja, supaya cerita mereka terus bertambah. Supaya semakin banyak orang lagi yang tau kisah mereka.

Percakapan Meja MakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang